Kecepatan inovasi teknologi tak selamanya dibarengi dengan kemampuan mengaplikasikannya. Begitu pula gambaran mengenai perkembangan Linux di Indonesia. Pada 1998 lalu, software ini masih tergolong baru sehingga terasa asing bagi para penggunanya di Indonesia.
Terdorong untuk membantu para pengguna baru yang ingin belajar maupun melakukan riset tentang Linux, sekelompok orang mendirikan Komunitas Pengguna Linux Indonesia atau KPLI Jakarta, pada 31 Oktober 1998 lalu. Dimotori oleh Rusmanto, Made Wiryawan, Prihantoosa, serta penikmat teknologi lainnya, KPLI Jakarta lantas menjaring anggota dalam waktu cepat
“Berdirinya KPLI Jakarta diharapkan dapat membantu para pengguna baru yang ingin belajar atau pun riset tentang Linux dapat bersama-sama belajar,” kata Erick Saputra, Ketua KPLI. Dari hasil belajar tesebut atau biasa disebut dengan ngoprek, lanjutnya, akan dipublikasikan di website KPLI agar dapat dibaca sehingga bermanfaat bagi orang banyak.
Sejak berdiri, KPLI Jakarta mengemban visi dan misi mulia. Komunitas ini, lanjut Erick, bermaksud untuk menghimpun potensi berbagai pihak yang menggunakan Linux sebagai aplikasi pilihan. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan kondisi yang saling melengkapi dan bersinergi dalam memanfaatkan, menyebarluaskan, meningkatkan kemampuan penggunaan Linux di Indonesia. “Kami juga memberikan support, serta mengembangkan Linux di kalangan masyarakat,” katanya.
Di samping itu, KPLI yang juga berupaya mengembangkan Linux sebagai salah satu alternatif alat pendidikan di universitas. Sebagai salah satu solusi yang murah, legal, dan bermanfaat bagi dunia bisnis, Linux juga diperkenalkan sebagai piranti yang dapat membantu kemudahan kerja. Erick menambahkan, “Kami juga turut membantu usaha-usaha dalam merubah cara manusia Indonesia dalam memandang teknologi, dari sebagai pengguna teknologi menjadi pencipta teknologi.”
Sampai saat ini, KPLI Jakarta diminati berbagai lapisan masyarakat, mulai dari profesional bidang informasi dan teknologi, trainer independen, birokrat, dosen, guru, mahasiswa, sampai end user. Namun, di antara para penggemarnya, kalangan mahasiswa paling banyak yang meminati dan ingin tahu lebih banyak tentang Linux. “Yang pasti, kami tidak membatasi anggota dari golongan manapun,” kata Erick.
Dalam perkembangannya, KPLI berperan sebagai organisasi yang mewadahi para pengguna Linux yang ingin belajar, melakukan riset, dan mengembangkan Linux untuk kemajuan dunia open source di Indonesia. “KPLI berkontribusi memberikan support terhadap siapa saja yang memiliki permasalahan tentang Linux,” tuturnya. Dalam komunitas ini pula, ia bersama rekan-rekan mencoba memecahkan berbagai persoalan terkait dengan aplikasi Linux.
Kendati komunitas ini tidak didukung oleh vendor atau pun produsen Linux tertentu, KPLI tetap bergerak maju. “KPLI berdiri secara independen, karena di sini kami tidak terbatas dengan jenis distribusi Linux tertentu,” ujar Erick. Beragam aktivitas, seperti ngoprek atau mengutak-atik Linux untuk mengetahui apa saja yang bisa dilakukan dengan Linux sering kali dilakukan.
Ngoprek tersebut meliputi Linux dalam berbagai keperluan, antara lain mengembangkan aplikasi, networking atau jaringan komputer, perkantoran, serta untuk bidang usaha lainnya. Tak ketinggalan, KPLI juga mengadakan event-event berkaitan dengan pengenalan dan pemanfaatan Linux bagi para pengguna yang masih awam. Dalam ajang ini, para senior membantu memberikan solusi bagi rekan- rekan atau anggota yang memiliki permasalahan dengan Linux.
Fasilitas untuk belajar bersama, mengikuti pelatihan linux, mendapatkan support bila mengalami kesulitan atau masalah dengan Linux, merupakan manfaat yang dapat diperoleh anggota komunitas ini. Selain itu, para anggota juga bisa ikut serta dalam project-project milik KPLI, mendapat kartu keanggotaan KPLI, dan beragam fasilitas lainnya.
Hingga saat ini, KPLI sudah ada di 23 kota besar di seluruh Indonesia. “Untuk cabang, KPLI tidak mempunyai cabang, karena pada dasarnya KPLI ada di setiap daerah di Indonesia,” kata Erick. KPLI Jakarta, lanjutnya, sebenarnya bukan pusat dari KPLI, namun karena keberadaannya di Jakarta, sering kali orang mengasumsikannya sebagai pusatnya KPLI.
Tak dipungkiri, beragam fasilitas inilah yang kerap memotivasi anggota baru untuk bergabung dengan KPLI. Misalnya, Syahroni Aben, yang sekarang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal KPLI Jakarta. “Saya ingin sharing dengan sesama pencinta Linux, serta berkenalan dengan orang-orang dari berbagai kalangan,” tuturnya. Bahkan, tak jarang, dari kalangan ini pula ia bisa mendapatkan pekerjaan sampingan. “Biarpun uang yang didapatkan tidak terlalu banyak,” kata Aben, sumringah.
Pengalaman senada juga dialami Digit Oktavianto. “Sejak saya bergabung dengan KPLI, banyak manfaat yang saya peroleh, selain ilmu dan networking yang terus bertambah,” katanya. Bahkan, Digit yang sempat memimpin KPLI periode sebelumnya ini memetik pengalaman tak terduga, di antaranya mendapatkan pekerjaan, mengisi seminar, workshop, dan teman-teman baru dari beragam profesi.
Kegiatan rutin KPLI seperti ngoprek bareng, juga diikuti Digit. Dalam ajang tersebut, ia bisa berbagai dan mendapat pengetahuan baru dengan anggota KPLI lainnya. “Yang satu memberi materi, dan yang lainnya mencoba langsung, sehingga ada interaksi antar satu anggota dan lainnya,” katanya, menambahkan, “semua kegiatan sangat menyenangkan.”
Berbeda dengan Aben, selain ngoprek bareng, membuat stand pameran juga merupakan kegiatan yang menyenangkan. “Yang paling berkesan adalah saat mengisi stand di Balairung UI Depok. Di situ boleh dibilang stand KPLI yang paling ramai pengunjungnya,” katanya.
Semenjak bergabung dengan KPLI Jakarta, Erick mengaku mendapatkan banyak pengalaman, antara lain mengikuti Indonesia Linux Conference 2007, menjadi trainer Linux, serta mengisi seminar dan workshop di beberapa acara. Tak jarang, ia juga turut serta menjadi tim dalam migrasi perusahaan-perusahaan ke sistem operasi linux.
“Keuntungannya banyak sekali, mendapat teman baru, ilmu yang semakin bertambah, pengalaman, dan juga pekerjaan tentunya. Alhamdulillah, sejak menjadi anggota KPLI, saya banyak mendapat pekerjan yang berkaitan dengan Linux dan open source,” katanya.
Itulah sebabnya, kata Aben, mengapa pengguna Linux harus bergabung dengan KPLI. “Kalau orang sakit, maka harus ke dokter. Kalau motor rusak ya ke bengkal,” katanya berfilosofi. Begitu juga kalau orang ingin belajar Linux, bergabung dengan komunitas ini merupakan pilihan yang tepat. Mendapatkan ilmu secara gratis, banyak teman, dapat pekerjaan lagi.
“Setiap pengguna Linux butuh komunitas bernaung, di mana dia bisa bertanya jika ada kesulitan, memberikan pengalaman jika menemukan sesuatu yang baru,” kata Digit. Selain itu, lanjutnya, mereka bisa memperluas pengetahuan seputar Linux. Banyak hal-hal yang ternyata di luar dugaan tidak muncul di pikiran awan. Karena itu, tambahnya, biasanya hal-hal baru atau ide-ide baru tersebut justru muncul dari teman-teman sesama komunitas.
Sejauh ini, menurut Digit, peran dan kontribusi KPLI tak bisa dinafikan dalam membentuk masyarakat IT yang handal dan professional. Sebagai wadah kegiatan dan sarana untuk mencari pengetahuan dan pengalaman, KPLI bersama instansi pendidikan, lembaga kursus, dan pemerintahan untuk mengadakan seminar, kursus, maupun workshop.
Ajakan dari berbagai pihak, seperti universitas, sekolah, lembaga kursus, maupun instansi pemerintahan untuk mengadakan seminar, training, ataupun workshop membanjiri agenda KPLI. Biasanya dari pihak KPLI sebagai narasumber dan juga pembuat modul. Kegiatan ini, diakui Digit, merupakan peran aktif KPLI untuk
memperkenalkan Linux kepada masyarakat.
Untuk itu, ia berharap, komunitas ini semakin maju, banyak kegiatannya, dan terus berperan aktif dan terjun langsung ke masyarakat secara nyata. “Sehingga ilmu yang dimiliki oleh para aktivis Linux KPLI jakarta dapat ditularkan langsung kepada masyarakat,” katanya. Ia juga berharap, para anggota KPLI bisa mempraktekkan langsung apa yang mereka peroleh di dunia kerja tempat instansi mereka bernaung dan juga bisa mengabdi kepada masyarakat.
Pemerintah, melalui Departemen Riset dan Teknologi, memang senantiasa mendukung setiap kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan maupun inovasi teknologi. Karena itu, Erick berharap, pemerintah menyerukan setiap departemen untuk tidak menggunakan sistem operasi dan software bajakan dan melakukan migrasi ke Linux.
Erick juga meneguhkan komitmen KPLI untuk terus berperan dalam mengembangkan dunia open source di Indonesia. “Saya ingin KPLI menjadi organisasi yang solid dan tangguh di bidangnya,” katanya. Karena itu, ia pun akan disibukkan dengan sederet agenda, seperti gathering dengan para anggota, diskusi dan bertukar ide dan ilmu, serta melakukan sosialisasi ke sekolah, kampus, hingga instansi pemerintah. Begitulah.
Sekretariat Komunitas Pengguna Linux Indonesia (KPLI):
Mailinglist: linuxjak@googlegroups.com
Website: http://jakarta.linux.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar