Jumat, Agustus 22, 2008

Rahma Alia, The Sweatest Journey

Alia panggilanmu. Rahma Alia tepatnya. Tak usah dieja dan dianalisa terlalu rumit. Toh, aku yakin banyak yang sepaham denganku tentang dia: Cantik, smart, berbakat. Tiga perangai yang tak semata tersemat di fisik, tapi telah memburai dalam tarikan napasnya. Berjanji mengasihi dan meneguhkan kesetiaan diri. Lalu pada siapakah sejatinya hatimu berbagi?

The Sweatest Young

Gadis kecil yang pemalu tumbuh menjadi sosok yang menyenangkan. Bicaramu terbuka, apa adanya. Padahal, jujurlah, itu bukan dirimu. Masih segarkah ingatanmu pada Alia kecil yang ekstrovert, dan sungkan bicara pada orang lain? Berambut pendek, berperangai tomboy, tapi tak pernah berani menunjukkan kepercayaan dirinya.

Toh, tak ada penggalan hidup lainnya yang bisa menyamai keindahan masa kecilmu itu. Wajar, sebagai anak sekaligus cucu pertama, kau tumbuh dalam pusaran perhatian orang-orang terkasih. “Syukur, keluargaku tipe yang sangat care dengan anak-anaknya. Jadi, aku mendapatkan semua itu,” katamu, lirih.

Masih ingatkah kamu pada kebiasaan masa kecil yang gemar memakai baju adat maupun kebaya dari Indonesia sampai mancanegara? Sibak dan sibak kenanganmu saat kau memakai baju adat ala kompeni di kala hari ibu. Sementara teman sekelasmu memilih berteguh setia dan cinta pada baju daerah. “Aku dikejar-kejar dan dibilang penjajah, ha-ha-ha!” ceritamu sambil tertawa lepas. Ah, ingin rasanya aku mampir dan turut memainkan peran dalam nukilan kisahmu itu.

Kamu pasti tahu. Jika keinginan untuk mengubah diri tak pernah terlintas di benakmu, kau tetap menjadi dirimu. Di tengah pembelajaran tradisi agama yang kuat, kau dandani diri di sekolah pengembangan kepribadian, berbusana apik, hingga pelbagai kursus singkat lainnya.

“Begitu aku pergi keluar negeri dan sekolah di sana, aku seperti mendapat kepercayaan dalam diriku.” Ya, kesejatian hidup memang diperoleh dengan menjalaninya dengan kesejatian diri. Itu pula yang kau pegang teguh. Dengan menggali yang terpendam dan membahas yang terlintas. Dan, waktu pun mengubahmu.

The Sweatest Harmony

Tetapi aku tak tahu, sebagaimana dirimu. Jalan hidup, siapa yang bisa menerka? Begitu pun kala kau dinobatkan menjadi None Jakarta, beberapa tahun di muka. Bahkan, kontes-kontes sejenis ini pun tak pernah kau idamkan. Hingga tantangan untuk mencari siapa dirimu sebenarnya itu terus berdengung-dengung.

Maka, panggung penobatanmu sebagai Puteri Pariwisata, pantas kau sebut sebagai malam terindah dan membanggakan dalam hidup. Membanggakan, karena kau telah merajut mimpi barumu. Bahagia, karena di saat orang memiliki dengan mengumpulkan, kau memilikinya dengan memberi.

Sejak duta wisata itu kau rengkuh, aku tahu, ceritamu tidaklah usai. Babak baru justru membentang. Dan, kau tengah melaluinya kini. Dengan kepercayaan diri dan kecintaan pada negeri yang memenuhi relung jiwa, kakimu ringan menyambangi pelosok hingga penjuru benua. Kaulah pribadi yang terbuka dan peduli pada segala.

Kau lakoni semua itu tanpa menanggalkan insting jurnalisme dalam dirimu. Bagimu, ragam lakon ini adalah kombinasi yang bagus. Senikmat aromamu, begitu pula saat kau menyambangi satu-satu dan bercerita tentang keajaiban Indonesia dengan runutnya. Sadarlah, wahai Rahma Alia. Kau kini bukan lagi pembawa pesan atau pembaca berita semata. Melainkan telah menjadi public speaker. Juga public figure.

The Sweatest Love

Lalu, bicaralah tentang cinta yang telah melumuri hati semua orang, Alia. Tentang kasih yang sebenar, dan asmara terindah yang kau miliku itu. Tentang standard operational procedure yang digariskan keluarga, atau tentang konservativisme yang sempat mengekangmu. “Orang tuaku memang cukup konservatif soal ini,” akumu, ringan.

Mereka mesti tahu kau pergi dengan siapa, bukan? Walaupun mereka membebaskanmu mau pulang jam berapa saja. Ingatkah kau tentang politik cinta ala mereka? “Ya, itu politik yang mesti diterapkan pada pasangan,” katamu, lagi. Lalu, mengalirlah dari mulutmu tentang titipan pertanyaan atau penyelidikan kecil-kecilan untuk sekadar menguliti dia.

Tetapi, sadarkah kau Al, bahwa cinta adalah anugerah yang pantas dimiliki? Kau mendefinisikannya sebagai satu hal yang mesti dirawat dan berkorban untuknya. Bagimu, cinta adalah sikap menerima, walau ada kekurangan dalam diri pasangan. Kau pun mahfum akan kekuatan cinta yang bisa mengubah kehidupan.

Kau yakinkan aku akan kepedulianmu pada cinta. Bukan karena ada bagian dari kehidupan yang kau sesali dan ingin kau ubah. Bukankah kau sendiri yang menghakimi keindahan hidupmu? Memang, ada beberapa kesalahan atau kesempatan yang terlewatkan. Tapi, justru dari situlah kau belajar tentang kehidupan.

Alia, hidup itu tergantung dari apa yang kau pikirkan dan lakoni. Hidup ini akan mudah jika dibuat mudah. Dan akan rumit jika dibikin rumit. Persis kepribadianmu yang simple, tapi juga complicated. Memandangi satu hal dari dua sisi, itu tak salah, walau itu membuatmu jadi peragu. Tapi, bukahkah dari situ jua muara kearifan?

The Sweatest Mood

Kepribadian maupun talentamu yang lengkap terasah memang bisa membuat iri kaum Hawa seusiamu. Tapi, percayalah, Alia, tak ada yang berubah dari gaya dan penampilanmu yang simpel dan tak dibuat-buat itu. Betul kan dugaanku bahwa kau bukan termasuk tipe konvensional, khususnya dalam berbusana?

Lalu, kau bertutur soal fashion dan koleksi baju yang menurutmu tak mesti menuruti kata zaman. Juga tentang kegemaran masa kecilmu pada busana bergaya klasik yang katamu tak pernah ketinggalan masa. Busana itu hanya pembalut tubuh, begitu kata sebagian orang. Nyatanya, kau pun lebih memilih busana yang enak dipakai. “Koleksi bajuku tak terlalu up to date juga, kok,” ucapmu, jujur.

Selain menggemari musik klasik, kau pun mahir memainkan piano. Persis saat kau memainkan bola basket dengan daya motorik kakimu yang mengagumkan. Dari kelincahan jemari lentikmu, lalu lahirlah irama Consolotion dari Fransz List atau Gragmen dari Jaya Suprana. Adakalanya, lagu-lagu yang kau mainkan mengagungkan romantisme dengan penghayatanmu yang mendalam. Katamu lagi, kau agak moody saat di depan piano.

Seperti sifatmu yang simpel, kau pun menyukai film-film bertema ringan, meski kau prasyaratkan harus ada pesan yang disampaikan. “Beautiful Mind”, misalnya. Kau pun begitu mahir memilih aktor dambaan. Robert de Niro, Jack Nicholson, atau aktris sekaliber Sandra Bullock, Julia Robert, dan Nicole Kidman yang mengharu-biru itu.

Meski kau kini telah jadi pesohor, gaya tradisional maupun etnik masih membelit kalbumu. Tak aneh bila kau lebih suka berlibur di pantai dan menikmati pemandangan alam, daripada berplesir di tengah belantara gedung. Satu yang berubah darimu. Kau yang dulu menggandrungi warna-warna kuat, kini tak lagi. Itukah tandanya aura kelembutan seorang wanita telah mengalahkan sifat tomboy-mu? Hanya senyummu sebagai jawaban, di sana.

The Sweatest Dream

Orang bilang, lengkapnya seorang wanita dapat dirasakan bila ia hidup dengan lelaki pilihan, plus renyah suara anak-anak yang meningkahinya. Begitu juga dengan dirimu. Bagimu, usiamu saat ini memang terasa ideal jika dijalani bersama seorang terkasih hati. Toh, komitmen untuk membangun sebuah kerajan mungil bernama rumah tangga, belum juga kau lakukan.

Katamu, kau masih punya banyak pertimbangan lain, utamanya untuk lebih banyak tahu soal dia, lelaki pilihan itu. Bukan saja karena ia bakal menjadi nahkoda buatmu, tapi seorang imam dari segala aspek. Agama, pendidikan, kehidupan, dengan segala tanggung jawabnya. Dia memang harus seperti itu, Alia. Aku pun terlalu menyayangkan bila jiwa ragamu tak mendapat pelindung yang setimpal denganmu.

Belum lagi soal mimpimu menjadi anchor profesional yang diperhitungkan, kelak. Walau telah menggantongi gelar insinyur, kau ternyata lebih menggandrungi bidang komunikasi atau broadcasting sebagai pilihan profesimu. “Aku ingin sekolah lagi. Kalau bisa di Inggris,” katamu, pelan.

Aku tahu jawaban atas pilihanmu itu. Setiap kali membaca atau bertemu orang, kau terasa mendapat sesuatu yang baru. Itu yang membuat kau gemar berkomunikasi, kini. Katamu, kau dapat memberikan nilai tersendiri dalam hubungan antarmanusia.

Memang, misi yang selalu ternanam dalam jiwamu adalah memberi dan memberi. Bukan semata mengandalkan pemberian finansial, tapi juga motivasi, pemikiran, dan inspirasi. Semua itu adalah pencapaian berharga bagimu.

Berdua, kita terus berdua. Mengabarkan cinta, mimpi, juga rangkaian hidup terindah. Satu yang pasti, Alia, perjalananmu tak boleh berhenti hanya karena genangan kolam, atau lorong basah kemarau, yang menghadirkan kilau untuk secuil makna. Usah pula kau menoleh pada mimpi-mimpi kecil. Percayalah, itu bukan halte yang terakhir bagimu.

ALIAGRAFI

Nama Lengkap Rahma Alia, Lahir Jakarta, 17 Maret 1981, puteri sulung pasangan Drs. Syarif Hubeis dan Lola Zahranoor Tinggi/ Berat 170 cm/51 kg Pendidikan Jurusan Teknik Industri, Universitas Trisakti (2003) Pekerjaan Presenter, Reporter ANTV Prestasi None Jakarta (2001), Puteri Pariwisata (2005) Hobi Basket, lari, main piano, travelling Aktor/Aktris Favorit Robert de Niro, Jack Nicholson, Sandra Bullock, Julia Robert, Nicole Kidman

Tidak ada komentar: