Adalah seorang perempuan yang tak berhenti pada nyanyian semusim.
Menyerahkan drama hidup pada pemilik panggung tunggal.
Seperti singa petarung, kau simpan sebuah energi tak sembarang.
Lantas dari mana insting petualang sejati itu kau dapatkan, Devi?
Masih adakah waktu bagi para petualang asmara, berenang menuju teduh lubukmu?
Devi & Unique Character
Tampilan luar kerapkali menjebak. Tidak seperti tampaknya, yang gemulai dan feminim, naluri seorang petarung sejati bertalu-talu di perigi jiwamu. Salah jika orang menduga, kau dara yang mudah dijinakkan dengan satu dua kata, dilemahkan satu dua gertakan.
Sedari kecil, kau terbiasa dengan kegiatan yang mengandalkan kekuatan fisik. Kau pun tumbuh berkembang tak seperti gadis belia kebanyakan. Teman sebayamu memilih bermain dengan boneka kesayangan, sementara kau lebih gandrung mengayuh sepeda kumbangmu. Berkelana, mengikuti hasratmu ke mana. Kala rekan sepermainanmu bercengkerama dengan peralatan dapur dan masak-masakan, kau melanglang ke les tari satu ke satu.
Kegemaran yang menjadi karakter. Aku pahami ada apa di balik agresifitas dan energimu, kini. Kau tergolong orang yang tak bisa diam, rupanya. Makanya, terlalu sayang jika ada yang menuntutmu pasif dan menjalani sesuatu ala kadarnya. Di balik wajahmu yang sendu, terselip jiwa yang haus akan petualangan-petualangan menantang, yang memompa adrenalinmu.
Bahkan maut pun kau kencani. Maka, katakan padaku, olahraga membahayakan mana yang tak pernah kau rasa. Parasailing, boatsailing, jetski, rafting, snorkeling, kayak, dan segala olah fisik yang berhubungan dengan air kau gemari. “Saya senang datang ke tempat baru, nyoba olahraga yang sedikit memacu adrenalin. Tinggal sky diving dan bungy jumping yang belum,” katamu. Tak ada getir, kelu, dan leguh dari rautmu.
Kau pun bertutur tentang nukilan drama, saat angin kencang mempermainkanmu di udara. Terbayang aku pada wajahmu yang menegang ketika permainan parasailing itu mengendalikanmu hingga tak tertahan lagi. Tatkala kau memiringkan boatsailing hingga 90 derajat, mengendarai jetski di belantara ombak yang menggulung. Amboi, Devi! Bahkan gentar pun enggan menghinggapi hatimu yang lapang.
Devi & Career Responsibility
Jalan hidup seseorang terkadang jauh di luar dugaan. Begitu pun dengan noktah-noktah kehidupan yang kau titi. Siapa yang mengira kau bakal memangku jabatan prestisius ini. Yang pasti, dari dulu, kau mencintai dinamika. Bertemu orang, menilik perkembangan sosial, hingga kau temukan sendiri rumusan itu, marketing.
Lalu, menjelamalah dirimu seorang wanita karier dengan jam terbang tinggi. Menjelajahi pelosok negeri hingga menyambangi sepanjang benua. Jabatan brand leader/head of marketing Levi’s
Kau merinci gemilang ini bukanlah target. Ia hanyalah hasil dari jerih payah yang kau korbankan. “Saya tak pernah menargetkan untuk menjadi apapun. Saya mengikuti air, hidup ini bagi saya mengikuti air saja,” katamu. Tak aneh jika dirimu belum memiliki gambaran masa depan seperti apa yang bakal kau hadapi kelak.
Yang terang, kau mensyaratkan agility, adaptability, dan flexibility, sebagai bagian terpenting dalam merenda karier. Pun menangkap demand, kebutuhan pasar, dan melihat perubahan dinamika itu. “Saya ditantang juga untuk menciptakan trend. Kejelian membaca need dan consumer respon.” Jadilah dirimu sebagai pelayan, yang merespon selera dan kebutuhan banyak orang.
Devi & Balance in Life
Aku setuju, hidup memang seperti air. Mengalir dari hulu ke hilir. Tak seorang pun yang membantahnya. Seperti dirimu yang memasrahkan hidup pada kelenturan, keluwesan, dan keleluasaan air. Kepasrahan yang total itulah, yang membuatmu begitu mencintai kehidupan. Ujarmu soal hidup, “Hidup hanya sekali, makanya harus dinikmati. Kalau orang tidak bisa menikmati hidup, tandanya dia tak bisa mensyukuri nikmat yang diberikan Yang Di Atas.”
Kesejatian hidup pun mengajarimu banyak hal. Manis dan getir. Suka dan derita. Seperti roda pedati yang berputar, mengikuti pendulum kehidupan. Menuruti drama yang digubah penulis skenario tunggal. Sebagaimana diriku, kau pun hanya pelakon. Meniti aliran yang tertuliskan.
Betul katamu, tak ada yang perlu disesali dalam hidup. Tak ada yang keliru dalam kehidupan ini. Tak perlu kau tangisi kekecewaan, kegagalan, atau bahkan tatkala roda kehidupan memerosokkanmu sekalipun. “Justru saya senang pernah jatuh, kecewa, gagal, karena itu yang membuat saya lebih kuat dan tumbuh.”
Keyakinan itu berurat dan mengakar dalam jiwamu yang tegar. Tak ada drama satu babak pun yang perlu kau putar ulang. Seperti lakonmu jua, hidup telah berjalan bagaimana seharusnya. Kau pun cukup puas menjadi Devi yang sekarang, dengan apa yang peroleh, apa yang kau toreh.
Jika pun kau mesti berduka, masih ada keluarga, teman, sahabat, dan orang terdekat yang memompa semangat. Begitu berartinya orang-orang ini di sisimu. Kau pun mengamsalkan orang tanpa keluarga dan teman dekat, ibarat pohon tanpa akar. Di kala down, orang terdekat yang memberi semangat. “Keluarga bagi saya penting sekali. Begitu juga teman dekat.”
Sebagai bagian dari caramu menikmati hidup, kau ciptakan keseimbangan-keseimbangan itu. Keseimbangan duniawi-akhirat, jasmani-rohani, mental-spiritual. Kau pun lahir sebagai pemeluk agama yang taat. “Makin kencang gaulnya, makin kencang ritual agamanya,” katamu, sebelum tawamu memburai, menepuk-nepuk indera pendengaranku.
Devi & Women Trendsetter
Adakalanya rasa jenuh menggelayutimu. Ia mendatangi tanpa kau undang. Kala rutinitas menjebak, atau aktivitas yang monoton. “Saya enggak sabaran orangnya. Saya mudah jenuh dengan aktivitas yang sifatnya monoton.” Maka, pelbagai aktivitas di luar kegiatanmu yang lazim, diagendakan sedemikian rupa. Berkontemplasi lewat kegiatan sarat tantangan.
Menyambangi ke salon, kongkow di kafe, atau sekadar membaca buku-buku filsafat karya penulis kesohor, semisal Richard Bach atau Micth Album, adalah bentuk pelarianmu kala kejenuhan menjerat. Sekali waktu, kau sisihkan waktu untuk mendengarkan musik atau menonton film drama, komedi, aksi, dan suspense.
Melancong setidaknya sembilan kali dalam setahun menjadi agenda tetapmu. Kau lakukan itu sambil berdinas, tanpa perlu cuti khusus. Di akhir pekan pun, tak ada waktu luang yang kau lewatkan sia-sia. Pergi ke gym, menari salsa, atau melakukan wisata kuliner kesukaanmu. Utamanya masakan Jepang dan Italia.
Sebagai motor pengembangan merek busana kesohor, kau pun pandai mematut diri. Memantau segala laju dan gerak trend terbaru. Kau ibarat model berjalan bagi Levi’s. “Memang tak ada tuntutan dari manajemen. Itu kesadaran sendiri.” Semua tak lepas dari keinginanmu mengubah citra dan persepsi, bahwa produk itu bisa dikenakan di segala waktu. Tak kenal tempat, usia, dan suasana.
Kendati demikian, pelbagai merek kenamaan juga menyesaki lemari pakaianmu. Mulai dari busana rancangan Biyan, kebaya Anna Avantie, blazer dari Next, Mango, atau Zara. Maka, mewujudlah ragamu layaknya model di segala musim. Trendsetter di segala ranah.
Tapi, sadarkah kau Devi, bahwa setiap busana yang kau kenakan itu, memercikkan aura sensualitas yang menjerat? “Ya, busana juga bisa membuat orang seksi. Orang juga harus merasa nyaman dengan busana yang dipakainya.” Kecantikan dan seksualitas, adalah aroma yang mengundang, bukan meletihkan. “Saya justru merasa paling seksi kalau pakai jeans,” katamu, lagi.
Lalu, kau definisikan seksi itu hanya tersemat di bagian luar semata. Segala macam bentuk fisik kau tengarai bisa membuat seksi empunya. “Setiap orang ingin tampil seksi,” ujarmu. Namun, sensualitas yang paripurna kau terjemahkan sebagai hasil perpaduan kecantikan inner dan outer.
Pilih smart atau cantik? Kupancing kau dengan pertanyaan ini. “Saya pilih smart. Kalau boleh jujur, kalau cantik, orang cenderung melihat kita sebagai obyek, bukan subyek.” Tapi, sebagaimana dirimu, siapa yang tak riang jika dua kekuatan ini bergumul dalam ragamu. “Kalau saya bisa memilih, saya ingin dua-duanya. Bukan berarti orang cantik tak bisa smart, atau orang smart tak bisa cantik.” Malah, seperti dugaanmu, kecerdasan pun akan melahirkan sebuah kecantikan yang memanggil-manggil.
Devi & Single Life
Di manakah lahirnya kekecewaan, Devi? “Dari harapan,” tegasmu. Benar juga, kekecewaan selalu menemui sekoci baru, tatkala sebuah harapan berada di ruang hampa. Makanya, segala urusan kau biarkan mengalir apa adanya. “Hasil adalah akibat, bukan target. Kalau ditargetkan, nanti stres sendiri.” Aku pun sepenuhnya memahami bila kau lebih mementingkan proses daripada hasil.
Sebagaimana yang kau yakini, tak ada yang bisa dihasilkan tanpa kerja keras. Sukses itu tak datang dengan sendirinya, menghampiri setiap orang yang bertopang dagu semata. Ia mesti mensyaratkan banyak hal. Kau berpandangan, hanya pekerja keraslah yang berhak atas hasil yang gemilang.
Layaknya kesuksesan dalam berkarier, kau pun menafsirkan pernikahan yang sakral itu bukan tujuan dalam hidupmu. “Menikah bukanlah tujuan, itu hasil dari satu hubungan. Makanya, saya tak menargetkan kapan dan di usia berapa saya mesti menikah.”
Bagimu, melajang bukanlah beban. Kesendirian tak membuatmu merasa hilang, apalagi sepi. Kehidupan terus berlanjut. Langkahmu tak
Nama lengkap: Devi Ariyani, Tinggi/berat 167 cm/52 kg Pendidikan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia (1992), New York University (2000), Capilano College, Canada (2001) Pekerjaan/Jabatan Brand Leader/Head of Marketing Levi Strauss Indonesia Pekerjaan Sebelumnya Strategic Planning Director Lowe Lintas Adv. (1999) Prestasi/penghargaan Beasiswa dari Canada International Development Agency (CIDA) untuk Post Graduate in International Management, Capilano College, Canada Hobi Dancing, menonton, membaca, sport, traveling, adventure.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar