Senin, Februari 22, 2010

DPD RI 2009–2014, Dari Daerah untuk Indonesia

Pesta rakyat 2009 melahirkan tokoh-tokoh baru sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Mereka adalah tokoh panutan dari daerah yang bertekad untuk mendedikasikan diri demi bangsa. Siapa yang paling populer dan bersinar?

Kantor Komisi Pemilihan Umum, Minggu 24 Mei 2009. Sejarah bangsa kembali berdetak. Hari itu, calon anggota DPD terpilih periode 2009-2014 diumumkan sekaligus ditetapkan. Disambut dengan penuh gegap gempita, KPU menetapkan para senator terpilih dari 33 provinsi.

Seperti dugaan banyak orang, partai politik tampak mendominasi anggota DPD periode kali ini. Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang judicial review UU 10/2008 tentang Pemilu yang tetap memperbolehkan anggota parpol menjadi calon anggota DPD menjadi pintu masuk bagi partai-partai politik (parpol) untuk mendominasi keanggotaan DPD.

Partai-partai kakap pun diyakini akan diuntungkan karenanya. PDI Perjuangan dan Partai Golkar, merupakan contoh bahwa partai politik banyak diuntungkan karena mereka mempunyai perwakilan politik yang menyebar dan kuat masing-masing daerah di seluruh Indonesia.

Meskipun demikian, sebetulnya tidak hanya partai yang besar saja yang diuntungkan tetapi partai kecil juga mendapatkan keuntungan sebab jumlah syarat dukungan tidak terlalu besar. Sebagai contoh, Partai Bulan Bintang (PBB) yang punya basis kuat di Bangka Belitung, akan mendapat keuntungan juga dan bisa mengirimkan anggotanya berkantor di Senayan.

Dengan demikian, kuat dugaan bahwa jumlah keanggotaan DPD bisa dikuasai oleh parpol. Hasilnya, tidak ada lagi wakil dari komunitas masyarakat adat dan wakil dari petani. dan dengan begitu intervensi parpol ke DPD makin besar dan tentu kepentingan daerah banyak tidak dikedepankan sehingga kemungkinan akan terjadi sparatisme.

Kenyataannya, selain dilatarbelakangi politisi, akademisi juga cukup dominan dalam keanggotan DPD 2009-2014. Meski kecakapan DPD banyak diragukan, namun sebuah statistik menunjukkan lain. Mayoritas atau 40 persen anggota DPD terpilih berlatar belakang akademisi.

Anggota DPD periode 2009-2014 didominasi oleh wajah-wajah baru. Dari 124 orang anggota DPD lama, hanya sekitar 33 orang saja yang terpilih lagi. Dengan pertambahan jumlah provinsi, saat ini jumlah anggota DPD menjadi 134 orang dari jumlah tahun 2004 lalu.

Dalam data yang dilansir situs resmi KPU, profesi terbanyak kedua setelah akademisi adalah swasta yakni 30 persen. Kemudian 18 persen berprofesi anggota dewan juga sebelumnya, 7 persen lain-lain, 4 persen birokrat dan hanya 1 persen dari 132 anggota yang terpilih adalah seniman. Tingkat pendidikan mereka pun terhitung lumayan, yakni didominasi strata 1 dan 2 yakni 47 persen S1 dan 35 persen S2. Hanya 5 persen lulusan SMA dan 2 persen lulusan D3 dan 8 persen malah S3.


Kemudian, berdasarkan usia, hanya 2 persen berusia di atas 71 tahun dan 14 persen di antara 61-70 tahun. Mayoritas adalah berusia 51-60 tahun (32 persen) dan 41-50 tahun (29 persen). Kemudian 20 persen berusia 31-40 tahun dan 3 persen berusia 20-30 tahun. Sementara urusan jender, 17,48 persen adalah perempuan. Dari total 132 anggota DPD terpilih, 36 orang adalah perempuan.

REBUTAN KURSI KETUA: Pemilu Legislatif 2009 memang tak menghalangi karier politik siapapun, termasuk anggota DPD periode sebelumnya. Bahkan, sukses besar berhasil diraih Ginandjar Kartasasmita. Calon anggota DPD dari Jawa Barat itu sukses mengoleksi 3.031.471 suara. Raihan itu jauh mengungguli para rivalnya. Bagi Ginandjar sukses dirinya tak lepas dari faktor kerinduan masyarakat akan pemimpin dari daerah asalnya sendiri. Yaitu figur pemimpin yang peduli dengan pembangunan di daerah dan memahami persoalan orang daerah.

”Sebelumnya saya mendapat laporan dari Pak Laode Ida (Wakil Ketua DPD) banyak orang yang mendukung saya karena sangat memahami persoalan daerah,” ujar Ginandjar. Ia mengaku tak berafiliasi ke parpol tertentu selama mencalonkan diri sebagai calon anggota DPD. Mantan Menteri Pertambangan dan Energi itu maju dari jalur independen.
Ia kembali maju mencalonkan diri sebagai anggota DPD karena menurutnya masih ada pekerjaan-pekerjaan yang belum selesai. Ia berujar, DPD adalah lembaga yang secara institusional telah menjadi kepercayaan orang-orang di daerah, tapi tidak berfungsi padahal ongkos politiknya mahal.
Yang pasti, di Senayan, mereka tetap akan berebut pengaruh dan simpati guna mendapatkan singgasana penuh prestise. Salah satu contoh, para anggota DPD ini mengincar kursi Ketua MPR. Mereka menginginkan kursi MPR tidak hanya dapat diisi anggota DPR, tetapi juga dari DPD.

Hal ini terkait dengan uji materiil atas UU tentang MPR, DPR, DPD, DPRD yang baru disahkan DPR awal Agustus 2009. “Seharusnya lembaga MPR dalam proses pemilihan ketuanya harus memberi kesempatan yang sama kepada seluruh anggotanya,” kata Wakil Ketua DPD, Irman Gusman.

Yang mereka perkarakan adalah Pasal 14 Ayat 1 tentang pimpinan MPR terdiri dari satu orang ketua dari DPR dan empat wakil ketua dengan komposisi dua orang dari DPR, dan dua lainnya dari DPD. Irman menilai, isi pasal itu bertentangan dengan semangat UUD 1945 yang menempatkan DPR dan DPD dalam posisi setara karena hanya DPR yang berhak menduduki posisi Ketua MPR. Irman mengatakan, setiap anggota MPR harusnya mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih dan dipilih jadi Ketua MPR.

PINTU BAGI TOKOH BARU: Tak hanya mengincar kursi Ketua MPR, di internal mereka pun santer mengenai persaingan untuk merebut kursi Ketua DPD. Sejumlah kandidat disebut-sebut bakal bersaing menjadi pimpinan DPD adalah Ginandjar Kartasasmita (Jawa Barat), Irman Gusman (Sumatera Barat) dan Laode Ida (Sulawesi Tenggara) yang kini menjadi pimpinan DPD. Calon lain yang juga dijagokan antara lain AM Fatwa (DKI Jakarta), GKR Hemas (DI Yogyakarta), Aksa Mahmud (Sulawesi Selatan), dan Ahmad Farhan Hamid (Nanggroe Aceh Darussalam).

Irman Gusman, menyatakan kesiapannya memimpin lembaga perwakilan tersebut periode 2009-2014 jika dipercaya oleh anggota DPD lainnya. “Saya siap jika dipercaya teman-teman,” tegasnya. Ia mengatakan, persoalan pimpinan DPD menjadi tanggung jawab seluruh anggota untuk memilihnya pada waktunya nanti.

Menurut dia, saat ini ada wacana untuk menampilkan pimpinan DPD yang mewakili pandangan berdasarkan kepulauan, seperti Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Namun, lanjutnya, kemungkinannya nanti akan muncul tiga pimpinan DPD yang merepresentasikan Indonesia bagian barat, tengah dan timur.

Irman Gusman memulai karir politiknya dengan menjadi anggota MPR periode 1999-2004 dari Fraksi Utusan Daerah. Irman Gusman dikenal sebagai salah satu tokoh Muhammadiyah. Pria kelahiran Padang Panjang, 11 Februari 1962 itu mendapat gelar Master of Businees Administration dari University of Bridgeport, Connecticut, Amerika Serikat. Pada Pemilu 2004, Irman Gusman menempati peringkat pertama perolehan suara anggota DPD dari Provinsi Sumatera Barat. Demikian pula pada Pemilu 2009, Irman kembali dipercaya menjadi salah satu dari empat wakil Provinsi Sumbar.

Di tempat yang sama, anggota DPD terpilih dari Provinsi Maluku Prof Dr Kemala Motik Gafur juga menyatakan siap jika nanti dipercaya menjadi salah satu pimpinan DPD periode mendatang. ”Perempuan juga bisa,” kata Kemala yang juga Rektor Universitas Indonesia Esa Unggul Jakarta itu. Periode yang lalu, lanjutnya, kalangan perempuan diwakili Ibu Mooryati Sudibyo sebagai wakil ketua MPR dari unsur DPD.

Laode Ida pun terang-terangan menyatakan siap maju sebagai calon ketua DPD. “Rasanya, ini merupakan saat yang tepat untuk tampil sebagai Ketua DPD, sekaligus sebagai bagian dari simbol perjuangan kepentingan daerah,” cetusnya.

Dia meminta dukungan para anggota DPD agar ada terobosan-terobosan baru dalam memperjuangkan kepentingan konstituen di daerah, mengangkat pencitraan DPD di mata publik daerah, nasional, dan internasional.

Begitu juga dengan AM Fatwa. “Insya Allah, saya siap bersaing,'” kata Fatwa. Untuk menyosialisasikan visi-misinya, Fatwa mengumpulkan puluhan anggota DPD. Fatwa mengakui, saingannya cukup berat. Ada Ginandjar Kartasasmita, Irman Gusman, Laode Ida, GKR Hemas, dan Aksa Mahmud. '”Malah Pak Laode mengirimkan surat kesanggupan kepada kami semua untuk meneruskan kepemimpinan Pak Ginandjar. Pak Aksa Mahmud juga ingin menggelar pertemuan seperti ini,” ujarnya.

Meski begitu, Fatwa tak gentar. '”Rumput saja untuk tumbuh harus bersaing. Apalagi kepemimpinan,” kata mantan aktivis Pergerakan Islam Indonesia (PII) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang sempat dipenjara karena kritis terhadap rezim Orba itu.

Mengacu kepada mekanisme pemilihan Ketua DPD pada 2004, prosesnya terdiri atas dua tahap. Tahap pertama, dipilih tujuh nama mewakili tujuh pulau, yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Tujuh nama itu dipilih lagi tiga teratas oleh seluruh anggota DPD. Yang memperoleh suara tertinggi menjadi Ketua DPD. “Jadi, mulai tahap pertama sudah bersaing dengan Pak Ginandjar dan Ratu Hemas,” ujar Fatwa, lantas tersenyum.

Namun, mekanisme pemilihan Ketua DPD ini kemungkinan akan mencuat dua opsi, yakni opsi pencalonan pimpinan mewakili tiga wilayah barat, tengah dan timur. Wilayah barat diwakili Sumatera dan Kalimantan, wilayah tengah diwakili Jawa, Bali, dan NTT, dan wilayah timur diwakili Sulawesi, Maluku, dan Papua. Opsi ini didukung oleh Laode Ida dan Bambang Suroso.

Opsi kedua, calon pimpinan menceriminkan tujuh wilayah yang terdiri dari wilayah Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali dan Nusa, Sulawesi, Maluku dan Papua. Opsi pemilihan dengan cara seperti ini didukung oleh banyak anggota DPD yang kembali terpilih seperti Aksa Mahmud, Aida Ismet, GKR Hemas dan juga AM fatwa karena dinilai lebih adil dan demokratis.

Menurut Ketua Panitia Perancangan Undang-undang (PPUU) DPD Muspani, mekanisme baru relatif lebih demokratis karena memberi peluang yang sama kepada setiap anggota DPD masing-masing pulau. Sementara dengan pola pemilihan lama hanya akan menguntungkan daerah besar saja. “Ini adalah sebuah seleksi pemilihan pimpinan DPD yang cukup bagus dan demokratis, serta bisa disesuaikan dengan undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD," kata Muspani.

Fatwa kembali menegaskan, dia masuk DPD bukan karena terdampar atau tidak laku lagi di parpol. Faktanya, dia masih menjabat Wakil Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) PAN bersama Hatta Rajasa. Dia mengaku ingin menciptakan check and balances serta komunikasi yang baik antara DPD dan DPR. '”Saya termasuk orang yang resah karena sering terjadi salah paham antara DPR dan DPD. Padahal, itu tidak perlu terjadi,” tegasnya.

Munculnya tokoh-tokoh baru dalam kepemimpinan DPD menyeruak tatkala Ginandjar menyatakan tidak akan lagi mencalonkan diri sebagai pimpinan DPD periode mendatang. Menurut Ginandjar, dirinya tidak mau dianggap menghalang-halangi munculnya tokoh baru sebagai pimpinan DPD mendatang. Hasil Pemilu 2009 menunjukkan, rataan usia anggota DPD terpilih lebih muda ketimbang sebelumnya sehingga sewajarnya ada regenerasi kepemimpinan.

Keputusan Ginandjar untuk tidak maju diharapkan akan memberikan waktu yang cukup bagi siapa pun untuk berkompetisi menjadi pimpinan DPD 2009-2014. Ginandjar berharap DPD periode mendatang bisa meneruskan dan menuntaskan perjuangan mendudukkan DPD sebagai lembaga perwakilan dalam sistem ketatanegaraan.

Menurut rancangan tata tertib DPD yang disiapkan Panitia Perancang UU DPD, ada reposisi calon pimpinan DPD. Jika pada 2004 calon disaring berdasarkan pembagian tiga wilayah, diusulkan agar calon disaring dari tujuh gugus kepulauan, yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Dengan demikian, setiap anggota DPD memiliki peluang dan kesempatan yang sama.

Boks

Anggota DPD Terpilih Periode 2009-2014

Nanggroe Aceh Darussalam

1. Abdurrahman BTM,

2. Bachrum Manyak
3. Ahmad Farhan Hamid,

4. A Khalid.

Sumatera Utara
1. Rudolf M Pardede,
2. Parlindungan Purba,
3. Rahmat Shah,
4. Darmayanti Lubis.

Sumatera Barat
1. Irman Gusman,
2. Emma Yohanna,
3. Riza Falepi,
4. Alirman Sori.

Riau
1. Abdul Gafar Usman,
2. Intsiawati Ayus,
3. Maimanah Umar,
4. Mohammad Gazali.

Sumatera Selatan
1. Percha Leanpuri,
2. Aidil Fitrisyah,
3. Asmawati,
4. Abdul Aziz.

Bangka Belitung
1. Tellie Gozelie,
2. Noorhari Astuti,
3. Rosman Djohan,
4. Bahar Buasan.

Bengkulu
1. Sultan Bakhtiar Najamudin,
2. Eni Khairani,
3. Bambang Soeroso,
4. Mahyudin Shobri.

Jambi
1. Elviana,
2. M Syukur,
3. Juniwati T Masjchun Sofwan,
4. Hasbi Anshory.

Kepulauan Riau
1. Aida Nasution Ismeth,
2. Zulbahri,
3. Djasarmen Purba,
4. Hardi Selamat Hood.

Lampung
1. Anang Prihantoro,
2. Ahman Jajuli,
3. Aryodia Febriansya,

4. Iswandi.

DKI Jakarta
1. Dani Anwar,
2. AM Fatwa,
3. Djan Faridz,
4. Pardi.

Jawa Barat
1. Ginandjar Kartasasmita,
2. Ella M Giri Komala,
3. Sofyan Yahya,
4. Amang Syafrudin.

Banten
1. Andika Hazrumy,
2. Abdurachman,
3. Abdi Sumaithi,
4. Ahmad Subadri.

Jawa Tengah
1. Sulistiyo,
2. Ayu Koes Indriyah,
3. Denty Eka Widi Pratiwi,
4. Poppy Susanti Dharsono.

Daerah Istimewa Yogyakarta
1. Gusti Kanjeng Ratu Hemas,
2. Cholid Mahmud,
3. A Hafidh Asrom,
4. Muhammad Afnan Hadikusumo.

Jawa Timur
1. Istibsjaroh,
2. Wasis Siswoyo,
3. Abd Sudarsono,
4. Supartono.

Bali
1. I GN Kesuma Kelakan,
2. I Nengah Wiratha,
3. I Wayan Sudirta,
4. I Kadek Arimbawa.

Nusa Tenggara Barat
1. Farouk Muhammad,
2. LL Abdul Muhyi Abidin,
3. Baiq Diyah Ratu Ganefi,

4. Lalu Supardan.

Nusa Tenggara Timur
1. Abraham Liyanto,
2. Emanuel Babu Eha,
3. Carolina Nubatonis-Kondo,
4. Sarah Lery Mboeik.

Kalimantan Tengah
1. Permana Sari,
2. Hamdhani,
3. Said Akhmad Fawzy Zain Bahsin,

4. Rugas Binti.

Kalimantan Barat
1. Maria Goreti,
2. Sri Kadarwati,
3. Hairiah,

4. Erma Suryani Ranik.

Kalimantan Selatan
1. Gusti Farid Hasan Aman,
2. Adhariani,
3. Habib Hamid Abdullah,
4. Mohammad Sofwat Hadi.

Kalimantan Timur
1. Awang Ferdian Hidayat,
2. Luther Kombong,
3. Muslihuddin Abdurrasyid,
4. Bambang Susilo.

Sulawesi Utara
1. Aryanthi Baramuli Putri,
2. Marhany Victor Poly Pua,
3. Ferry FX Tinggogoy,
4. Alvius Lomban.

Gorontalo
1. Hana Hasanah Fadel Muhammad,
2. Rahmiyati Jahja,
3. Elnino M Husein Mohi,
4. Budi Doku.

Sulawesi Tengah
1. Nurmawaty Dewi Bantilan,
2. Sudarto,
3. Ahmad Syaifullah Malonda,
4. Shaleh Muhamad Aldjufri.

Sulawesi Barat
1. Muh. Asri,
2. Muhammad Syibli Sahabuddin,
3. Iskandar Muda Baharuddin,
4. Mulyana Isham.

Sulawesi Selatan
1. Abd. Azis Qahhar Mudzakkar,
2. Muh Aksa Mahmud,
3. Bahar Ngitung,
4. Litha Brent.

Sulawesi Tenggara
1. La Ode Ida,
2. Abd. Jabbar Toba,
3. Abidin Mustafa,
4. Hoesein Effendy.

Maluku Utara
1. Matheus Stefi Pasimanjeku,
2. Kemala Motik Gafur,
3. Mudaffar Sjah,
4. Abdurachman Lahabato.

Maluku
1. Anna Latuconsina,
2. Jhon Pieris,
3. Jacob Jack Ospara,
4. Etha Aisyah Hentihu.

Papua
1. Tonny Tesar,
2. Helina Murib,
3. Paulus Yohanes Sumino,
4. Ferdinanda W. Ibo Yatipay.

Papua Barat
1. Ishak Mandacan,
2. Sofia Maipauw,
3. Mervin Sadipun Komber,
4. Wahidin Ismail.

Tidak ada komentar: