MRT cikal bakal moda transportasi masa depan yang diminati banyak orang.
Sebuah riset menunjukkan bahwa kecepatan, harga terjangkau, kenyamanan, dan keamanan merupakan kriteria moda transportasi dambaan masyarakat perkotaan. Walhasil, kendaraan pribadi menempati peringkat teratas sebagai transportasi favorit, disusul taksi dan sepeda motor. Sementara angkutan umum seperti bis maupun kereta api berada di urutan paling buncit.
Merujuk pada data di atas PT Mass Rapid Transit selaku pengelola transportasi Mass Rapid Transit (MRT) merancang kehadiran moda transportasi yang mengadopsi berbagai kriteria di atas, dan menjadikannya sebagai kendaraan massal masa depan. “Jika tidak dirancang seperti itu, mana mungkin orang mau naik angkutan umum dan meninggalkan mobil pribadinya,” kata Direktur Teknik PT MRT, Rachmadi.
Sebagai proyek tahap awal, pembangunan sistem transportasi massal ini dibangun pada ruas Lebak Bulus-Dukuh Atas. Rachmadi menjelaskan, proyek MRT ini memiliki panjang 14,5 kilometer dan direncanakan 10,5 km terdiri dari jalan layang dan 4 km jalan bawah tanah. Ruas ini juga memiliki 12 stasiun pemberhentian, terdiri atas tujuh stasiun layang dan lima stasiun bawah tanah. Tujuh stasiun layang berlokasi di Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, Sisingamangaraja, dan Senayan. Sedangkan stasiun bawah tanah berlokasi di Istora, Bendungan Hilir, Setiabudi, dan Dukuh Atas.
Daya jelajah MRT direncanakan memiliki kecepatan maksimal hingga 80 km/jam, dengan waktu tempuh Lebak Bulus hingga ke Dukuh Atas 28 menit untuk sekali jalan. Menurut Rachmadi, kereta direncanakan tiba di stasiun dalam waktu setiap lima menit, dan berhenti untuk menaikkan maupun menurunkan penumpang antara 40 detik hingga satu menit. Dengan menggunakan enam kereta untuk satu arah, moda transportasi ini ini memiliki kapasitas angkut 23.000 penumpang per jam untuk satu arah, dan sekitar 340.000 penumpang per hari.
Dalam proyek MRT ini, menurut Rachmadi, Stasiun Dukuh Atas diproyeksikan menjadi stasiun terbesar yang terintegrasi dengan stasiun KA Jabodetabek yang dapat berfungsi sebagai MRT feeder, stasiun waterway, stasiun monorel yang sudah direncanakan, stasiun busway, serta pemberhentian taksi dan bus umum. Sementara Stasiun Blok M akan terintegrasi dengan Terminal Blok M, di mana bus berbagai jurusan berada di sini, dan terminal transjakarta. Stasiun Bendungan Hilir direncanakan terkoneksi dengan stasiun monorel di Jalan Setiabudi, sementara Stasiun Istora Senayan akan terintegrasi dengan stasiun monorel dan pusat jasa komersial di sekitarnya.
Stasiun Fatmawati akan memiliki kawasan tempat penitipan kendaraan yang disebut park and ride. Warga dapat memarkirkan mobil dan motornya di tempat penitipan ini. Stasiun ini akan terhubungkan dengan pusat komersial Cilandak Town Square (Citos). Sementara Stasiun Lebak Bulus akan menjadi kawasan depo MRT dan terhubung dengan terminal bus umum dan bus Transjakarta.
Sebagai moda transportasi massal, maka keamanan menjadi utama. Rachmadi melanjutkan, unsur-unsur safety, availablity, maintainablity, dan reliablity mutlak dilekatkan pada MRT. “Bisnis ini rangkingnya paling tinggi. Jadi semuanya harus handal. Jangan sampai misalnya kereta masuk terowongan terus mogok,” katanya.
Guna menunjang aspek-aspek dimaksud, lanjut Rachmadi, pembangunan fisik maupun piranti lunak dalam proyek ini mengaplikasikan teknologi terkini. Sekadar menyebut contoh, sistem operasinya juga modern, sehingga memberikan safety yang lebih baik. Dilengkapi dengan automatic tran stop (ATS), yang membuat kereta berhenti sendiri guna mengantisipasi terjadinya tabrakan. Semuanya dikontrol dalam sebuah ruang bernama operation control center (OCC). “Semuanya otomatis, proteksinya lebih dibanding dengan kereta biasa,” katanya.
Armada kereta dirancang futuristik, handal, nyaman, dan perawatan yang prima. Desain kereta mengadopsi model-model futuristik, handal, hemat energi, materialnya tidak mudah terbakar. Fasilitas lainnya juga tersedia mulai dengan ticketing, vending machine, signalling, hingga penunjang keamanan lainnya yang dirancang sedemikian rupa. Rachmadi berujuar, “Jadi, unsur safety menjadi keharusan. Semua dipandu dan difasilitasi, sehingga kedisiplinan publik semakin tumbuh.”
Cerminan bahwa MRT menekankan pada aspek keamanan juga tercermin dari bangunan fisik lainnya, seperti terowongan, jembatan layang, maupun stasiun. Terowongan yang paling dalam terdapat di Stasiun Dukuh Atas, yang mencapai kedalaman sekitar 20 meter. Sedangkan paling rendah sekitar 12 meter, dengan diameter 6 meter, dan jarak dengan terowongan sebelahnya seluas 6 meter.
Sedangkan jalan layang dirancang setinggi 6 meter untuk lebih mengakomodasikan kendaraan yang lewat di bawahnya. Demikian halnya dengan bangunan stasiun. Menurut Rachmadi, penataan maupun pengaturan ruangan diatur berdasarkan kapasitas dan kepadatan penumpang setiap stasiun.
Pihaknya menyadari, proyek ini memiliki lahan yang terbatas, sehingga pelaksanaannya menjadi tantangan tersendiri. Dalam membuat stasiun bawah tanah, PT MRT secara setahap demi setahap bekerja tanpa mengganggu kelancaran lalu lintas di atasnya. “Karena itu, program traffic management ini penting, sehingga tidak mengganggu aktivitas lain. Ini yang harus diantisipasi, agar tidak menjadi sumber kemacetan baru,” kata Rachmadi.
Berbagai langkah dalam mengantisipasi musibah atau bencana, baik yang disebabkan oleh manusia, alat, maupun alam juga terus dipersiapkan. Dalam mengantisipasi bencana banjir, misalnya, PT MRT telah menyiapkan konstruksi atau desain untuk mengantisipasi banjir bahkan hingga 200 tahunan. “Tekniknya, di sekeliling stasiun kita tinggikan. Jadi, kalau masuk stasiun bawah tanah, pengunjung harus naik tangga dulu. Sekitar stasiun boleh terendam, tapi air tidak bisa masuk,” kata Rachmadi.
Prioritas pada keamanan dan kenyamanan yang ditawarkan MRT juga ditekankan oleh Direktu Utama PT MRT, Tribudi Rahardjo. “Salah satu yang kita perhatikan secara penuh mengenai strategyc safety plan,” katanya. Untuk menunjang safety dan security, ia telah merancang tahapan pekerjaannya, mulai dari desain dasar, tender, konstruksi, hingga operasi dan perawatan.
“Kami sudah mulai mempersiapkan adanya strategyc safety plan untuk persiapan operasi nantinya. Kita mengantisipasi perilaku yang tidak mendukung, baik dari penumpang maupun publik,” kata Tribudi. Persiapan ini, lanjutnya, sampai pada persiapan operasi dengan key risk area, antara lain passenger behaviour, workforce behaviour, engineering hingga public behaviour.
Tribudi mengatakan, semua aspek ini sekarang masih dalam tahap studi. Apalagi, lanjutnya, melihat dari pengalaman dan belajar dari yang lain, berbagai proyek pembangunan tidak bisa lepas yang namanya disaster atau bencana. “Semuanya diupayakan aman, nyaman, teratur, dan lebih cepat. Itu tujuan akhir pembangunan MRT ini,” tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar