Kamis, Januari 22, 2009

Yuddy Chrisnandi: Agenda Progresif untuk Kejayaan Petani

Kemiskinan, ketidakadilan, ketergantungan pada asing, kebodohan, dan korupsi merupakan sederet persoalan yang menghambat kemajuan bangsa in. Untuk itu dibutuhkan pemimpin yang memiliki energi ekstra, visi orisinal, kapasitas, serta keberanian. Tak hanya itu, kita pun butuh seorang pemimpin yang memiliki visi dan gagasan ke depan untuk membawa perubahan.

Berangkat dari pemikiran inilah Yuddy Chrisnandi terdorong untuk mencalonkan diri menjadi presiden dalam pemilu 2009. Berlandaskan visi perubahan dan agenda-agenda progresif pro kerakyatan, ia pun dengan gagah mendeklarasikan diri menjadi Capres. Dan, nyaris tak ada lagi yang mampu membendung kehendak Anggota DPR dari Fraksi Golkar ini untuk menjadi pesaing tokoh-tokoh lama. Motivasinya untuk meraih kekuasaan politik tertinggi di Tanah Air begitu kuat.

Dalam sekejap, pria kelahiran Bandung, 29 Mei 1968, ini pun menjadi magnet baru di kancah perpolitikan nasional. Ia menginspirasi kaum muda sebayanya untuk senantiasa meneruskan estafet kepemimpinan nasional dan mengantarkan bangsa ini berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya. Yuddy, panggilan akrabnya, pun menjadi energi baru sekaligus tokoh alternatif yang memungkinkan rakyat memiliki alternatif pilihan selain tokoh-tokoh lama.

"Visi dan misi ke depan ini yang tidak dimiliki sunset generation. Visi ke depan dan energi baru ini cuma dimiliki orang-orang muda,” kata anggota Komisi I DPR ini. Selain soal regenerasi, menurutnya, ada peluang sekaligus harapan masyarakat yang besar terhadap kehadiran tokoh muda sepertinya. Ia yakin, berdasarkan pemahaman dan pengalamannya di bidang eksekutif dan legislatif, mampu melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan padanya.

Sebagai representasi dari anak muda seusianya, ia menyakini dengan usia yang belum terlalu tua akan memiliki waktu dan tenaga untuk bisa mengatasi persoalan tersebut secara intensif dengan komitmen yang kuat. Menurutnya, persoalan kebangsaan yang kompleks tak hanya menuntut kekuatan fisik, tapi juga kekuatan gagasan, serta visi yang jauh ke depan. “Saya menyakini, orang-orang muda seperti saya adalah jawaban terhadap keinginan untuk menyelesaikan persoalan kebangsaan,” katanya kepada Qusyaini Hasan, Tri Aji, dan Safitri Agustina dari Majalah PADI.

Ditemui di ruang kerjanya di Ruang 1320 Lt. 13 Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, ia menjawab berbagai pertanyaan dengan lincah dan lugas. Tutur katanya terstruktur dengan tata bahasa yang teratur. Maklum, selain dikenal sebagai anggota legislatif yang kritis, ia juga seorang akademisi. Berikut petikan lengkapnya:

Kemandirian atau kedaulatan bangsa menjadi isu strategis belakangan ini. Apa solusi yang Anda tawarkan?
Menyangkut kemandirian bangsa, kemandirian di sini dapat diartikan semaksimal mungkin kita tidak tergantung pada pihak lain. Walau kita menyadari dalam era globalisasi, dalam tata dunia di mana satu negara dengan negara lain ada hubungan yang saling membutuhkan, namun hubungan yang saling membutuhkan tersebut tidak menjadikan negara kita tergantung pada belas kasihan negara lain. Bahkan bangsa kita tidak tergantung kepada keinginan negara lain.

Artinya kebutuhan-kebutuhan minimal, kebutuhan standar dan kebutuhan primer yag menjadi hak-hak dasar kepentingan rakyat harus dipenuhi negara. Apabila negara sudah mampu memenuhi kebutuhan tersebut, satu tahapan yang paling mendasar untuk mewujudkan sikap bangsa yang mandiri sudah kita miliki. Dengan demikian kita akan memiliki jati diri. Sikap independen itu diperlukan agar kita bisa berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dengan negara lain.

Menurut Anda, bidang apa saja yang semestinya kita tidak lagi bergantung pada orang lain?
Dalam konsepsi kemandirian yang paling utama adalah kemandirian di bidang pangan, energi, serta politik dan pertahanan. Kalau kita sudah memiliki tiga pilar kemandirian ini, kita akan menjadi negara yang kuat dan diperhitungkan bangsa lain. Jadi kalau kita memilih kemandirian di bidang pangan, otomatis kita tidak perlu lagi impor beras, jagung, gandum, dan segala macam. Akan ada implikasi secara ekonomi yang juga akan memperkuat sistem ketahanan ekonomi nasional, memperkuat sistem ketahanan pangan, memberikan nilai tambah dan kesejahteraan pada mereka yang bekerja di sektor pertanian.

Sebagian pihak menjadikan ketahanan pangan sebuah harga mati. Menurut Anda?
Kebutuhan kita untuk mewujudkan kemandirian Indonesia dengan memiliki ketahanan pangan nasional harus menjadi rencana strategis dari negara untuk segera mewujudkannya. Dan itu, dapat dilakukan. Kenapa? Indonesa negara agraris dan maritim, sehingga tidak ada kendala untuk mengembangkan sektor agraris andalan dan mengembangkan sektor kelautan dan perikanan. Kita sudah diberikan modal yang sangat besar dan tinggal bagaimana kita mengelolanya.

Ini persoalannya di tahap pengelolaan. Kalau kita kelola dengan baik, kita tidak perlu lagi makan dari pasar orang lain. Semua sudah tersedia dan ada di Indonesia, tinggal mau enggak kita mengelolanya dengan baik. Sebut saja pertanian, dari Sabang sampai Merauke, dari ujung timur sampai ujung barat, dari utara sampai selatan, kita mau nanam apa aja pasti bisa. Bahkan daerah paling kering sekalipun, pasti ada tanaman yang bisa ditanam di sana. Tinggal bagaimana kontur tanah, teksturnya, tingkat kelembaban udara pasti ada tanaman yang memiliki nilai produktivitas secara ekonomis yang bisa dimakan dan dikembangkan menjadi industri.

Anda ingin mengatakan, tidak ada alasan untuk tidak mewujudkan ketahanan pangan?
Modal dasarnya kita sudah punya. Tinggal bagaimana negara bisa membuat regulasi-regulasi yang mampu mendorong sektor ini untuk tumbuh, lalu ada insentif bagi mereka yang berinisiatif menggerakkan sektor ini. Harus ada perlindungan negara terhadap seluruh lahan-lahan agraria, harus ada terobosan-terobosan sehingga tidak satu jengkal tanah pun yang tidak dimanfaatkan bagi upaya memperkuat ketahanan pangan nasional.

Menurut pengamatan Anda, apa yang keliru dengan kebijakan di bidang pertanian selama ini?
Pertama, kita terlalu mengekor pada negara barat, sehingga kita melupakan modal dasar yang kita miliki. Kedua, kita merasa tertinggal kalau kita berputar ke agraria, kemudian kita ikut-ikutan mengembangkan industri high technology, yang sebenarnya mengurangi konsentrasi kita terhadap modal ekonomi mendasar yaitu pertanian dan kelautan. Ketiga, minimnya fokus dari para perencana negara dan pengambil keputusan untuk mengembangkan sektor unggulan yang kita miliki. Semua mau diunggulkan, dan terkesan semua berkompetisi. Harusnya dan skala perioritas.

Lalu, bagaimana dengan paradigma pembangunan pertanian selama ini?
Yang paling berbahaya adalah menyangkut paradigma pembangunan seperti apa. Paradigma pembangunan pro barat kapatilistik, neoliberalis, pro pasar, pro globalisasi, ya akan semakin terpuruk rencana dalam mewujudkan ketahanan pangan. Paradigma kembali ke tengah dan kiri, kiri artinya pro rakyat. Oleh karenanya kita tidak anti pasar, anti globalisasi, tidak anti kerjasama dunia, melainkan pro kerakyatan.

Dengan demikian paradigma akan semakin penting. Kalau paradigma bergeser ke rakyat, maka kebijakan pembangunan nasional akan disesuaikan. Menurut pandangan saya, selama ini sulit terwujud karena kita masih mengambang dan menggunakan paradigma yang mana. Kita cenderung menggunakan paradigma liberalisme, ekonomi pasar. Tetapi apa itu menguntungkan masyarakat yang tertinggal.

Karena itukah Anda menawarkan konsep neososialisme sebagai solusi?
Neososialisme bisa menjadi jawaban permasalahan, di mana pemerintah bergerak dan mengambil keputusan berdasarkan keinginan rakyatnya. Dari sana rakyat akan menjadi subjek kedaulatan, pembangunan, dan pemerintahan Indonesia. Dalam hal pertanian, para petani dengan hasil-hasil pertaniannya akan lebih diutamakan dan diunggulkan, walaupun buah-buah asing masuk ke Indonesia. Selain mengangkat Indonesia karena produknya juga meningkatkan kesejahteraan petani lokal. Lewat neososialisme rakyat akan lebih merasakan keadilan.

Selain itu, lanjutnya, neososialisme harus dijalani oleh pemimpin yang berkualitas. Pemimpin harus fungsionaris dan mampu memposisikan dirinya dalam keadaan apapun. Harus memiliki wawasan jauh ke depan dan harus dapat melawan kemapanan yang ada sehingga dapat dekat dan merasakan keadaan rakyatnya. Tujuannya agar dapat menghapus kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, korupsi, dan meghilangkan ketergantungan kita dengan pihak asing.

***
Doktor di bidang ilmu politik ini tak tanggung-tanggung dengan pencalonannya sebagai Presiden. Selain menyiapkan calon pendampingnya di kursi pemerintahan, ia juga telah menyusun kabinet bayangan di bawah nama Kabinet Pembaharuan Indonesia, sebagai sebagai komitmen dan kesungguhan untuk maju menjadi calon presiden pada pemilihan umum 2009. ”Ini bentuk kesungguhan saya,” katanya sambil menambahkan, dengan bentukan ini diharapkan masyarakat memiliki gambaran pada program di masa depan.

Politisi yang mengundurkan diri dari bakal calon legislatif dari Partai Golkar ini nyaris tak mengakomodasikan tokoh lama dalam struktur pemerintahannya. Semuanya adalah tokoh muda yang berasal dari kalangan profesional, birokrasi, maupun aktivis. Tak mengherankan jika nada skeptis publik sempat muncul menanggapi susunan kabinetnya.

Namun, suami Velly Elfira ini tetap dengan pendiriannya. Ia mengatakan, struktur kepemimpinan yang diusungnya memiliki kompetensi dan telah memahami masalah bangsa. Dengan demikian, lanjutnya, tim ini memiliki energi lebih untuk mencari solusi yang tepat. ”Saya optimis bisa menyelesaikan masalah bangsa,” katanya dengan penuh keyakinan.

***

Selama berkunjung ke masyarakat, apa yang Anda tangkap dari aspirasi masyarakat?
Rakyat Indonesia sebagian besar rakyat yang religius, bisa menerima hidup apa adanya pada saat sistuasi tidak memungkinkan. Tapi saat mereka melihat ada situasi orang lain yang berlebihan, mereka pun bertanya tentang keadilan. Rakyat Indonesia mau prihatin bersama, ketika para pemimpin juga prihatian. Solidaritas sosial menjadi sangat penting, mereka mengharapkan pemimpin yang punya sensitivitas dan pemimpin yang bisa merasakan apa yang tengah mereka rasakan. Dan mereka memerlukan kehadiran pemipin yang bisa jadi panutan.

Kedua, pemenuhan kebutuhan pokok yang menjadi tiang kehidupan mereka sehari-hari khususnya makan. Mereka ingin mendapatkan minyak tanah dengan gampang. Kalau digantikan gas mereka berharap mendapatkan gas dengan mudah. Kalau negara saja tidak bisa memenuhi kebutuhan dan menyediakan kebutuhan pokok, bagamana rakyat untuk bisa bermimpi hidup makmur dan bergelimpahan. Paling sederhana saja urusan dapur saja negara tidak bisa menjamin posoakn gas dan minyak tanah. Mereka mengharapkan negara mampu kebutuhan dasar mereka yaitu pangan.

Begitu jugakah dengan kesehatan maupun pendidikan?
Aspirasi selanjutnya, mereka juga pengen hidup sehat. Artinya, Puskemas mesti ada minimal di beberapa desa atau dusun radius 5-10 km ada 1 Puskemas. Mereka ingin sehat, dengan sehat mereka bisa ke sawah, ke kebun, menarik becak atau ojek. Setelah sehat mereka ingin anak-anaknya bisa lebih baik dari orang tuanya. Mereka ingin bisa menyekolahkan anak-anaknya. Mereka ingin nasib anak-anaknya lebih baik dari orang tua mereka.

Jadi, sebetulnya tidak ada keinginan mereka untuk kaya, menjadi pejabat, atau sesuatu yang lebih. Tidak ada. Yang mereka inginkan adalah terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang mendasar saja. Sebetulnya ringan tugas negara. Ini masalah manajemen, pengelolaan, komitmen, keinginan, dan konsistensi upaya terus menerus untuk meningkatkan kualitas kehidupan rakyat.

Khusus di kalangan petani, kebijakan apa yang Anda tawarkan bagi mereka?
74% rakyat Indonesia tinggal di pedesaan dan pesisir pantai. Sisanya 26% di perkotaan dan pinggiran daerah di luar perkotaan. Orang miskin terbesar tinggalnya di pedesaan dan pesisir pantai. Keluarga rumah tangga miskin juga di pedesaan dan pesisir pantai. Orang yang tidak punya pekerjaan juga tinggal di pedesaan dan pesisir pantai, dan juga sebagian kecil masyaraat perkotaan. Mereka yang pembangunan relatif tertinggal oleh faslilitas-fasilitas modernisasi itu juga daerah pedesaan dan pesisir pantai.

Jadi kalau mau menyejahterakan rakyat, ingin mengurangi kemiskinan dan pengangguran, mulainya dari desa dan pesisir pantai. Dari berbagai profesi yang ada, profesi yang paling tidak sejahtera dan miskin adalah mereka yang berprofesi sebagai petani dan nelayan. Petaninya petani gurem yang rata-rata mereka mengelola sawah cuma 0,3 hektar, dan belum tentu sawahnya punya mereka. Jadi orang miskin itu ada di desa. Oleh karena itu tawaran kebijakan pro kerakyatan adalah yang mampu menggerakkan ekonomi pedesaan.

Misalnya?
Menghidupkan kembali KUD (Koperasi Unit Desa, Red.) di dalamnya ada menyediakan benih, obat-obatan tanaman, pupuk, pesistida, alat pertanian juga harus ada, plus kredit simpan pinjam. Dengan adanya KUD, permodalan petani akan dimudahkan. Tidak harus hutang sana sini, tapi untuk memulai produksi pada masa tanam tiba, negara sudah menyiapkan.
Lalu, pada saat menanam, petani juga perlu makan, tapi harus menunggu 3-4 bulan sampai padinya menguning. Mereka tidak boleh berhenti, harus ada sektor produktif lainnya. Program yang harus diluncurkan ke desa bukan seperti program BLT, PNPM Mandiri yang sifatnya birokratis. Tapi luncurkan satu program yang bisa menggerakkan ekonomi desa dengan membentuk badan usaha milik desa.

Persoalannya, mungkinkah ini bisa diwujudkan?
Kita memiliki kurang lebih 72.250 desa se Indonesia. Kalau setiap desa diberi modal dasar untuk membentuk badan usaha miliki desa sebesar Rp500 juta saja, itu angka yang diperlukan negara tidak sampai Rp40 trilun. Angkanya jauh lebih kecil dibandingkan yang dikorupsi oleh BLBI, KLBI. Angkanya jauh lebih kecil daripada tingkat kebocoran APBN yang diperkiran 30% dari APBN.

Dengan adanya Rp500 juta sebagai modal dasar badan usaha milik desa, rakyat di desa yang jumlahnya 1 desa 3000-4000 orang yang sebagian besar 80% petani, mereka bisa mengelola ternak kambing, sapi, ternak telur, pembudidayaan tanaman, dan sebagainya. Hal ini bisa menghidupkan ekonomi desa. Yang menganggur bisa bekerja, yang miskin ada harapan dapat penghasilan. Efek ekonominya pun bisa berantai. Pasar tradisional pun harus dikembangkan, sehingga lebih layak dan tidak becek.

Bagaimana dengan hasil-hasil pertanian?
Pemerintah memiliki kewajiban untuk membeli hasil pertanian pada saat kondisi surplus produksi, sehingga petani memiliki standar daya beli tertentu. Jangan sampai pada saat hasil bumi turun, seperti beras, gabah kering dibeli Rp3.000. Ketika surplus di mana-mana jangan dibeli di bawah Rp3.000. Penghasilan petani bisa turun. Sementara dia harus bayar sewa lahan, bayar pupuk, beli pestisida, modalnya habis. Lama-lama dia berpikir untuk apa bekerja di sektor pertanian.

Kalau ingin penghasilan rata-rata sebulan Rp1 juta, mending jadi buruh pabrik. Lambat laun sektor pertanian akan ditinggalkan oleh generasi selanjutnya, apabila tidak ada proteksi dari negara. Dan inilah yang terjadi sekarang. Karena itu, negara memiliki kewajiban melindungi hasil pertanian supaya harganya tidak jatuh, dan tidak menurunkan kemampuan daya beli dan kesejahteraan petani.

Menurut Anda, kebijakan di sektor pangan tidak hanya soal produksi, tapi juga kreativitas. Bisa dijelaskan?
Tidak semua negara bisa memproduksi beras. Karena itu, kebijakan di sektor pangan mencakup kreativitas-kreativitas, tidak hanya meningkatkan produksi tetapi juga menjamin kesinambungan orang mau untuk bekerja di sektor ini. Posisi petani dalam jangka panjang jadi posisi yang terhormat, diperhitungkan, dan menjanjikan. Tapi, yang terjadi, sekarang jumlah petani semakin menurun. Generasi baru tidak mau di sektor pertanian. Yang masih mau ke sawah adalah orang tua di usia 50-60 tahun. Hal ini karena tidak ada proteksi dari pemerintah yang berkesinambungan di sektor ini.

Sebagai tokoh muda, apa yang akan Anda perbuat agar generasi muda mau kembali ke sawah?
Negara harus punya komitmen yang kuat untuk melindungi sektor pertnaian. Negara juga harus memberikan insentif untuk mereka yang mau bekerja dan mengembangkan sektor ini. Harus ada daya dorong, harus ada motivasi. Selain itu, negara harus menempatkan sektor pertanian sebagai sektor andalan dan sektor unggulan, di mana orang-orang yang memiliki kompetensi di sektor ini lebih dihargai.

Artinya, insiyur pertanian lebih dihargai lagi. Karena mereka tidak dihargai banyak dari mereka yang lari ke wartawan, perbankan, dan sebagainya. Negara kenapa disebut ibu pertiwi, karena dia melindungi. Saat anak-anaknya masih dipapah, dia memberi susu, mengajari, dan memandikan. Itulah tugas negara. Jadi, ketika komitmen negara diyakini memiliki kekuatan untuk melindungi sektor pertanian, semua orang akan memiliki sense of belonging, dan muncul keinginan yang besar untuk terlibat di sektor itu.

Lalu, bagaimana gambaran petani kita masa depan menurut Anda?
Saya memimpikan kelak, para petani menggunakan alat-alat modern dalam mengelola lahannya. Pada 5-10 tahun mendatang, petani kita adalah petani yang sejahtera. Masyarakat desa tidak lagi kekurangan makan, mereka bisa menyekolahkan anaknya, bisa menabung sehingga meningkatan taraf hidupnya. Saya memimpikan petani kita datang pada saat ada temu wicara semisal dengan bupati, gubenur, presiden, mereka datang dengan pakaian yang baik, baju batik yang bersih dan rapi. Mereka bangga, bahkan dengan bangganya mereka berlomba-lomba menjelaskan tentang keberhasilan produski mereka.

Itulah bayangan tentang kehidupan petani dan pedasaan yang ideal bagi saya. Lingkungan alam terpelihara dengan baik, sawah-sawah mereka subur, mereka memiliki peralatan pertanian yang modern, memiliki gudang pengeringan dan penggilingan padi sendiri. Mereka punya pabrik penyedia pupuk kompos organik dan tidak tergantung lagi dengan datangnya pupuk kimia. Di sana juga punya kehidupan peternakan dari ayam, itik, kambing, atau sapi. Mereka punya tingkat atau taraf kemakmuran bukan sekadar bisa menyekolahkan anak dan menjaga kesehatan, tapi bisa tampil menjadi orang yang terhormat. Dan ini bisa dilakukan oleh pemimpin negara yang memiliki komitmen yang pro rakyat.

Biodata:
Nama lengkap: Yuddy Chrisnandi, Tempat, tanggal lahir: Bandung, 29 Mei 1968, Jabatan: Anggota DPR RI (Komisi I), Riwayat Pendidikan: SDN Panitran III Cirebon (1980), SMPN I Cirebon (1983), SMA Negeri 1 Cirebon (1986), S1 FE Univ. Padjajaran (1991), S2 Ilmu Ekonomi Univ. Indonesia (1997), S3 Ilmu Politik Univ. Indonesia (2001) Riwayat Pekerjaan: Bank Bukopin (1991-1992), Bank Bumidaya (1992-1994), Pengusaha-Dirut PT. KVA, PT. CPN (1997-2004), BPPN (1998-2000), Staf Ahli Kapolri (1998-2001), Anggota MPR RI (1998-1999), Staf Khusus Wapres (2001-2003), Dosen Fakultas Ekonomi Univ. Nasional, Dosen Program Pasca Sarjana Ilmu Politik Univ.Indonesia, Pengalaman Organisasi: DPP Golkar Departemen Hukum dan HAM, DPP Golkar Departemen Pemuda, Dewan Pakar KAHMI, Ketua Bidang Litbang Lemkari.

Tidak ada komentar: