Kamis, Agustus 06, 2009

Glen Glenardi, Bankir Sahabat Petani

Tak banyak pelaku perbankan yang memiliki perhatian besar dan menyeluruh terhadap persoalan petani dan pertanian di Indonesia. Jika pun ada, itu pun tak seberapa. Namun, jika Anda ingin tahu sosok bankir yang concern kepada petani, maka salah satu figur yang pantas kita sebut adalah Glen Glenardi. Direktur Utama Bank Bukopin ini meneguhkan komitmennya untuk memprioritaskan pelaku usaha kecil dan menengah, salah satunya petani, sebagai panglima.


Petani, menurut pria kelahiran Cirebon, 30 Oktober 1960, ini merupakan andalan bangsa untuk mendukung kemajuan negeri. Karena itu, lanjutnya Bank Bukopin siap memandu petani agar mereka bisa hidup layak, sejahtera, dan jauh dari kemiskinan berkepanjangan. “Petani harus diberdayakan, kami siap memberikan kredit pada mereka. Bank Bukopin tidak akan mempersulit, walaupun tetap melalui mekanisme yang mudah dipahami oleh petani," kata alumni Magister Manajemen IPB ini.


Lebih lanjut, Glen, panggilan akrabnya, mengatakan senantiasa memprioritaskan penyaluran kreditnya kepada para petani di tanah air. Bank Bukopin juga secara konsisten tekun bergerak di sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Meski demikian, ia tetap mengingatkan kepada jajarannya agar selalu bekerja dalam prinsip kehati-hatian. ”Kehati-hatian memang menjadi perhatian saya dalam menjalankan bisnis di Bank Bukopin,” paparnya kepada Qusyaini Hasan, Tri Aji, dan Sulistyo M. Nugroho dari majalah PADI, di kantornya di daerah Pancoran, Jakarta Selatan.


Prinsip kehati-hatiannya inilah yang mengantarkan Bank Bukopin mengalami pertumbuhan cukup pesat dari waktu ke waktu. Sampai kuartal ketiga tahun ini, aset unaudit Bank Bukopin tumbuh menjadi Rp 34 triliun. ”Itu hasil kerja keras seluruh awak Bukopin,” ujar ayah tiga anak ini, merendah. Berikut petikan wawancara selengkapnya:


***

Apa visi dan misi dalam memajukan Bank Bukopin?

Bank bukopin berdiri tahun 1970, para pendirinya adalah gerakan koperasi. Karena pendirinya koperasi, misinya adalah mengembangkan usaha koperasi dan usaha kecil menjadi maju. Koperasi itu bagian dari usaha kecil, yang di dalamnya ada unsur petani, pedagang, industri, dan sebagainya. Setelah saya pimpin, saya hanya mempertegas visi dan misi yang sudah ada, yang diwariskan para pendiri kepada kami.


Kebijakan atau program apa yang menjadi skala prioritasnya?

Pada dasarnya ada tiga sector dalam sisi kredit, korporasi, UKM, dan konsumer. Saya hanya mempertajam lagi bahwa UKM dan koperasi adalah panglima terdepan. Oleh karena itu, saya menegaskan bahwa cabang tidak boleh menggarap korporasi, tapi hanya UKM dan koperasi. Saya tekan itu, biarpun ada korporasi, biar ditangani oleh pusat. Itulah yang saya pertajam bisnis yang sudah ada sebelumnya. Itulah bentuk keberpihakan Bank Bukopin.


Bagaimana perkembangan kinerja Bank Bukopin sejauh ini?

Kinerja kami cukup baik. Secara rasio keuangan, alhamdulillah dalam konteks baik. Sampai saat ini kita masuk dalam 15 besar, ada di tengah. Bukan di atas. Sekarang bank banyak yang merger, dan kebanyakan asing. Terutama bank asing yang banyak masuk sekarang. Jadi, yang tadinya 10 besar, tergeser.


Bagaimana dengan system kompetisinya?

Dengan masuknya bank asing, posisi kita berpengaruh, meskipun kompetisinya tetap bagus. Insya Allah kita tetap bisa berkompetisi. Perlu diketahui, bahwa saat ini hampir sebagian besar bank di Indonesia dikuasai asing. Bank kecil juga sudah jadi bank asing. Paling yang masih punya local, bank agro dan bank kesejahteraan.


Anda seperti dikeroyok?

Memang seperti dikeroyok. Yang menengah tinggal Bank Bukopin. Kalau Bank Bukopin, kan bukan bank pemerintah. Hanya tinggal Bank Bukopin, di luar bank BUMN tentunya. Jadi, Bank Bukopin seperti the last mohicant, yang masih milik kita, tanpa asing. Saya bersaing dengan bank asing.


Tapi, Anda bisa pastikan bank ini tetap tumbuh?

Kita tumbuh terus, walaupun ada krisis. Memang laba tidak tumbuh. Karena situasi, bisnisnya di tahun 2008 bahkan turun dibandingkan dengan tahun 2007. Pada umumnya bank tidak tumbuh dengan baik dari sisi finansialnya. Tapi, Bank Bukopin tetap eksis. Aset kami Rp 32,7 triliun yang unaudit. Kuartal tiga, aset Rp 34 triliun yang unaudit.


Apa strategi yang dilakukan sehingga bank ini tetap sehat dan stabil?

Adapun strategi, harus ada yang namanya fokus dalam sebuah bisnis. Bank bisnisnya tiga, yaitu komersil, korporasi, dan konsumer. Bank asing itu rata-rata mainnya di korporasi dan konsumer. Tinggal dibalik, mana yang jadi panglimanya. Ada yang konsumer, ada pula yang korporasi. Bank Bukopin juga sama, menempatkan UKM sebagai basis. Baik pertanian, perindustrian, maupun perdagangan. Di tengahnya baru komersil dan konsumer. Jadi tiga segmen. Dengan pola seperti itu, cabang maupun unit bisnis menjadi fokus menangani UKM, karena korporasi hanya ditangani pusat. Dalam segmentasinya kita tetapkan seperti itu.


Soal masa distribusi, bagaimana?

Strategi berikutnya adalah masa distribusi. Kita batasi, karena yang namanya kantor cabang untuk UKM, maka titik-titik cabang itu harus banyak. Harus dikembangkan, dan membuka kantor yang lebih dekat ke pelayanan. Kemudian, yang namanya UKM, kita menggarap dari titik mikro sampai menengah. Saya mengabarkan UKM seperti kurva x, paling bawah orang yang baru memulai usaha, capacity building atau community development. Itu tak bisa kita touch. Tapi, kita berafiliasi dengan World Bank dengan menaruh dana di kelurahan.


Bagaimana dengan produk Swamitra?

Soal program simpan pinjam, saat ini kita sudah membina hampir 620 koperasi simpan pinjam. Omzetnya sudah hampir Rp 1 triliun. Itu tersebar, mulai dari nelayan, pertanian, pasar. Kita berikan teknologi, training, system, dan prosedur. Kita mengasistensi petugas kami yang sehari-hari duduk di situ. Kita membantu manakala membutuhkan kredit, kita bantu. Kita monitor. Visible, belum bankable. Manakala dia sudah visible dan bankable, dia bias lari ke Bank Bukopin. Jadi, strategi kami, kurva x itulah yang harus kita satukan. Di mana World Bank punya binaan, maka disitu ada yang namanya Swamitra.


Kalau Swamitra ada dan banyak. Saya tak menamakan Swamitra sebagai program, tapi sebuah produk. Program itu lebih cenderung dipakai pemerintah. Bank Bukopin juga ada dan berpartisipasi. Bahkan, kami berpartner dengan pemerintah dan menyalurkan kredit ketahanan pangan hingga usaha rakyat. Jadi komplet. Kita satu-satunya bank swasta nasional yang paling banyak dipakai dan dilibatkan oleh pemerintah dalam berbagai program. Pemberian kredit juga bagian dari produk.


Apa pola atau sistem yang Anda terapkan dalam penyaluran kredit?

Saya kira, sama dengan bank-bank lain. Penetapan bunga juga sama saja. Orang jualan sama di mana-mana. Yang beda, pola penyalurannya, bahwa kami melayani yang visible, tapi belum bankable, tidak secara langsung. Cuma, kelebihan kami, kami ada sistem yang untuk pengusaha kecil, visible tapi belum bankable. Bank lain mana ada? Justru tak peduli. Bayangkan saya membangun 620 koperasi simpan pinjam, mana bank yang paling banyak membina.


Tapi, kalau program, karena datang dari pemerintah, pasti ada perbedaan. Contohnya Kredit Usaha Rakyat (KUR), bunganya 16% paling tinggi. Bank lain ada yang lebih tinggi. Ketahanan pangan dan padi 9%. Apakah disebut sebagai perbedaan? Silakan saja. Bank Bukopin salah satu bank yang menyalurkan kredit program.


Sektor apa yang menjadi skala prioritas penyaluran kredit?

UKM dan koperasi. Sektor ini menjadi panglima di Bank Bukopin sampai sekarang.


***

Kegigihan seorang account officer itu terbayar sudah. Bergabung dengan Bank Bukopin sejak tahun 1986, karier Glen Glenardi terus meroket tanpa aral berarti. Setelah sempat menjabat kepala bagian kredit pada 1989, ia dipercaya memimpin cabang Cirebon. Bekas tenaga pemasar di perusahaan periklanan dan properti ini naik jabatan sebagai kepala urusan koperasi pada 1992. Jabatan group head pun disandangnya sejak 1995 hingga 1999, ketika kemudian ia diberi amanat untuk menduduki kursi direktur usaha kecil dan koperasi.


Hingga, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Mei 2005 memilihnya sebagai Direktur Utama Bank Bukopin menggantikan posisi mantan Direktur Utama Bank Bukopin, Sofyan Basir, yang menjabat Direktur Utama PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BRI). Ia mengaku tak pernah membayangkan menjadi orang nomor satu di perusahaan. Kiat khusus untuk mencapai karier cemerlang pun tak ada. Hanya nasihat orang tua yang menjadi bekal. “Saya ingat omongan orang tua saja. Kalau kita tekun dan kerja keras, kita akan muncul,” tuturnya.

Di bawah kepemimpinannya, Bank Bukopin terus berkiprah sesuai garis kebijakan para pendirinya. “Bank Bukopin memiliki misi untuk memberikan layanan yang terbaik bagi nasabah, berperan dalam pengembangan koperasi dan usaha kecil serta meningkatkan nilai tambah investasi pemegang saham dan kesejahteraan karyawan,” kata pria yang sempat bercita-cita jadi musisi ini, penuh keyakinan.

Sebagai seorang bankir, Glen dikenal reli­gius. Ia menjalani pekerjaannya sebagai sebuah ibadah. “Hidup itu kan ibadah. Tentu kita harus menjalankan pekerjaan kita dengan baik. Kalau sebagai bankir, ya kita tekuni profesi itu dengan baik,” ujarnya. Mensyukuri anugerah Tuhan, Glen pun berusaha mengembangkan bakatnya dengan menyanyi dan bermain musik di sela-sela kesibukannya. Sebab, katanya, “Keindahan itu bisa menyeimbangkan otak.”


Sifatnya yang lain adalah kehati-hatian dalam bicara Tapi, sikap itulah yang menjadi strategi banknya berkelit dalam kondisi ekonomi makro yang belum mengun­tungkan. Menurutnya, kehati-hatian sangat penting dalam memberi kredit. Sebab, kata suami Suri Gadih Ranti ini, “Dalam satu keranjang buah yang baik belum tentu semua baik. Dan, da­lam satu keranjang buah yang busuk belum tentu semua busuk. Jadi, pandai-pandai­lah memilih buah yang tidak busuk.”


***


Seperti apa gambaran umum kebijakan Anda di bidang pemberdayaan petani dan pertanian?

Tadi saya sampaikan, kalau bicara UKM dan koperasi, bisa pertanian, industri, atau perdagangan. Dari tiga komponen ini, sesungguhnya yang paling besar di pertanian dan perdagangan. Di pertanian, ada kredit ketahanan pangan. Ada kredit Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Sawit juga ada. Kalau bank swasta, masih ada di sawit, tanaman keras dan gampang. Tapi coba lihat singkong, mana ada. Kita alhamdulillah masih ada. Kredit singkong, pertanian, padi, jagung, tebu, kita ada.


Program pembiayaan pertanian juga masih ada?

Masih. Ini salah satu andalan kita. Bank lain, belum tentu ada. Kecuali bank pemerintah. Bank swasta mana? Geleng-geleng kepala mereka. Padahal bank itu makan juga kan. Oleh karena itu, kita adalah salah satu bank yang menyalurkan program pemerintah.


Berapa besaran dana yang dikucurkan untuk kredit ini?

Dana menjadi relatif. Orang kalau ngomong korporasi, bangun mall satu orang, itu bisa besar. Kalau petani, satu hektar berapa sih? Modal kerjanya cuma Rp 2,5 juta. Jadi, kalau saya ngomong dari aset kita yang Rp 34 triliun, nggak mungkin buat petani semua. Ha-ha-ha. Karena modal yang dibutuhkan petani kecil.


Tapi, kalau rata-rata kita explosure Bank Bukopin, konteks perdagangan maupun pertaniannya cukup besar juga. Kalau ngomong sebuah value produk, itu yang paling besar di perdagangan. Bikin padi, sehektar cuma Rp 2 juta, dengan jumlah produksi 4-5 ton. Per kilonya seharga Rp 2 ribu, jadi Rp 20 juta. Itu diperdagangkan lagi, sehingga lebih besar.


Untuk off farm dan on farm, bagaimana?

Kita kalau ngomong sektor pertanian, jangan bicara sekadar nanam. Harus off farm dan on farm-nya juga. Kalau bicara padi, mungkin sudah ratusan juta untuk on farm-nya. Tapi, manakala sudah jadi perdagangan beras, sudah jadi triliunan. Terbayang nggak. Saya ikut di tebu rakyat paling Rp 500 miliar. Karena per hektar cuma Rp 2,5 juta. Tapi, manakala sudah menjadi gula, omzetnya bisa mencapai Rp 2 triliun. Jadi, ini yang harus kita lihat. Kalau ditanya, berapa besarnya, ya besar. Kalau kita ngomong dalam konteks off farm dan on farm.


Jumlah dana dari tahun ke tahun, seberapa signifikan kenaikannya?

Rata-rata tahun kemarin cukup baik. Portofolio kita 40-60% itu untuk UKM, dari value change tadi. Komersil sekitar 20-30%, konsumer 10-20%. Kita jaga komposisi ini.


Program lain yang dampaknya signifikan dalam memberdayakan petani?

Kami membiayai kredit ketahanan pangan. Ada yang buat singkong, jagung, tebu, sawit. Kita main di situ. Dalam konteks pertanian, saya mendirikan lembaga Swamitra. Itu bayangkan, ide itu sederhana, untuk mereka yang visible, tapi tidak bankable. Karena, petani susah datang ke bank. Nah, mereka kita kumpulkan, ikut koperasi simpan pinjam.


Tapi, bukankah program ini juga menganut sistem bunga yang cukup memberatkan petani?

Bila berdiri, kita masuk ke situ sebagai asistensi. Kita mentraining, memberikan sistem, prosedur, teknologi, kepada lembaga ini. Ini disalurkan lagi kepada para petani. Memang kelihatannya bunganya tinggi. Tapi, namanya koperasi, begitu untung, kembali lagi ke anggota. Itulah yang kita lakukan, dengan maksimal pinjaman bisa mencapai Rp 50 juta.


Rencana dan target tahun ini?

Tahun ini, hampir semua sektor berkembang hati-hati. Memang semua lagi ada problem. Sehingga tidak terlalu banyak mematok target. Paling tidak pertumbuhan 10%-15% itu sudah bagus. Tapi, optimis, omzet kita tumbuh terus. Justru manakala krisis ini, kita harus optimis. Kembali berbuat sesuatu dengan tingkat keyakinan yang tinggi, dan staf yang valid. Yakin saja.


Sebagai bankir yang dikenal sebagai sahabat petani, apakah Anda akan meneruskan kebijakan ini?

Bisa dikatakan dari sisi kebijakan akan terus, karena Bank Bukopin merupakan bank swasta yang menyelenggarakan event-event pembinaan pada petani. Bank Bukopin dekat dengan petani, jadi saya dibawa-bawa. Alhamdulillah, kan lebih jadi sahabat daripada musuh. Petani itu unik, lucu, dan susah dipegang. Membiayai petani itu jangan dikira untung. Mereka kadang kreditnya jalan, tapi waktu pengembalian nggak mau.


Ada jaminan misi ini tetap jalan, siapapun pemimpin nasional nanti yang terpilih?

Insya Allah. Bahkan saya sudah melangkah terus. Saya lagi diskusi dan mencoba untuk membuat sebuah row model yang lebih applicable lagi. Saya ajak profesional, sebagai petugas penyuluh lapangan (PPL). Saya rekrut insinyur pertanian, saya ajarkan bisnis. Saya ajak tokoh masyarakat juga, saya biayai. Saya sudah coba. Tahun ini berjalanan hampir 20 hektar, di Jawa Barat. Row model seperti ini yang akan dikembangkan. Kalau sukses, saya masuk ke sana, saya biayai lagi. Mudah-mudahan tahun ini sukses.

Tidak ada komentar: