Persoalan kesejahteraan sosial kian hari semakin kompleks, seiring dengan maraknya Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan, hingga keterasingan merupakan gangguan sosial yang senantiasa menyertai proses pembangunan bangsa dan negara.
Oleh sebab itu, lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Kesos) menjadi solusi baru yang ke depannya diharapkan bisa mengakomodasi berbagai jenis persoalan kesejahteraan sosial menjadi kebutuhan yang tak bisa ditunda lagi. Pelayanan kesejahteraan sosial pun diharapkan dapat memulihkan fungsi sosial sehingga aksesibilitas terhadap pelayanan sosial dasar bisa lebih ditingkatkan.
Menteri Sosial, Bachtiar Chamsyah menyatakan bahwa dikeluarkannya UU No. 11 2009 tentang Kesos ini merupakan penyempurnaan dan sekaligus menganti UU Kesos Nomor 6 tahun 1974. UU lama ini dinilai belum mengakomodasi jenis permasalahan kesejahteraan sosial yang semakin kompleks. UU ini juga belum secara rinci mengatur penanganan permasalahan sosial secara menyeluruh dan komprehensif.
Perubahan mendasar UU Nomor 11 Tahun 2009 ini, menurut Bachtiar, terletak pada substansinya yang lebih luas dibanding UU Nomor 6 Tahun 1974. permasalahan sosial yang ditangani dalam UU Nomor 11 Tahun 2009 lebih luas, yaitu ditujukan kepada perseorangan, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat, yang diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak bagi kemanusiaan.
Masalah sosial, seperti kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban bencana, serta korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi merupakan kelompok yang diprioritaskan dalam program kesejahteraan sosial di masa mendatang. Dengan demikian, lahirnya UU ini akan membawa perubahan yang lebih baik dan diharapkan bisa segera terwujud.
Menurut Bachtiar, dengan lahirnya UU ini pada 18 Desember 2008, pembangunan kesejahteraan sosial akan semakin berperan. “Karena, tanggung jawab tidak hanya dipikul oleh pemerintah pusat, tapi juga daerah setempat guna memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan berbangsa,” katanya. Ia menambahkan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dunia swasta, dan masyarakat luas juga memiliki tanggung jawab sosial ikut mengatasi permasalahan sosial di masyarakat.
Dalam pasal 27 disebutkan, tanggung jawab pemerintah daerah dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial harus mengalokasikan anggaran, memberikan bantuan kepada masyarakat penyandang masalah sosial, memelihara taman makam pahlawan, melestarikan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial. “Kalau tidak melaksanakan, ya harus ada sanksi, yang akan diperinci di Peraturan Pemerintah (PP),” ucap Bachtiar.
Ia mengatakan, UU ini diarahkan untuk menanggulangi masalah kemiskinan yang hingga sekarangmenjadi persoalan utama bangsa ini. UU ini, lanjutnya, pada hakikatnya untuk menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan taraf kesejahteraan, kualitas hidup, kemandirian, dan mendayagunakan sumber-sumber kesejahteraan sosial.
Menurut Bachtiar, pengesahan UU ini secara tidak langsung menjamin tidak dikuranginya anggaran Rp 70 triliun untuk pengentasan kemiskinan pada tahun 2009. “Hari ini jumlah warga miskin 35 juta jiwa, sekitar 15 persen dari total jumlah penduduk. Target kita 2009 bisa berkurang menjadi 12 persen. Tapi dengan adanya krisis, saya tidak tahu apakah itu bisa terwujud,” ujarnya.
Untuk mewujudkan cita-cita mensejahterakan bangsa, Bachtiar menegaskan, UU ini menjamin terselenggaranya program-program kesejahteraan sosial di masa mendatang. Ia mengamanatkan bahwa siapapun yang kelak memimpin Departemen Sosial, harus mengoptimalkan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial demi hari esok yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar