Kamis, Agustus 06, 2009

Urgensi Revitalisasi Penggilingan Padi

Unggul dalam kuantitas, tapi tak berdaya dalam hal kualitas. Begitulah gambaran Penggilingan Padi di Indonesia. Formula yang digunakan pun berpengaruh terhadap produktivitas perberasan setiap tahun. Inilah urgensi revitalisasi digalakkan.

Tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap beras, tergolong cukup tinggi sampai saat ini. Secara nasional, jumlah konsumsi setiap orangnya mencapai 139 kilogram setiap tahunnya atau sama dengan tingkat konsumsi di Jepang pada 1942. Dengan demikian, untuk mencukupi kebutuhan beras tingkat nasional, dibutuhkan setidaknya 33 juta ton per tahun.


Guna memenuhi pasokan beras, pemerintah menggenjot produksi padi maupun gabah. Namun, memfokuskan diri pada produksi panen ternyata tidak cukup. Pemerintah juga dituntut untuk mengatur soal kegiatan maupun kualitas formula penggilingan padi (PP) yang beredar di masyarakat. Karenanya, dibutuhkan sebuah kebijakan yang menyeluruh seputar panen dan pasca panen agar produktivitas perberasan nasional terus meningkat.


Gagasan soal peningkatan formula PP tidaklah mengada-ada. Menurut Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPAD), M. Nur Gaybita, setiap tahunnya beras yang terhilang atau terbuang akibat tercampur sekam saat proses penggilingan padi mencapai sekitar 3 persen dari 58 juta ton beras.


Akibat rendahnya kinerja mesin, lanjutnya, setidaknya 1,2 juta ton beras dimungkinkan lenyap selama proses penggilingan dan berkumpul dalam bentuk sekam. ”Kalau dihitung, nilai beras yang terbuang saat proses penggilingan ini mencapai sekitar Rp 6 triliun per tahun. Ini sungguh memprihatinkan,” katanya.


Menurut data yang dimiliki PERPADI, jumlah PP di Indonesia saat ini mencapai 108.000 unit. Sekitar 80.000 unit merupakan Penggilingan Padi Kecil (PPK). PPK ini umumnya memiliki konfigurasi mesin yang kurang memenuhi standar. Sistem kerjanya one pass (70%), terlebih lagi saat ini berkembang penggilingan mobile dengan sistem kerja one pass. Rendemen pun tergolong rendah (60%), dan tingkat broken-nya cukup tinggi (di atas 30%)


Sebagian besar PP, tepatnya sekitar 90.000 unit tidak mempunyai dryer sehingga sekitar 35 juta ton gabah tidak dapat dikeringkan dengan baik. Dampak yang lebih buruk, harga gabahnya turun Rp 200 per kilogram, sehingga menyebabkan kerugian Rp 7 triliun per tahun. ”Belum lagi banyak pengelola PP yang kurang memperhatikan sistem formula di pabrik PP, sehingga banyak beras terbuang karena bercampur sekam,” tuturnya, menambahkan.


Untuk itu, ia menghimbau seluruh pengelola PP untuk meningkatkan standar mutu PP guna meningkatkan kualitas produksi beras. ”Mesin pengolahan penggilingan gabah memiliki peranan penting dalam tercapainya perbaikan kualitas dan peningkatan produktivitas beras di masa mendatang,” katanya.


Kualitas mesin penggilingan padi, lanjutnya, akan menentukan produktivitas beras yang dihasilkan, dan berpengaruh pada program ketahanan pangan yang digalakkan pemerintah. Mesin berkualitas akan menghasilkan rendemen dan mutu beras sebanyak 3 persen lebih besar daripada mesin penggilingan bermutu rendah. “Inilah yang saya harapkan kepada anggota Perpadi di lapangan untuk lakukan perbaikan agar produksi jangan hilang,” tegasnya.


Mesin berkualitas akan menghasilkan rendemen dan mutu beras sebanyak tiga persen lebih besar daripada mesin penggilingan bermutu rendah. Karena itu, dianjurkan agar perusahaan penggilingan padi secara nasional untuk memperbaiki mesin penggilingannya, agar produksi tidak hilang secara percuma.


Jumlah PP tumbuh dengan pesat di Indonesia. Hingga kini keberadaan PP sudah mencapai 110.000 unit, baik yang masih berjalan maupun yang sudah tidak berjalan, dan memproses sebanyak 508 ton juta gabah rata-rata dalam musim panen. Bandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, hanya memiliki 130 pabrik dan mampu menghasilkan beras sekitar satu juta ton.


Dengan kata lain, secara kuantitas, penggilingan padi yang kita miliki memang membanggakan. Tapi, soal kualitas, tunggu dulu. Kita bahkan cenderung memiliki kelebihan pabrik. Janganlah ada lagi yang membuat pabrik PP.


Untuk itu, Gaybita mengingatkan seluruh pengelola penggilingan padi di Indonesia agar memperbaiki formula penggilingan padi ini. ”Kita minta semua pabrik penggilingan memperbaiki kualitas formula, sehingga tidak terjadi lagi kehilangan beras akibat tercampur sekam,” ujarnya. Betul.


***


Maksimalkan Produksi dengan Teknologi


Penggilingan padi yang banyak beredar dan berkembang di masyarakat tergolong penggilingan kategori kecil. Hasilnya, tingkat output dan kerusakannya pun relatif tinggi. Saatnya sarana dan teknologi mesinnya direvitalisasi.

Formula Penggilingan Padi (PP) ternyata memiliki dampak yang signifikan dalam proses penggilingan padi yang menghasilkan beras yang dipasarkan pada saat sekarang. Beras yang beredar cukup beragam sesuai dengan kualitas yang dihasilkan pada budidaya atau akibat proses penggilingan padi.


Sebanyak 88.000 unit atau 80% dari total penggilingan padi yang ada sekarang dapat dikategorikan dari formula rendah. Tidak mengherankan jika kualitas yang dihasilkan cukup rendah, dengan rendemen rata-rata 60%. Masyarakat pun mengalami kehilangan sebesar 5% dengan jumlah beras mencapai 1 juta ton broken bisa di atas 20 % per tahun.


Seiring dengan upaya memperbesar tingkat rendemen dan memperkecil kerusakan dalam proses penggilingan, PP kategori kecil yang memiliki empat formula ini harus ditingkatkan. Misalnya, merubah formula dengan menambahkan polisher sehingga menjadi dua unit. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan rendemen agar mencapai 65 persen.


Dalam penggunaan PP kategori sedang, kerusakan beras yang dihasilkan relatif lebih rendah dibandingkan dengan penggilingan kategori kecil. Sekilas memang terdapat peningkatan kualifikasi maupun kemampuan penggilingan jenis ini. Untuk PP kategori sedang, termasuk di dalamnya Rice Milling Unit (RMU), begitu menentukan kualitas beras. Dan, kerusakan beras yang dihasilkan oleh penggilingan padi kategori sedang juga relatif lebih rendah dibandingkan dengan PP untuk kategori kecil.


PP kategori sedang memiliki dua formula. Pertama, formula yang menghasilkan beras dengan rendemen mencapai 65% dan menghasilkan broken maksimum 20%, yang kemudian disebut PP Formula 1. Kedua, formula yang menghasilkan beras dengan rendemen 65% dan broken maksimum 15%, yang kemudian disebut PP Formula 2.


PP Formula 1 pada umumnya memiliki satu unit husker, satu unit separator (ayakan beras pecah kulit), dan dua unit polisher. Untuk lebih jelasnya mengenai PP Formula 1 bisa dilihat pada gambar 1. Sedangkan PP Formula 2 memiliki satu unit husker, satu unit separator, dan minimal tiga unit polisher (lihat gambar 2). Dan, pada umumnya PP kategori sedang ini mampu menghasilkan 1,5-2 ton beras per jam.


Khusus kepada pemilik PP Formula 1 dianjurkan untuk menambah satu atau dua unit polisher lagi agar rendemen lebih besar dan broken bisa ditekan. Dan, baik bagi pemilik PP Formula 1 maupun PP Formula 2 disarankan untuk menambah satu unit stoner (penyortir batu/kerikil) dan greder (menyortir broken) agar kualitas beras yang dihasilkan dapat diatur sesuai dengan permintaan pasar.


Tidak hanya bersandar pada proses penanaman atau pra produksi, kualitas maupun kuantitas beras juga ditentukan oleh alat penggilingan padi yang digunakan. Makin tinggi level penggilingan, makin bagus pula tingkat kualitas. Sebaliknya, makin rendah pula tingkat kerusakan produksinya.


Salah satu PP yang memiliki formula yang lebih baik adalah level tiga ini yang tergolong PP besar. Kini, banyak beredar dan berkembang di masyarakat. Penggilingan jenis ini telah temasuk memproses gabah menjadi beras dengan menentukan ragam beras berikut kualitasnya. Hasilnya, tingkat output dan kerusakannya relatif rendah dibandingkan dengan penggilingan kategori kecil maupun sedang atau menengah.


Formula pada PP besar pada umumnya mempunyai 1 husker, 1 separator (ayakan beras pecah kulit modern), 3 atau 4 polish, 1 water polish, 1 greder, serta timbangan digital. Pada umumnya kapasitas pabrik pada Vol. 3 ini dapat memproses beras hingga mencapai 3 sampai 5 ton per jam. PP besar pada umumnya mempunyai dryer, baik dari bahan bakar BBM atau dari bahan bakar sekam, dan juga mempunyai lantai jemur.


Agar menghasilkan kualitas yang lebih optimal, diperlukan tambahan alat silo kecil yang dapat dibuat dari kayu papan sebanyak minimal dua unit dengan isi lebih kurang 30 ton beras pecah kulit. Langkah ini dilakukan agar beras pecah kulit didinginkan terlebih dahulu selama satu malam.


Pembinaan dan penyuluhan tentang perbaikan konfigurasi mesin PP senantiasa diperlukan. Untuk memaksimal rendemen dan keuntungan, para pengelola memang harus memperhatikan sistem formula, agar beras tidak terbuang percuma karena bercampur sekam.


Untuk itu, kita senantiasa terus mengingatkan seluruh pengelola penggilingan padi di Indonesia agar memperbaiki formula penggilingan padi ini. Kita berharap, semua pabrik penggilingan memperbaiki kualitas formula, sehingga produksi perberasan nasional makin optimal dan sesuai target yang direncanakan.


***

Mengatur Tata Kelola dan Regulasi

Pengelolaan Penggilingan Padi mutlak ditingkatkan dari waktu ke waktu. Demikian halnya dengan regulasi yang mengaturnya. Revitalisasi dua bidang ini diyakini makin menyempurnakan kegiatan PP menjadi lebih efektif dan berdaya saing.

Dari sisi manajemen maupun pengelolaan, revitalisasi dapat diawali dengan mengatur prosedur dan sistem kerja, pembukuan, dan pemasaran. Prosedur kerja “bersih” akan membuat produkstivitas kerja meningkat. Oleh karena itu, pembersihan alat dan tempat kerja harus dilakukan setiap kali selesai kerja dan menjadikan prosedur kerja ini sebagai kegiatan tetap dan rutin.


Penggunaan alat yang dapat mengukur kapasitas dan hasil kerja juga mutlak diperlukan. Begitu juga dengan pembuatan target output kerja sesuai dengan kapasitas alat, agar hasil kerja dapat dievaluasi. Di samping itu, manajemen stok dan administrasi yang rapi serta pencatatan yang baik dan rapi akan mempermudah kerja dan pengawasan kerja.


Sistem kerja menggunakan prosedur kerja yang disiplin hendaknya mematuhi standard operating prosedure (SOP), mulai dari hal-hal yang sederhana sekalipun. Penggunaan baju kerja dan masker merupakan salah satu SOP kerja di penggilingan. Demikian halnya dengan penggunaan peralatan yang dapat meningkatkan efisien kerja dan biaya, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan daya saing usaha.


Selain menata manajemen, kebijakan, regulasi, dan operasional PP, juga senantiasa diperlukan. Salah satunya adalah perlunya peraturan untuk mengendalikan pertumbuhan PP. Sebab, total PP seluruh Indonesia telah mencapai 110.000 unit. Ini cenderung berlebihan, karena yang paling wajar dengan produksi sekarang cukup sekitar 20.000 unit saja.


“Kita kelebihan pabrik, janganlah ada lagi yang membuat pabrik PP,” kata M. Nur Gaybita. Banyaknya jumlah pabrik penggilingan ini, lanjutnya, memperparah tingkat kerusakan beras, baik di daerah maupun secara nasional. Apalagi, lanjutnya, hasil penggilingan padi tidak seratus persen menjadi beras. Hanya 70 persen yang menjadi beras, 30 persennya masih bercampur gabah.


Di beberapa daerah, perizinan dalam mendirikan PP baru mulai dipersulit. Begitu juga dengan penempatan atau relokasi pendirian PP yang tak lagi bisa dilakukan secara sembarangan. Agar tidak terjadi perebutan lokasi strategis untuk pabrik penggilingan padi, diaturlah soal penempatan. Misalnya, dalam radius 1000 hektare hanya ada tiga penggilingan, agar pabrik itu bisa hidup.


Selain membantu PP untuk mendapatkan permodalan, pemerintah juga mengatur pola pembinaan agar PP dapat melakukan kerjasama dari hulu sampai hilir. Kemitraan antara PP besar dengan PP kecil, PP dengan petani sekitarnya masih belum terlaksana dengan maksimal, kalaupun ada masih sedikit. Kemitraan PP dengan perbankan masih sangat sedikit.


Selain itu, perlu juga dikembangkan pola kemitraan hulu sampai hilir dalam kegiatan perberasan agar tercipta sebuah kerjasama yang saling menguntungkan. Sistem yang berkaitan dari simpul hulu sampai simpul hilir dalam membangun pertanian padi yang tangguh sangat diperlukan pola penanganan dan pembinaan secara terpadu yang saling menguntungkan.


Kemitraan ini memungkinkan petani, bandar pengumpul (Gapoktan), dan PP hanya memproses sampai pecah kulit (brown rice). Selanjutnya, PP bekerja sama dengan Rice Milling Polish (RMP), untuk kemudian RMP memperoses beras pecah kulit tersebut menjadi beras berkualitas dan bermitra dengan pedagang beras.


Kegiatan dalam pola tersebut tidak hanya akan terfokus, tetapi juga akan berkelanjutan, efisien, memiliki daya saing, nilai tambah, dan saling menguntungkan di antara berbagai pihak. Untuk menunjang hal tersebut, bantuan pemerintah berupa pendampingan atau penyuluhan akan lebih terarah dan mudah melaksanakannya dari simpul hulu sampai simpul mudik yang paling akhir.


Bantuan pemerintah juga dapat berupa subsidi pupuk dan benih. Selain itu, pemerintah dapat menyalurkan kredit perbankan yang tepat sasaran, mudah dikontrol, dan mempunyai dampak yang positif dalam peningkatan produksi padi. Dengan demikian, kegiatan perberasan ini betul-betul menguntungkan banyak pihak, mulai dari petani, PP, pedagang, maupun konsumen.


Selain itu, disarankan supaya dibangun dan dikembangkan pola kemitraan yang kuat dari simpul hulu sampai simpul hilir dalam kegiatan dunia perberasan, yakni kemitraan yang berkesinambungan dan terfokus antara petani dengan bandar pengumpul (Gapoktan), Bandar Pengumpul dengan PP hanya memproses gabah menjadi beras Pecah Kulit (PK). Sedangkan PP PK dengan Rice Milling Polish (RMP) memproses beras PK menjadi beras berkualitas sesuai dengan permintaan konsumen. Dengan demikian, tercipta kegiatan dalam dunia perberasan yang saling menguntungkan semua pihak yang terkait.


Di atas semua itu, untuk menunjang pola kemitraan dan kegiatan tersebut, diperlukan perhatian dan bantuan dari pemerintah secara serius dan terfokus. Perhatian atau bantuan tersebut terutama dalam bentuk pembiayaan baik dalam bentuk pinjaman atau hibah maupun pendampingan atau penyuluhan yang lebih terarah dari simpul hulu sampai simpul hilir. Hal ini pada akhirnya bisa lebih memudahkan dalam rangka mengembangkan dan mewujudkan beras berlabel yang berkualitas.



Tidak ada komentar: