Selasa, Agustus 12, 2008

Ahwil Lutan, Diplomasi Tanpa Seragam

Tidak seperti pejabat pada umumnya, gayanya terlihat lebih santai. Daripada tampil dengan setelan jas, seragam dinas, atau safari, Ahwil Lutan lebih memilih busana yang kasual dalam kesehariannya. Bahkan, seringkali kita melihatnya berpenampilan jauh lebih muda dari usianya tatkala ia berbalutkan kaus dan celana jins.

Penampilan maupun gaya bicaranya yang cakap, luwes, dan tegas persis layaknya seorang diplomat. Kemampuan berkomunikasi yang dimiliki jenderal bintang tiga ini pun sempat mengantarkannya menjadi Duta Besar RI untuk Meksiko merangkap Panama, Kosta Rika, dan Honduras, pada 2000 lalu. Sebuah tugas yang tak ringan, memang.

Salah satu tugas lulusan Akademi Kepolisian termuda di Indonesia, pada 1968 ini adalah meningkatkan hubungan diplomatik dan perdagangan antara Indonesia serta Meksico. Saat itu, perdagangan Indonesia ke negara-negara Amerika latin sebesar 600 juta dolar. Nilai ini menurut Deperindag masih dinilai kecil. Sebelum ditunjuk sebagai dubes,

Penugasan ini bukan kali pertama ia bertugas sebagai delegasi Negara. Sebelumnya, Ahwil memang sering kali meengeyam pendidikan di luar negeri, sehingga dirinya memiliki banyak pengalaman internasional. Kesempatan ini tidak banyak dimiliki oleh anggota Polri. Dalam mengeyam pendidikan di luar negeri, dirinya tidak segan-segan menjalin hubungan internasional dengan Perwira dari negara lain.

Hubungan ini pula yang dimanfaatkanya saat menjabat sebagai Sekertaris Nasional Central Bureau Interpol Indonesia. Prestasi yang diraih dalam jabatan ini antara lain mengembalikan sejumlah koleksi lukisan museum nasional dari Singapura dan mengembalikan para tersangka yang lari keluar negeri ke Indonesia walaupun Indonesia belum mempunyai perjanjian ekstradisi dengan negara yang bersangkutan.

Selama bertugas di kepolisian, pria kelahiran Pemantang Siantar,1 Juni 1947 ini dikenal aparat yang bersih dan memiliki komitmen yang tinggi. Walaupun namanya tidak terlalu menonjol, Ahwil, begitu panggilan akrabnya, lebih dikenal sebagai konseptor dan pemikir Polri yang memiliki visi ke depan, daripada sebagai komandan pasukan di lapangan. Berbagai jabatan penting yang memerlukan pemikiran dan strategi serta jaringan internasional sering diembannya. Seperti Staf Ahli Kapolri dan memimpin jajaran Reserse, Interpol, PTIK.

Sebagai anggota kepolisian yang menghabiskan sebagian hidupnya mengabdi pada negara, pemegang 10 satya lencana RI dan dua penghargaan dari luar negeri ini memiliki kesan yang begitu membekas dalam benaknya. Terlebih selama menjadi polisi ia lebih banyak bertugas pada kesatuan polisi yang tidak berseragam. Ternyata, pria yang selalu tampil berkacamata ini begitu menikmati hari-harinya sebagai petugas yang tidak berseragam ini.

Polisi berpangkat terakhir Komisaris Jerderal Polisi ini memant tergolong sosok polisi yang langka dengan komitmen tegas. Dalam dunia politik, misalnya, ia tidak pernah memperlihatkan keberpihakannya. “Saya menjadi seorang polisi bukan untuk berpolitik,” ujar Ahwil. Hal ini pula yang membuat dirinya selalu dipilih untuk menangani kasus-kasus yang melibatkan internal Polri, seperti sebagai ketua tim penyelidikan kasus korupsi di tubuh Polri (1999) dan kasus penyelundupan mobil mewah yang melibatkan mantan Kapolda Metro Jaya, Sofjan Jacoeb.

Ketika berpangkat Kapten, ia mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan Drugs Enforcement (DEA) School di Amerika. Jenjang pendidikan inilah yang pada akhirnya membawa ia menduduki jabatan sebagai Kepala Pelaksana Harian Badan Kordinasi Narkotika Nasional (Kalakhar BKNN). Sebuah tugas yang membuatnya makin matang sebagai sosok aparat sekaligus pengabdi pada Negara. “Sebagai seorang aparat, saya siap ditugaskan di mana saja, dalam maupun di luar negeri,” ujar Sarjana Hukum Universitas Pancasila, Jakarta, ini mantap.

Sebagai Kalakhar BKNN, ia prihatin kalau melihat para pemuda yang terjerumus barang haram tersebut. Dari tahun ke tahun korban dan pemakai juga meningkat, bahkan penangkapan terhadap pelaku juga meningkat. "Tapi ini tidak terjadi pada negara kita saja, tapi di negara lain juga terjadi hal yang sama. Karena masalah narkotika ini merupakan masalah yang sangat mengglobal," kata suami dari Kemala Anggraini ini.

Keberhasilannya sebagai anggota kepolisian ternyata juga dibarengi dengan kesuksesannya sebagai jenderal rumah tangga. Pemimpin Redaksi Majalah HealthNews ini pun sukses membesarkan anak-anaknya dengan pendidikan yang bermutu. "Meskipun saya ini seorang polisi, tapi bukan berarti saya harus menerapkan disiplin militer dalam kehidupan mereka," kata Kepala Project Alternative Development BNN, ini.

Sebagai orang tua, ayah tiga anak ini mampu membentuk dasar kepribadian sang anak dengan gemilang. Ia mengajarkan tentang kedisiplinan di lingkungan rumah dengan memulai dari hal-hal yang kecil. "Ketika anak-anak masih di sekolah dasar, saya harus sudah berada di dalam rumah pukul 18.00. Jadi saya mendidik anak dengan sistem militer hanya ketika anak itu masih di bangku sekolah dasar," jelas ayah tiga anak ini.

Setelah sekolah lanjutan, Magister Business Administration, Program Greggorio Universitas Areneta, Filiphina, ini memperlakukan anak dengan cara berbeda. Ahwil menghadapi mereka sebagaimana layaknya dengan seorang teman atau sahabat. Mereka bisa berdiskusi bahkan bisa adu pendapat. "Jadi yang timbul kita akan saling terbuka," ungkap pria yang mempunyai motto hidup 'pertamakali yang dipikirkan setelah jatuh adalah berdiri.

Hingga kini, gaya berbicaranya yang luwes dan terbuka ini terus dipertahankan. Pemilik VW kodok limited edition warna abu-abu ini tetap lurus dan tak neko-neko. Satu hal yang pasti, penampilannya tetap segar, energetik, dan penuh gaya. “Harus tetap segar dong,” kata mantan Wakil Kepala Sub Direktorat Reserse Narkotika Dit Serse Polri, ini dengan senyum berkembang.

Tidak ada komentar: