Senin, Februari 22, 2010

Hari Pangan Nasional, Momentum Pembangunan Kemandirian Pangan Nasional

Indonesia potensial menjadi lumbung pangan dunia

Dalam rangka memperingati World Food Day tahun 2009, Indonesia akan menyelenggarakan peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-29 di tingkat nasional pada 16 Oktober 2009 yang dipusatkan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tema nasional yang diangkat dalam momen peringatan ini adalah “Pemantapan ketahanan pangan nasional mengatasi krisis global”, sedangkan tema acara di tingkat dunia adalah “Achiving and security in crisis”.

Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Achmad Suryana menjelaskan, berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka HPS antara lain Pameran dan Bazar Produk Pertanian (Indonesia Food Expo 2009), perlombaan, seminar, serta pengabdian masyarakat. Selain itu, acara puncak juga dimeriahkan dengan pemberian penghargaan, publikasi dan penyiaran, serta temu wicara. “Semoga momen ini dimanfaatkan sebagai wahana pertemuan pengusaha dan kelompok usaha dalam mengembangkan pengolahan pangan lokal dan pemasarannya,” katanya.

Menurut Menteri Pertanian, Anton Apriyantono, masalah ketahanan pangan senantiasa menjadi masalah yang penting sepanjang hayat. Apalagi, lanjutnya, sekarang ini dunia secara global dilanda berbagai krisis. Di samping krisis ekonomi yang sekarang dalam proses recovery, juga terjadi perubahan iklim yang sudah terjadi akibat dampak lingkungan. “Australia mengalami kekeringan lima tahun berturut-turut. India yang tadinya eksportir gula, sekarang jadi importir, akibat kegagalan panen,” katanya.

Oleh karena itu, tuturnya, kita harus betul-betul memperkuat ketahanan pangan ini. Ia mengatakan, peringatan hari pangan bertujuan menumbuhkan kesadaran seluruh lapisan masyarakat terhadap potensi sumber daya alam serta tantangannya untuk mewujudkan ketahanan pangan.

Tujuan lain adalah meningkatkan kesadaran masyarakat dan dunia usaha dalam menyikapi masalah ketahanan pangan baik tingkat nasional, global, maupun regional. Peringatan ini, kata Anton, diharapkan dapat memperkokoh solidaritas antarbangsa dalam usaha memberantas kekurangan pangan dan gizi yang masih dialami oleh sebagian penduduk dunia terutama di negara berkembang.

Selain itu, acara ini dimaksudkan untuk menggerakkan penyelenggaraan pangan yang berkelanjutan dengan menumbuhkan peran masing masing pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah (pemda), swasta, lembaga swadaya masyarakat, perusahaan dan masyarakat. ”Itu intinya dari peringatan ini,” kata Anton.


Peringatan ini sejalan dengan visi menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia. Setelah mencapai swasembada beras dan jagung pada 2008, menurut Anton, kita semakin percaya diri bahwa sebetulnya Indonesia bisa menjadi lumbung pangan dunia. “Itu kita lihat dari potensi alam, kesuburan lahan dan iklim, serta sumber daya manusia,” katanya.

Dalam kondisi krisis global, perubahan iklim, lahan pertanian yang menyusut, serta populasi penduduk yang terus bertambah, Indonesia mampu meningkatkan produksi pangan secara signifikan. Bahkan, menurut Anton, Indonesia masih memungkinkan terjadi perluasan lahan, meningkatkan produktivitas, sehingga meraih kemandirian pangan yang tinggi.

“Beras atau jagung yang menjadi produk comparative advantage kita memang harus leading, sehingga kita bisa ekspor,” katanya. Terbukti, sekarang Indonesia mulai melakukan ekspor komoditas beras premium.

Namun, lanjutnya, prestasi ini belum cukup. Berbagai upaya terus dilakukan, termasuk membangun rice estate atau corn estate. “Langkahnya sudah kita mulai, tapi masih perlu tindak lanjutnya, dan percepatan realisasinya,” katanya. Karena itu, ia berusaha mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk memberikan kontibusinya.

Menurutnya, persoalan ketahanan pangan ini tidak bisa diselesaikan sendirian, tapi melibatkan para stakeholder. Anton berharap, penyelenggaran hari pangan tahun ini bermakna untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia, khususnya dalam pencapaian ketahanan dan kemandirian pangan.



Tidak ada komentar: