Kamis, Agustus 06, 2009

Mendongkrak Swasembada Pangan dengan Mekanisasi

Tak ada swasembada pangan tanpa diterapkannya mekanisasi dalam aktivitas pertanian kita. Begitu seruan banyak kalangan terkait pentingnya penggunaan alat-alat modern di lahan sawah. Apa dan bagaimana program mekanisasi ini berkembang di Indonesia?


Dengan penuh daya tarik, Sofian Tjandera, pemrakarsa Indonesia Pertanian Center atau disebut dengan I-PC mempresentasikan soal kegiatan mekanisasi pertanian yang dilakukan sejumlah negara maju. Presentasi yang juga disertai gambar bergerak di hadapan peserta Rapat Kerja Nasional Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), itu kontan mendapat animo dari para peserta yang datang dari berbagai wilayah di Indonesia.


Dalam presentasi ditampakkan bagaimana petani Malaysia, Thailand, Vietnam, dan sejumlah negara tetangga menggarap lahannya dengan mengandalkan alat-alat modern yang praktis dan efisien. Tampak pula bagaimana hasil-hasil pertanian yang diperoleh dari mekanisasi tersebut yang mampu mendongkrak kesejahteraan dan pendapatan masyarakat setempat.


Saat sesi tanya jawab, seorang peserta dari Bali, dengan penuh semangat menyampaikan soalan yang agak miris. ”Kapan negeri kita bisa seperti itu?,” katanya dengan wajah penasaran. Nada penuh semangat dan harapan akan masa depan pertanian saling bersahutan di antara peserta, bercampur baur dengan sikap sinis dan prihatin atas pembangunan pertanian yang belum beranjak jauh.


Bagaimana perkembangan dan prospek teknologi atau mekanisasi pertanian di Indonesia? Kalangan awam menyatakan, teknologi pertanian sering dipahami sebagai penggunaan mesin-mesin pertanian lapang (mechanization) pada proses produksi pertanian, bahkan sering dipandang sebagai traktorisasi. Pemahaman seperti itu, menurut sejumlah pihak, dapat dimaklumi karena introduksi teknologi di bidang pertanian ketika itu diawali dengan gerakan mekanisasi pertanian untuk memacu produksi pangan terutama dengan penerapan traktor pada kegiatan pertanian.


Mekanisasi pertanian diartikan sebagai pengenalan dan penggunaan dari setiap bantuan yang bersifat mekanis untuk melangsungkan operasi pertanian. Bantuan yang bersifat mekanis tersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin, air, dan sumber energi lainnya. Secara umum mekanisasi pertanian dapat juga diartikan sebagi penerapan ilmu teknik untuk mengembangkan, mengorganisasi, dan mengendalikan operasi di dalam produksi pertanian. Ruang lingkup mekanisai pertanian juga berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan modernisasi pertanian.


Terkait soal fungsi, berbagai kalangan mengakui bahwa mekanisasi pertanian ini bertujuan untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja, meningkatkan produktifitas lahan, dan menurunkan ongkos produksi. Penggunaan alat dan mesin pada proses produksi dimaksudkan untuk meningkatkan efesiensi, efektifitas, produktifitas, kualitas hasil, dan megurangi beban kerja petani. Oleh karena itu, agar pemanfaatan potensi lahan yang tersedia tersebut dapat optimal, perlu didukung oleh sistem mekanisasi pertanian yang baik.


RAGAM MEKANISASI: Dengan mekanisasi, sejatinya pekerjaan petani menjadi lebih efektif dan efisien. Sebagai contoh, petani memerlukan waktu 100 hari dan biaya Rp5 juta untuk mengolah sawah seluas 3 ha dengan cara konvensial. Bandingkan pengolahannya dengan menggunakan traktor. Hanya membutuhkan 10 jam kerja, dan biaya Rp195.000, lahan sawah selesai digarap. Singkatnya waktu pengolahan karena mekanisasi, dalam hal ini menggunakan traktor.


Keberadaan traktor sangat membantu tugas-tugas petani dalam menggarap lahannya. Selain untuk pengangkutan hasil pertanian, traktor itu bermanfaat untuk mensurvei kebun dan mengangkut pupuk serta bibit. Sebagai contoh, traktor serbaguna yang biasa dipakai adalah Massey Ferguson seri MF 400's yang terdiri atas beberapa tipe seperti MF 415 untuk mengangkut hasil panen berdaya 46 hp; MF 440, 82 hp. Dengan bak pengangkut 3,25 m x 1,8 m, MF 440 mampu mengangkut beban 4 ton. Traktor itu bersistem hidrolik sehingga pemindahan TBS dari bak ke lokasi pengolahan sangat cepat. Sebab, bagian depan bak terangkat dan miring. Pada posisi itu TBS kelapa sawit cepat keluar bak.


Selain traktor, alat lain yang mendukung keberhasilan beragribisnis adalah all terrain vehicle (ATV) alias kendaraan lapangan. Grizzly seri 700 keluaran Yamaha, salah satu contoh. Alat itu mampu bergerak lincah di sela-sela tanaman kelapa sawit berjarak tanam 9 m x 9 m lantaran bertubuh ramping, berukuran 2 m x 1,2 m. Bobotnya cuma 274 kg makanya leluasa berjalan tanpa takut merusak infrastruktur jalan.


Soal bahan bahan bakar traktor itu sangat irit, 2,5 liter per jam, meski di jalan yang berat berkemiringan 25o dan beban 300 kg. Dalam kondisi jalan rata, Grizzly hanya menghabiskan bensin 2 liter per jam dan beban 500 kg. Karena dirancang untuk transportasi lahan, Grizzly dengan sistem penggerak 4 roda sangat mudah dikendarai.


TERHAMBAT: Soal tujuan dan fungsi mekanisasi, semua kalangan tampaknya memiliki satu kata. Namun, di tingkat implementasi, menurut data yang ada, mekanisasi pertanian di Indonesia selama ini relatif lamban. Hal ini disebabkan oleh skala kepemilikan lahan yang relatif kecil, relatif rendahnya insentif harga produk pertanian olahan, dan melimpahnya tenaga kerja di sektor pertanian.


Dampak yang lebih jauh, penerapan teknologi mekanisasi pertanian seringkali mendapat tentangan dari masyarakat. Upaya mempercepat penerapan teknologi pertanian pun terhambat sejumlah kendala. Selain modal, masalah sosial dan budaya petani juga menjadi faktor penyebab masih minimnya penggunaan teknologi pertanian.

”Hingga sekarang hanya traktor yang sudah benar-benar masuk dan menjadi keseharian petani. Sementara alat-alat mesin pertanian (alsintan) lainnya masih minim digunakan petani," ujar Meksy Dianawati, konsultan teknik Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat, beberapa waktu lalu seperti dikutip Kompas.


Faktor modal, lanjutnya, diakui masih menjadi kendala bagi petani. Namun, masalah modal ini bisa diatasi dengan pemberian bantuan. Namun, terangnya, merubah perilaku dan kebiasaan petani inilah yang membutuhkan waktu lama. ”Faktor sosial budaya justru membuat proses introduksi teknologi pertanian lebih sulit dilakukan,” katanya.


Sebagai contoh, mesin perontok padi sudah berapa tahun dikenalkan, tapi sampai sekarang masih jarang digunakan. Padahal, penggunaan alat itu bisa menekan angka kehilangan. Dengan menggunakan alat perontok manual atau gebrotan, angka kehilangan gabah bisa mencapai 5 persen. Jumlah itu masih sering dianggap kecil oleh petani sehingga dibiarkan saja. Padahal, jika dilihat secara global, akan didapatkan angka yang fantastis.


Pada perkembangan awalnya penerapan teknologi mekanisasi pertanian di Indonesia mengalami hambatan dalam hal teknis, ekonomis, dan sosial. Penggunaan traktor sebagai salah satu teknologi mekanis mulai berkembang pesat mulai tahun 70-an. Traktor 2-roda yang pada tahun 1973 berjumlah 1.914 unit meningkat menjadi 53.867 unit pada tahun 1995, sementara itu traktor 4-roda hanya sedikit mengalami peningkatan dari dari 1.600 unit menjadi 6.124 unit.


KONTRIBUSI SWASTA: Dilihat dari besarnya kegiatan usaha pertanian dan besarnya kebutuhan akan pangan baik untuk konsumsi domestik maupun ekspor, dapat dikatakan bahwa perkembangan teknologi mekanisasi pertanian di Indonesia masih belum menggembirakan. Hal yang serupa terjadi terhadap perkembangan industri alat dan mesin pertanian (alsintan). Jika teknologi pertanian dianggap sebagai unsur penentu dalam upaya mencukupi ketersediaan bahan pangan dalam negeri saja, maka perkembangan teknologi alsintan tersebut masih sangat lambat.


Perkembangan mekanisasi pertanian tidak terlepas dari peranan industri alsintan swasta. Sebagian besar dari alsintan produksi beras sudah dapat diproduksi dalam negeri. Pelopor industri alsintan yang berhasil adalah yang berlokasi di Jawa Timur, Yogyakarta, dan Sumatera Barat. Bahkan saat ini ada perusahaan yang telah mampu mengekspor produknya ke 16 negara. Alsintan beserta suku cadangnya yang diekspor tersebut adalah traktor tangan, rice milling unit, rubber roll, dan pompa air.


Untuk mencapai pembangunan pertanian yang tangguh, efesien, dan modern memang membutuhkan dukungan dari teknologi pertanian yang cocok untuk petani kita. Jenis teknologi yang cocok tidak mesti harus yang mutakhir dan canggih, tetapi teknologi tersebut dapat diterapkan dan dikembangkan sendiri oleh masyarakat kita.


Terkadang kita tidak dapat menghindarkan dari proses alih teknologi. Namun demikian, dalam alih teknologi tersebut kita tidak boleh hanya mengadopsi teknologi secara mentah-mentah untuk langsung diterapkan pada masyarakat petani kita. Melainkan teknologi tersebut harus dipelajari, dimodifikasi, dikembangkan, dan selanjutnya baru diterapkan ke dalam sistem pertanian kita. Hal ini harus benar-benar dijadikan dasar pemikiran dalam kaitannya dengan alih teknologi, karena sistem pertanian di negara sumber teknologi mempunyai karakteristik yang berbeda dengan negara kita.


PERLU PROTEKSI: Sebelumnya, produsen komponen alsintan, khususnya roll karet, sempat mengeluhkan gempuran produk Cina yang tidak memenuhi standar. Produk itu dikhawatirkan akan membahayakan keamanan bahan pangan yang dihasilkan dari alsintan tersebut. Selain itu, pada satu sisi, produsen di dalam negeri terus tertekan akibat tidak harmonisnya tarif bea masuk (BM) antara bahan baku dengan produk jadi, sehingga harga produk lokal di dalam negeri pun sulit bersaing.


Guna meningkatkan kualitas produksi alsintan, Pemerintah melalui Departemen Perindustrian muali memokuskan pada pengembangan empat kelompok industri mesin yang dinilai sangat dibutuhkan di masa depan dan sampai saat ini produksinya belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Salah satunya, ya alsintan. Industri alsintan akan menjadi fokus karena kebutuhan alat pertanian akan tetap tinggi. Untuk itu, pemerintah terus berupaya untuk memperkuat struktur industri alsintan melalui pemberdayaan bengkel-bengkel di daerah.


Lebih dari itu, guna mengantisipasi serbuan alsintan dari luar, Pemerintah akan memproteksi alsintan dari serbuan impor asal Cina dengan mekanisme tarif dan tata niaga seiring dengan pertumbuhan industri yang terus melaju. Langkah perlindungan yang berbentuk kenaikan tarif bea masuk (BM) ini diberikan pemerintah dengan tujuan untuk memperkuat struktur industri permesinan nasional.

Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Departemen Perindustrian Ansari Bukhari mengatakan, Departemen Keuangan segera menaikkan tarif bea masuk (BM) produk Alsintan dari 0%-5% menjadi 7,5% untuk mengurangi volume impor Alsintan. ”Kalau dengan tarif itu volume impor mesin masih tinggi, dalam satu tahun ke depan pemerintah segera menaikkan kembali tarif BM produk alsintan secara proporsional," kata Ansari, seperti dikutip Suara Pembaruan.


Industri alsintan di dalam negeri, lanjutnya, memperlihatkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Dari tujuh subsektor industri permesinan seperti konstruksi baja, alat konstruksi, mesin proses, alat energi, penunjang, dan kelistrikan, hanya subsektor Alsintan yang mencatatkan tren pengembangan cukup positif, seiring dengan kebutuhan mesin pra dan pascapanen di sektor pertanian yang terus meningkat.


Kondisi ini dimanfaatkan industri Alsintan lokal untuk meningkatkan kinerja produksi, karena sejumlah komponen pendukung mesin-mesin pertanian telah dikuasai industri lokal. ”Basis produksi alsintan tersebar di Yogya, Jateng, Lampung, Malang, hingga Kalbar, dan telah diekspor ke sejumlah negara berkembang,” katanya, menambahkan.


Kendati demikian, lanjutnya, pertumbuhan industri Alsintan masih lambat karena tertekan produk impor. Sepanjang tiga tahun terakhir, perkembangan nilai produksi Alsintan dari industri dalam negeri naik sangat tipis. Tidak adanya proteksi pemerintah di sektor alsintan, menyebabkan pemodal asing enggan berinvestasi di sektor ini karena tidak menguntungkan, sementara penyerapan tenaga kerja tidak bertambah.


TETAP ADA PELUANG: Peluang pengembangan mekanisasi pertanian di Indonesia, diakui banyak pihak, masih terbuka lebar. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa di subsektor tanaman pangan, khususnya padi, dari alur aktivitas kegiatan usahatani padi mulai dari pengolahan lahan hingga penggilingan, hanya ada dua kegiatan yang penerapan mekanisasinya sudah mencapai 100 persen, yaitu pengendalian hama-penyakit dan penggilingan padi, sementara untuk kegiatan yang lainnya masih relatif rendah, bahkan untuk kegiatan tanam, penyiangan dan panen 100 persen masih menggunakan alat tradisional.


Dari hasil identifikasi dengan menggunakan metode “pohon industri”, menunjukkan bahwa prospek bisnis 17 komoditas unggulan sangat cerah untuk dikembangkan di Indonesia. Investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan ke 17 komoditas unggulan tersebut selama 5 tahun (2005-2010) mencapai Rp. 145,7 triliun. Sementara itu, kebutuhan investasi selama periode yang sama untuk sektor pertanian secara keseluruhan mencapai Rp. 183,1 triliun.


Pengembangan teknologi pertanian diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat kita umumnya dan petani khususnya. Dapat dipastikan bahwa jika teknologi pertanian yang cocok tersebut telah berhasil dikembangkan dan diterapkan di negara kita, maka ketahanan pangan atau swasembada pangan pasti akan tercapai sehingga kemandirian dalam hal ekonomi dan politik dapat kita wujudkan. ”Mekanisasi mutlak kita terapkan. Jika tidak, jangan bicara soal swasembada,” kata Ketua Umum Perpadi, M. Nur Gaybita.


Apabila hal tersebut benar-benar kita miliki, lanjutnya, maka dalam menghadapi era global nanti kita sudah punya bekal paling tidak ketahanan pangan dalam menghadapi beberapa goncangan. Dengan ketahanan pangan berarti bahaya kekurangan pangan atau kelaparan akibat tajamnya persaingan pada era global dapat dihindarkan. Pada akhirnya kita punya modal kemandirian minimal dalam satu aspek pangan dan beberapa aspek lainnya misalnya keutuhan bangsa dan semangat untuk berkompetesi demi kemajuan bangsa yang berdaulat dan bermartabat.


Boks 1

Kebijakan Sudah, Penerapan Belum

Tak ada yang menafikan posisi, kontribusi, kekuatan, serta peluang mekanisasi pertanian untuk memberikan dukungan bagi pembangunan pertanian di Indonesia. Namun, sampai saat ini status mekanisasi pertanian dalam menunjang pengembangan pertanian di Indonesia belum memadai. Karena itu, untuk menciptakan suatu sistem mekanisasi pertanian yang berkelanjutan, pemerintah mengeluarkan kebijakan, strategi, dan program yang pada intinya mengajak semua pihak yang terkait dengan mekanisasi pertanian memiliki hubungan yang erat dan masing-masing pihak dapat memperoleh manfaat dari keberadaan mekanisasi pertanian tersebut.


Sebagai supporting system, pemerintah mengakui, posisi mekanisasi pertanian harus kuat dalam menopang modernisasi, dan sekaligus memberdayakan dan memihak kepada petani yang lemah dalam posisi tawar. Kebijakan pengembangan mekanisasi pertanian ini diharapkan mampu menumbuhkan peningkatan produktivitas baik pada sumber daya lahan dan tenaga kerja, peningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, serta peningkatan mutu produk dengan nilai tambah tinggi sehingga produk pertanian berdaya memiliki daya saing.


Di samping itu, mekanisasi juga didorong dalam rangka bertumbuh-kembangnya industri alsintan dalam negeri secara efisien, dengan kualitas yang dapat diunggulkan, dan dapat dijangkau oleh petani, serta mendorong kemitraan antara industri besar, industri kecil pengrajin alsintan, sehingga terjadi harmonisasi dalam pendalaman industri yang saling menguatkan.


Pemerintah mengakui, hubungan antar lembaga yang terkait dengan mekanisasi pertanian di Indonesia masih renggang. Contohnya, antara petani dengan pemerintah, petani dengan produsen alsintan, maupun antara pemerintah dengan pihak swasta, khususnya dalam hal riset. Untuk itu, pemerintah melalui Deptan, menempuh strategi dengan tujuan ganda yaitu membangun industri pertanian di pedesaan dengan basis mekanisasi pertanian pada sentra produksi.


Setelah itu, kebijakan dan strategi ini tertuang dalam berbagai program. Program pengembangan mekanisasi pertanian ini dilaksanakan dalam satu sistem yang terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik. Program ini melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan pembangunan pertanian, dan bukan merupakan program dari Deptan atau sektor pertanian, tapi merupakan program nasional yang melibatkan sektor ekuin (pertanian, industri, perdagangan, infrastruktur, dan keuangan), pendidikan, dan pemerintahan daerah.


Kebijakan, strategi, dan program sudah ditetapkan pemerintah. Apakah program mekanisasi pertanian langsung tancap gas? Tidak juga. Susunan kebijakan hingga program ini hanya berjaya dalam tataran teks, namun tak menunjukkan apa-apa pada tahapan pelaksanaan. Sepertinya, pemerintah tetap mengandalkan partisipasi sekaligus dukungan untuk mencapai tujuan dan sasaran kebijakan pengembangan mekanisasi pertanian.


Dukungan itu antara lain berupa infrastruktur untuk mendukung revitalisasi pertanian, seperti pengembangan dan rehabilitasi jaringan irigasi dan sumber airnya, jalan dan jembatan untuk sarana transportasi alat dan mesin pertanian, serta produk pertanian. Demikian juga dengan teknologi mekanisasi dan produksi alat dan mesin pertanian yang diupayakan dari dalam negeri. Pemerintah tidak hanya mendukung pengembangan komoditas, namun juga mendorong tumbuhnya industri alat dan mesin dalam negeri.


Kemudahan akses perbankan untuk mendapatkan kredit alat dan mesin pertanian dan kredit bagi bengkel pembuat alsintan, menurut pemerintah, juga mutlak diperlukan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah penyuluhan kepada petani pengguna, operator, dan pengelola UPJA agar penggunaan alsintan secara teknis dan ekonomis menguntungkan, serta secara sosial tidak menimbulkan dampak negatif.


Boks 2

Saatnya Belajar dari Seberang

Melongok penerapan mekanisasi pertanian di negara-negara sahabat sungguh penuh inspirasi. Lihatlah Australia, misalnya. Secara keseluruhan mekanisme pertanian di Australia dikelola secara mekanisasi. Bahkan sinar laser digunakan sebagai petunjuk untuk meratakan tanah. Untuk menyebaran padi, pesawat digunakan sebagai media penyebarnya. Sedangkan, alat memotong dan menebah batang padi juga menggunakan mesin yang relatif modern. Pertanian di negara-negara juga mengandalkan mekanisasi apalagi lahan di sana sangat terbatas. Oleh karena itu, sistem pertanian di sana mengandalkan mesin-mesin berat seperti traktor, mesin pemotong dan mesin pemanen.


Tak jauh beda dengan Australia, begitulah Malaysia. Dengan sistem mekanisasi pertanian yang diterapkan, para petani di Malaysia tidak lebih sebagai manager dan mitra kerja bagi perusahaan Liong Eek Trading. Sebab, mereka tidak lagi mengerjakan sawah mereka sendiri, tapi pengerjaannya langsung dikerjakan oleh perusahaan bersangkutan. Kalau pengerjaannya dikerjakan oleh perusahaan, terus apa tugas petani di sana? Mereka hanya menjaga pengairan dan penanganan hama. Dengan tugas yang sangat terbatas itu, para petani dapat bekerja di bidang lainnya seperti pemeliharaan ternak, kebun holtikultura dan pekerjaan lainnya.


Untuk menjadi sebuah perusahaan pengelola pertanian padi, fasilitas yang dimiliki antara lain satu unit alat pengatur bibit dan arang sekam ke dalam kotak-kotak benih, dua unit alat penaam benih (alat trasplenter), kotak-kotak kecil berjumlah 120.000 unit untuk menaruh benih dalam kegiatan persemaian di areal 1,2 ha tersebut. Selain itu, empat unit traktor roda empat, dan tiga unit alat pemanen sekaligus perontok dan siap membersihkan gabah dari sampah dan hampa (combine harvester).


Setiap harinya, perusahaan ini mampu membuat persemaian sebanyak 6 ha. Persemaian padi dibuat dalam dua tahap. Masing-masing terdiri dari 120 ha, dengan kapasitas penanaman padi 6 ha peharinya, maka untuk satu tahap pengerjaan persemaian membutuhkan waktu sekitar 20 hari. Dengan demikian, hanya dalam kurun waktu 40 hari perusahaan ini telah mampu melakukan persemaian seluas 240 ha. Dalam satu tahun mereka dapat mengerjakan dua kali masa tanam dan dua kali pula panen.


Langkah yang menyebabkan pertanian di Jepang jauh meninggalkan Indonesia dalam jangka waktu yang sama adalah produktivitas pekerja. Yang utama dalam produkstivitas pekerja (petani) Jepang adalah terjadinya perbaikan yang esensial dalam praktik pertanian Jepang sesuai dengan produksi kecil yang efisien. Selain itu di Jepang produktivitas pekerja (petani) bukan hanya diperhitungkan per ha sawah, tetapi penggunaan tenaga kerja dimanfaatkan seefisien mungkin dengan menggunakan perhitungan yang baik.


Dalam pelaksaannya meliputi langkah nyata untuk meningkatkan akses kepada aset produktivitas berupa teknologi harus dimanfaatkan dan dikembangkan untuk tujuan yang lebih maju diantarnya pengolahan tanah, pemberian air, pemilihan bibit unggul, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, dan pemanenan secara bijaksana.


Begitulah. Berkaca pada pengalaman yang dimiliki sejumlah negara di atas, mekanisasi pertanian memberikan banyak manfaat tidak hanya bagi petani, tapi juga mampu meningkatkan produktivitas hasil-hasil pertanian. Karena itu, tak ada salahnya kita menjadikannya sebagai inspirasi baru. Betul?

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Apakah Anda perlu pinjaman tanpa jaminan untuk mendirikan sebuah bisnis atau pinjaman untuk renovasi dan banyak lagi, pencarian tidak lebih, kami adalah perusahaan yang sah dan pada tingkat bunga rendah dari 2% dan bersedia untuk meminjamkan jumlah yang Anda ingin meminjam dan membuat tahun ini yang berhasil untuk Anda. Mohon mengisi data pinjaman ini di bawah ini dan menghubungi kami melalui email perusahaan kami: gloryloanfirm@gmail.com.
Nama lengkap: _______________
Negara: __________________
Sex: ______________________
Umur: ______________________
Jumlah Pinjaman Dibutuhkan: _______
Durasi Pinjaman: ____________
Tujuan pinjaman: _____________
Nomor ponsel: ________

Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami sekarang melalui email: gloryloanfirm@gmail.com