Sebagai perusahaan jasa tonase untuk cargo gas dan minyak bumi, Bidang Perkapalan Pertamina memainkan peran strategis dalam menjamin ketersediaan dan keamanan stok bahan bakar minyak dan gas (Migas) di seluruh pelosok nusantara. Layanan di bidang pelayaran ini menjadikan Perkapalan Pertamina terus mengalami grafik peningkatan dari sisi bisnis maupun efisiensi yang gencar dilakukan.
Dengan misi menjadi penyedia layanan logistik yang profesional untuk produk minyak, gas, petrokimia, dan produk-produk kilang lainnya, Perkapalan Pertamina saat ini mengelola dan mengoperasikan 170 kapal dengan berbagai tipe kapal, mulai dari Bulk Lighter hingga VLCC (Very Large Crude Carrier). Tiap tahun, divisi ini mendedikasikan diri untuk mendistribusikan Migas melalui ratusan pelabuhan di segala penjuru tanah air.
Tahun ini, Divisi Perkapalan Pertamina tertantang untuk melakukan perbaikan, baik dari sisi performa kapal-kapal yang dioperasikan maupun dari sisi efisiensi biaya operasional sebesar Rp 1 triliun. “Awalnya terasa sulit dicapai. Tapi dengan semangat untuk melakukan perbaikan, kita mengumpulkan semua fungsi di perkapalan untuk melihat secara detail peluang apa saja yang bisa kita efisiensikan tanpa harus mengurangi kinerja perkapalan,” kata Suhartoko, Deputi Direktur Perkapalan Pertamina.
Oleh karena itu, fungsi Implementasi Strategi Perkapalan (ISP) diarahkan untuk mengawal inisiatif target yang diinginkan direksi. Suhartoko bersama jajaran pun berkomitmen untuk mencapai target perusahaan sembari melakukan efisiensi. Guna menunjang kinerja, performace management system pun diterapkan. Begitu juga dengan key performance indicator (KPI) untuk masing-masing fungsi dikontrol setiap bulan. Selain itu, tim memastikan adanya kesinambungan performa (sustainability) terhadap kinerja yang telah dicapai.
Menurut Suhartoko, biaya terbesar dalam operasional Perkapalan Pertamina terletak pada fungsi operasi, dengan total biaya mencapai 86%. Operasional ini terdiri dari sewa kapal serta penggunakan bunker kapal charter. Efisiensi dapat dilakukan dengan melakukan monitoring dengan ketat. Organisasi baru, bunker operation complaince (BOC) khusus untuk meneliti penggunaan bunker-bunker kapal pun diberlakukan. Setiap permintaan bunker kapal dikaji dan disesuaikan dengan kapasitas maupun performa kapal tersebut.
Diakui, penyewaan kapal memakan biaya yang cukup besar. Namun, Suhartoko dan tim tak kehabisan akal. Sewa kapal ini bisa dilakukan lebih murah lagi dengan membuka pasar seluas-luasnya dengan cara membuka tender kapal jauh-jauh hari. Dengan demikian, lanjutnya, mitra kerja yang dipilih adalah kapal terbaik dengan harga yang kompetitif.
Untuk mengoptimalkan kinerja kapal, pihaknya juga menyerahkan pengelolaan kapal pada pihak lain yang berkompeten. Dari 36 armada yang dimiliki dan dioperasikan sendiri, 11 kapal di antaranya telah dikelola oleh pihak luar, Sebab, lanjut Suhartoko, selama ini armada milik tidak menunjukkan performa yang signifikan. Pengelolaan pihak luar ini juga dimaksudkan sebagai pemicu persaingan di tingkatan internal, utamanya dalam hal peningkatan performa armada yang dimiliki.
Suhartoko juga menerapkan sistem fleksibilitas dalam penggunaan kapal. Jika suplay maupun kebutuhan Migas sedang naik, ia mengerahkan seluruh kapal yang ada untuk mendistribusikan Migas guna menjamin ketersediaan di seluruh pelosok nusantara. Sebaiknya, jika produksi maupun kebutuhan sedang menurun, ia hanya menggunakan sekitar 157 kapal.
Kendati bertekad untuk mengefisiensikan penggunaan kapal, Suhartoko tetap berupaya meningkatkan jumlah armada milik dan mengurangi kapal sewaan. Mulai 2009 hingga 2014, Perkapalan menargetkan untuk mendapatkan 47 unit kapal tambahan dari berbagai jenis, 13 unit di antaranya sudah siap dioperasikan.
Dengan mengemban misi “To Be an Outstanding, Developed and Respected Shipping Company”, Bidang Perkapalan berkomitmen untuk terus berusaha memberikan kontribusi secara konsisten pada industri pelayaran dan galangan kapal dalam negeri maupun internasional. Tekad untuk mempertahankan dan mengembangkan diri menjadi market leader dalam bisnis angkutan laut terus digelorakan.
Boks:
Reflagging: Nasionalisasi Perkapalan ala Pertamina
Semenjak diberlakukannya Azas Cabotage berdasarkan Inpres No. 5/2005 dan UU No. 17 Tahun 20008 tentang Pelayaran, Program Reflagging sebagai upaya penggantian bendera kapal dari bendera asing menjadi bendera Indonesia menggema di mana-mana. Maklum, dalam UU tersebut melarang kapal-kapal berbendera asing dilarang mengangkut penumpang atau barang antarpulau atau pelabuhan di wilayah perairan Indonesia, mulai Januari 2010.
Dengan demikian, kapal-kapal yang beroperasi di perairan Indonesia harus berbendera Indonesia, dimiliki oleh perusahaan nasional, dan diawaki oleh para pekerja nasional. Peraturan tersebut juga mengharuskan kapal charter Pertamina yang masih berbenda asing tidak diperkenankan untuk mendistribusikan BBM ke seluruh Indonesia.
Karenanya, 165 kapal yang dioperasikan Pertamina, 130 di antaranya merupakan kapal sewaan. 47 di antaranya merupakan kapal asing yang menjadi target untuk reflagging. Hingga sekarang, 47 kapal asing telah menyusut menjadi 10 buah kapal, dan 8 di antaranya tengah mengalami proses reflagging. Dengan demikian, 83 kapal yang dioperasikan Pertamina telah berbendera Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar