Hidup punya jalannya sendiri. Tetapi jalan hidup adalah pilihan. Jika satu pilihan telah diambil dan ditempuh, pilihan lain tak mungkin dijalani pada saat yang bersamaan. Begitu juga dengan pilihan karier yang ditempuh Ida Yusmiati. Sejak mengenal bangku sekolah, rupanya ia sudah mencita-citakan sebuah pekerjaan di industri minyak dan gas.
Adalah figur sang bapak yang mengenalkannya pada industri ini. Harap maklum, bapaknya adalah karyawan Pertamina. Karena karier bapaknya pula, Ida Yusmiati berpindah-pindah tempat tinggal. Ia menamatkan pendidikan dasar di Medan, Sumatera Utara. Sedangkan bangku sekolah menengah pertama dan menengah atas dihabiskan di Padang, Sumatera Barat.
Terobsesi dengan pekerjaan sang bapak, Ida, panggilan kecil perempuan kelahiran Bandung, 6 Juni 1965 ini, selanjutnya melanjutkan pendidikan di Fakultas Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung (ITB). Di benaknya, terbayang profesi seorang insinyur yang menghabiskan waktu dan tenaganya di industri gas maupun perminyakan.
Setelah menamatkan pendidikan tingginya, Ida kemudian bekerja di perusahaan migas, Arco Indonesia, pada tahun 1989. Jabatan pertamanya saat itu adalah staf di production engineer. “Selanjutnya, saya di divisi petroleum engineer, hingga jadi reservoir engineer,” katanya.
Selama di divisi ini, ia menemukan berbagai pengalaman menarik. Pekerjaan di lapangan menuntutnya untuk melakukan kunjungan ke rig. “Pertama kali nyoba meng-cover offshore, visit ke rig,” kenangnya. Padahal, periode saat itu belum banyak profesional perempuan yang bekerja di perminyakan dan ditugaskan di offshore. Karena itu, Ida termasuk generasi pertama wanita yang ditugaskan ke offshore dalam sejarah perminyakan di Indonesia.
Ida mengakui, pekerjaan ini cukup menantang keberanian dan kekuatan mentalnya. Sebab, sebagian besar partner kerjanya adalah kaum lelaki dengan usia di atas dirinya. Nyatanya, tidak ada hambatan secara mental maupun fisik, karena rekan kerja begitu kooperatif. “Secara mental, enggak jauh beda antara perempuan dan laki-laki. Mereka baik, ramah, perhatian, dan mengerti tugas yang harus kita kerjakan,” kata Ida.
Tentu ia sempat merasakan saat-saat berat selama penugasan, misalnya jauhnya dari flow station yang membuatnya harus menginap di rig. Sebagai team leader, sesekali muncul rasa jenuh, apalagi tugas yang durasinya panjang. “Tapi, kunjungan ini kan tidak rutin, ada kerjaan yang dilakukan supervisi. Jadi, tidak merasa jenuh juga,” tutur Ida.
Yang banyak menolong Ida, hubungan kerja di antara rekan berlangsung baik sekali. Bahkan di antara rekan kerja saling memperhatikan, terbuka, saling minta tolong. “Waktu itu, sebagai engineer, saya mengerjakan pekerjaan di offshore yang operatornya pria berumur. Tapi, tidak ada masalah,” katanya.
Selama menjadi orang lapangan sebagai team leader, ia sempat ditugaskan di sejumlah lapangan yang dikelola Arco, seperti Kangean, Bali Utara, bahkan penugasan ke luar negeri, tepatnya di Alaska sebagai reservoir engineer selama periode 1996-1997. selama penugasan, ia membawahi para insinyur di lapangan.
Pada tahun 2000, Arco Indonesia mengalami peralihan ke BP Indonesia. Dari lapangan, ia berpindah tugas dan menjadi orang kantoran dengan memfokuskan diri pada bidang komersil. Sebagai comersial team leader, ia kembali mendapatkan penugasan internasional, tepatnya di Aberdin, BP North Sea, pada periode 2004-2006. selanjutnya ia ditugaskan di LNG Tangguh.
Mulai tahun 2008, Ida bekerja di BP West Java sampai masa peralihan ke Pertamina, pada tahun ini, dan berubah menjadi PHE ONWJ. Dengan kata lain, sejak awal berkarier hingga sekarang Ida tidak pernah pindah kerja. Hanya saja, perusahaan tempatnya bekerja mengalami pindah kepemilikan dan perubahan nama saja.
Setelah divestasi ke Pertamina, Ida menjabat sebagai General Manager Comersial and Investment/Finance. Divisi ini membawahi comersial, marketing, PSIM, procurement, dan teknologi informasi. Tugas dan tanggung jawabnya pun bertambah seiring dengan target dan harapan baru yang dibebankan perusahaan.
Sebagai general manager, ia bertugas untuk menopang bisnis dari bidang komersil, marketing, PSIM, dan teknologi informasi agar bisnis berjalan dengan baik. “Kalau komersial, kita lebih fokus ke bisnis ONWJ. Secara keseluruhan, marketing focus pada pemasaran gas dan mengoptimasi gas yang kita produksi,” katanya. Selain itu, lanjutnya, PSIM fokusnya pada bisnis sehari dari segi pengadaan dan jasa. Sedangkan divisi teknologi informasi men-support bsinis dari segi informasi dan teknologi.
Tahun ini perusahaan menargetkan produksi secara keseluruhan sebesar 22,5 ribu barel per hari. Sedangkan produksi gasnya ditargetkan mencapai 222 dbd per hari. Ada juga target pencapaian lewat pelaksanaan pekerjaan. Dari sisi produksi, menurut Ida, target ini menjadi tantangan. Kendati demikian, peluang untuk mewujudkan target ini cukup besar. “Kurang lebih kita bisa memenuhi dan bahkan ada improvement, dengan cara meningkatkan koordinasi dan kerja sama antardepartemen,” katanya.
Apalagi, lanjutnya, tim ONWJ setelah mengalami divestasi justru lebih solid dibanding sebelumnya. Setiap departemen mengetahui fungsi dan peran masing-masing sehingga bisa meningkatkan performa. Bahkan, Ida optimis, ONWJ punya potensi untuk menjadi role model ke depan.
Lapangan yang sudah mature yang dioperasikan merupakan tantangan yang cukup berat di pundak setiap karyawan. Mereka dituntut untuk lebih bertanggung jawab terhadap profesionalisme, karena perusahaan dianggap sebagai acuan untuk operasi yang ada di laut. “Menurut saya, kami punya potensi ke arah itu meskipun tantangannya ada. Tiap orang di ONWJ bisa berbuat lebih banyak untuk berkontribusi,” katanya.
Oleh karena itu, ia juga dituntut untuk melakukan pendekatan dengan bawahan, dengan mengedepankan peningkatan komunikasi, baik di internal maupun antardepartemen. Ia bertekad untuk membangun visi yang sama terhadap ONWJ. Hubungan kerja yang profesional tapi juga dekat juga terus ia lakukan.
Menjaga nilai-nilai profesionalisme dalam karier merupakan salah satu kiat Ida dalam membangun karier. Apalagi, setelah diakuisisi Pertamina, ia lebih dituntut untuk bertanggung jawab dengan pekerjaan dan tugas sehari-hari. Hal ini ia lakukan seiring dengan proses adaptadi serta pembangunan budaya dan iklim kerja baru.
Sebab, sewaktu di bawah naungan BP yang grup dan jaringan bisnis besar dengan standar yang lebih baku, perusahaan menerapkan guideline maupun base practise sharing. Sejak di bawah Pertamina, ia dihadapkan pada situasi untuk lebih independen. “Kita bertanggung jawab terhadap apa yang kita putuskan dan lakukan. Kita seperti stand alone. Tapi di saat lain kita tetap dituntut profesional,” tutur Ida.
Karena itu, Ida tak mengelak juga sempat merasakan stres di tempat kerja. “Yang namanya stres yang di-drive oleh deadline itu biasa. Kalau kerjaan yang ribet, itu suatu yang wajar,” katanya. Sebagai pelarian, ia berupaya untuk menciptakan keseimbangan antara aktivitas dunia kerja dengan di luar kerja. Kegemaran berkebun, bersepeda, main tenis, serta mencoba hal-hal baru menjadi pelariannya saat jeduh melanda.
Dengan tugas dan tanggung jawab yang diembannya, Ida menfokuskan diri untuk menstabilkan organisasi. “Saya ingin berbuat apapun yang saya bisa untuk menstabilkan dan mengembangkan ONWJ. Kita berharap bisa berbuat lebih banyak lagi untuk memenuhi visi dan target perusahaan,” katanya, dengan wajah penuh keyakinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar