MENGENDARAI motor memang begitu menyenangkan. Apalagi saat lalu lintas sedang padat-padatnya sehingga menimbulkan kemacetan yang menyebalkan. Dengan mengendarai motor, kemacetan dapat dihindari. Bentuk yang dinamis dan ukurannya yang kecil memungkinkan kendaraan roda dua ini dapat meliuk-liuk dan menyelip di antara belantara kendaraaan bermotor lainnya. Tentu, sang pengendara pun dapat tiba di tempat tujuan dengan lebih cepat.
Yang menjadi persoalan krusial, kelincahan dan kecepatan motor di jalanan seringkali membuat para pengendara bersikap seenaknya. Sikap yang seenaknya dan mau menang sendiri seringkali dipertontonkan di antara komunitas mereka sendiri. Hal inilah yang dapat menimbulkan kerugian, tidak saja kepada para pengguna jalan yang lain, tetapi juga kepada dirinya sendiri.
Sepeda motor pun menjelma seperti tunggangan yang liar. Bagaimana ia bertingkah laku amat tergantung pada pengemudinya. Namun, sebagaimana halnya binatang yang binal, ia lebih sulit dikendalikan dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Seorang rekan pernah menyimpulkan, “Bukan pengemudi sepeda motor yang membuat jalanan kacau, melainkan karakter sepeda motor itu sendiri.”
Coba kita simak bersama. Sepeda motor pada dasarnya mewarisi karakter kuda yang amat mudah melompat dari satu titik ke titik lain, walaupun ia harus melampaui ketinggian tertentu. Ia bisa naik ke trotoar, melintasi median jalan, naik ke jembatan penyeberangan orang, merampas hak para pejalan kaki, atau bahkan seenaknya mengebut di jalanan seraya berlawanan arah.
Sepeda motor juga memiliki keluwesan seperti halnya sepeda. Ia bisa masuk ke gang-gang yang amat sempit, menyelusup di antara mobil-mobil, bahkan melintas di bawah pintu rel kereta yang sedang tertutup. Di daerah-daerah terpencil, ia menjadi kendaraan serba guna yang bisa melintasi pematang sawah, menyeberangi sungai dangkal, dan masuk ke hutan-hutan.
Maka, adalah hal yang wajar kendaraa ini menjadi benar-benar tidak terkendali apabila jatuh di tangan pengemudi yang berdisiplin rendah. Kita sering menyaksikan kendaraan ini menyita semua lajur dan ruas jalan, bahkan lajur milik kendaraan atau pengemudi lain dari arah yang berlawanan. Sekali lagi, di tangan pengemudi yang tidak berdisiplin, sepeda motor tak mengenal budaya antre.
Di tangan anak-anak muda yang punya tenaga berlebih dan haus ekspresi, sepeda motor menjadi wahana penyaluran yang tepat. Dengan bobot yang ringan dan volume mesin yang kian besar, kecepatannya melampaui motor-motor besar para polisi. Dalam sekejap, anak-anak muda itu ''ngetrek'', adu kencang di lintasan pendek jalan raya. Tidak ada lagi peraturan, keselamatan, atau bahkan etika yang terlintas di benak mereka. Mereka sama sekali tidak takut dikejar polisi.
Fenomena ini dapat ditemui di berbagai daerah di tanah air. Di Bandung, dengan sepeda motor, anak-anak muda membentuk geng dan setiap akhir pekan berkonvoi. Mereka berbekal bendera geng, bahkan membawa samurai yang digoreskan ke badan jalan hingga tepercik api. Mereka akan mengusir siapa pun yang menghalangi konvoi. Tidak peduli apakah itu orang tua maupun polisi.
Drama di jalanan seperti ini ternyata tidak didominasi kaum muda. Ada juga orang tua di sana. Perilaku mereka juga tidak mau kalah ketika mengendarai kendaraan roda dua. Buktinya, rasanya tak terhitung keluhan di surat-surat pembaca tentang tingkah polah klub-klub motor besar milik para orang tua. Saat melintasi jalan-jalan raya di akhir pekan, motor-motor besar berharga ratusan juta rupiah itu berubah menjadi raja jalanan. Pengendara lain? Harap minggir dulu.
Begitulah sepeda motor. Dengan karakter dasarnya yang binal, ditambah dengan perilaku para pengemudi yang tak beretika dan mempertimbangkan keselamatan diri dan orang lain, motor tak hanya menjadi raja jalanan. Di berbagai pemberitaan, kita juga menyaksikan kendaraan ini berubah menjadi pencabut nyawa yang tak bertanggung jawab.
Pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas selanjutnya menjadi rentetan peristiwa yang tak bisa dielakkan lagi. Dalam catatan Kepolisian Daerah Metro Jaya, pada tahun 2007 lalu, pengendara sepeda motor menempati urutan teratas sebagai pelanggar lalu lintas. Saat jajaran Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya menggelar operasi Simpatik Jaya, sepanjang Maret 2007, tercatat pengendara motor sebagai pelanggar lalu lintas tertinggi dengan jumlah 10.903 pelanggar.
Di Balikpapan, Kalimantan Timur, hingga Oktober 2007 jumlah pelanggaran lalu lintas sebanyak 13.606. Dari data tersebut, pelanggaran terbanyak juga dilakukan oleh pengendara roda dua, yakni sebanyak 11.127, sedangkan pengendara roda empat sebanyak 2.477. Sebagian besar para pengendara tidak melengakapi surat-surat saat berkendara, seperti SIM dan STNK. Sedangkan jenis pelanggaran terbanyak kedua adalah pemakaian helm standar.
Dengan tingkat pelanggaran lalu lintas yang tinggi, tidaklah heran jika sepeda motor menempati peringkat satu dalam kecelakaan lalu lintas. Menurut catatan Direktorat Lalu Lintas Mabe Polri, sebanyak 36.000 orang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas sepanjang tahun 2006 lalu. Sebanyak 19.000 orang di antaranya berasal dari pengendara sepeda motor. Jumlah orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas ini diprediksi akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang jika tidak diatasi secara dini.
Kecelakaan lalu lintas yang kerap menimpa para pemakai sepeda motor di antaranya sering terjadi di ajang balapan liar. Atraksi mendebarkan seperti ini hampir bisa dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Kendati membahayakan keselamatan dan kerap dihadang razia, minat terhadap kegiatan yang melanggar peraturan lalu-lintas ini tidak pernah sepi. Siapa pun boleh ambil bagian dalam ajang balap amatiran di jalan raya.
Kita tentu prihatin dengan tingginya angka kecelakaan sepeda motor ini. Oleh karena itu, untuk memperkecil jatuhnya korban kecelakaan lalu lintas, diperlukan partisipasi dari banyak pihak. Mulai dari aparat kepolisian, pengendara, bahkan produsen sepeda motor itu sendiri. Kerja sama berbagai pihak ini difokuskan pada upaya meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap penegakan etika, keselamatan, dan kenyamanan dalam berkendara.
Tingginya angka kecelakaan di tanah air, membuat jajaran aparat kepolisian bekerja ekstrakeras menekan kasus kecelakaan yang dapat menelan korban jiwa. Berbagai regulasi peraturan yang berkaitan dengan tata cara berkendara, hingga program kampanye yang menekankan kepedulian terhadap keselamatan berkendara sudah dilakukan. Dalam kampanye, Polisi memperagakan berbagai atraksi penanggulangan kecelakaan, cara-cara berkendara yang baik, dan sosialisasi untuk memberikan wacana ke masyarakat soal pentingnya keselamatan.
Penyebab utama dari kecelakaan lalu lintas adalah kesalahan manusia atau human error. Masih banyak pengguna roda dua yang tidak menerapkan prinsip etika, disiplin, maupun pertimbangan keselamatan dalam berlalu lintas. Seringkali kita saksikan orang mengendarai motor tanpa mengenakan helm, memakai sandal jepit, motor tanpa spion, saling serobot, naik ke trotoar, dan sebagainya. Hal tersebut tentu bisa berakibat fatal, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Padahal, keselamatan berkendara atau safety riding seharusnya menjadi kebutuhan utama dan menjadi keharusan si pengendara, mengingat mengendarai sepeda motor memiliki risiko kecelakaan yang jauh lebih besar ketimbang kendaraaan lain.
Keselamatan berkendara juga tidak hanya terkait pada apa yang kita gunakan ketika berkendara, tapi juga berkaitan dengan etika berlalu lintas di jalanan. Ada hubungan yang jelas antara keselamatan mengendarai sepeda motor dengan mematuhi aturan lalu lintas. Masalah etika di jalan ini masih perlu disosialisasikan supaya kita tidak mendengar lagi kasus orang meninggal dunia karena menyerobot lampu merah dan memasuki jalur cepat yang bukan diperuntukkan bagi sepeda motor (contohnya jalur busway), tertabrak karena melewati garis putih, menabrak pejalan kaki karena menyerobot trotoar, adu mulut dengan pengendara roda empat karena bersenggolan, dan sebagainya.
Oleh karena itu, kita harus mengedepankan sikap saling menghargai kepada sesama pengguna jalan. Diperlukan etika berkendara yang tujuannya bukan hanya untuk menghormati, menghargai, dan menjaga keselamatan orang lain, namun juga untuk menghindarkan kecelakaan dan menjaga keselamatan diri pengendara itu sendiri.
Selain faktor diri sendiri, kecelakaaan bisa menimpa siapa saja karena kondisi sepeda motor, kondisi lingkungan, dan cara mengendarai. Faktor yang datang dari diri sendiri berkaitan erat dengan kondisi fisik dan mental. Banyak kasus kecelakaan terjadi ketika kondisi fisik sedang capai, mengantuk, atau kondisi kesehatan yang kurang fit. Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya kita tidak memaksakan diri mengendarai motor.
Kita juga sering melihat berbagai rambu/tanda yang memberikan informasi tentang kondisi lingkungan sekitar kita yang berkaitan dengan lalu lintas kendaraan. Kita juga mengenal keharusan service rutin untuk kendaraan kita guna mempertahankan kondisi terbaik kendaraan kita. Hal ini dimaksudkan agar keselamatan di jalanan senantiasa menjadi perhatian utama kita daripada tempat yang kita tuju.
Bentuk sepeda motor yang ramping, secara psikologis membuat pengemudi merasa bebas atau ingin leluasa menggerakkannya ke mana saja. Jika kendaraan roda empat dibatasi oleh bilik tertutup, sepeda motor langsung berhadapan dengan ruang terbuka. Ketiadaan batas ini membuat pengemudi sepeda motor merasa lebih mampu mengendalikan kendaraan mereka, sehingga mereka berani mengambil resiko lebih tinggi.
Jika kendaraan roda empat atau lebih memungkinkan pengendaranya bersandar sejenak ketika berhenti, atau mengemudi sambil menyambi aktivitas kecil, sepeda motor mengharuskan pengemudi senantiasa berada dalam posisi siaga. Bahkan dalam keadaan berhenti, satu kakinya harus menahan tubuh kendaraan. Oleh sebab itu, pengemudi roda dua lebih cepat letih, dan lebih tidak sabaran daripada pengemudi kendaraan lain.
Faktor lingkungan pun turut berperan terjadinya banyak kecelakaan di Indonesia, misalnya jalanan licin atau berlobang. Untuk itu, kita perlu ekstra hati-hati menghadapi faktor lingkungan ini. Karena itu, sebagai langkah pertama mengantisipasinya, siapkan diri dan motor kita sebaik mungkin. Di samping itu, pemahaman akan pentingnya safety riding bisa dimulai dari diri sendiri sehingga bisa menjadi sebuah kebutuhan ketika berkendara.
Satu hal yang tak boleh dilupakan, peran produsen sepeda motor juga penting dalam upaya menyosialisasikan pentingnya etika, keselamatan, dan keamanan dalam berkendara. Para produsen ini tidak hanya mengutamakan aspek keuntungan bisnis, tapi juga memberikan fasilitas maupun layanan yang menunjang keamanan sepeda motor maupun penggunanya.
Menyadari akan tanggung jawab sosial yang diembannya PT Astra Honda Motor (AHM) selaku produsen sepeda motor dengan merek Honda melakukan serangkaian program terkait dengan kampanye keselamatan dalam berkendara dan tertib berlalu lintas. Langkah ini patut diberikan apresiasi mengingat sebagian besar kendaraan bermotor yang beredar di pasaran saat ini didominasi oleh sepeda motor yang dikeluarkan Honda.
Dalam berbagai penyelenggaraannya, pihak AHM menekankan bawa sudah menjadi kewajibannya sebagai produsen sepeda motor untuk membantu menurunkan angka kecelakaan lalu lintas. Dengan mengampanyekan safety riding ini diharapkan pengendara roda dua menjadi lebih berdisiplin dalam berlalu lintas. Tentunya menjadi harapan kita semua agar angka kecelakaan lalu lintas bisa menurun.
AHM membuktikan diri tidak hanya berorientasi pada pemasaran dan penjualan sepeda motor Honda semata, namun juga meneguhkan komitmennya terhadap kepedulian lingkungan. Program safety riding ini merupakan salah satu buktinya. Program ini diselenggarakan di berbagai tempat di seluruh wilayah di Indonesia dan menarik animo publik untuk mengikutinya. Para peserta dilatih untuk mengendarai sepeda motor di berbagai situasi. Ada pula penyuluhan mengenai keselamatan berkendara.
Tidak hanya menjangkau kalangan dewasa, program pelatihan keselamatan berkendara ini bahkan juga disosialisasikan bagi para siswa. AHM melalui dealer-dealernya yang merata di seluruh pelosok tanah air melakukannya setiap tahun sebagai bentuk tanggung jawab sosial atas keselamatan berkendara sepeda motor, khususnya para siswa sekolah. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan dan mengingatkan kesadaran akan keselamatan berkendara terhadap sejak usia dini.
Di samping pelatihan keselamatan berkendara kepada para siswa sekolah, AHM juga secara rutin melaksanakan pelatihan keselamatan berkendara kepada klub maupun komunitas sepeda motor. Harapannya, seluruh peserta yang telah mengikuti pelatihan keselamatan berkendara dapat menjadi pengendara yang baik yang peduli terhadap keselamatan dirinya sendiri dan orang lain serta manjadi teladan yang baik di tengah-tengah lingkungannya masin-masing.
Berbagai program kampanye penerapan safety riding ini ternyata sejalan dengan visi Honda yang memposisikan keselamatan sebagai hal yang utama. Sebagai pemimpin pasar kendaraan roda dua, pihak AHM yakin, hanya dengan pemberian penghargaan terhadap nilai-nilai kehidupan dengan meningkatkan kesadaran akan keselamatan berkendara pada setiap individu, menjadi langkah preventif terhadap timbulnya kecelakaan lalu lintas.
Kini, saatnya kita membudidayakan penerapan etika, keselamatan, dan kenyamanan dalam berkendara. Saatnya pula menerapkan disiplin dan tertib dalam berlalu lintas. Jangan sampai nyawa kita maupun orang lain melayang sia-sia hanya oleh kecerobohan kita di jalanan. Dengan mempertegas tekad ini, diharapkan kecelakaan lalu lintas akibat kurangnya pengetahuan pengendara terhadap keselamatan lalu lintas dan etika berkendara yang nyaman dapat diminimalisasikan. Kalau tidak sekarang, kapan lagi?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar