Hawa dingin menusuk-nusuk pagi yang sembab. Cahaya sang surya belum sepenuhnya menerangi jagad. Kendati demikian, gerak kehidupan mulai terasa di Sirkuit Sentul, Bogor, Jawa Barat. Sejumlah orang tampak tengah sibuk mengemas peralatan motorsport. Ada yang tengah memanaskan mesin motor, ada juga yang memasang pakaian pengaman lengkap di badan.
Dalam bilangan detik, mereka telah duduk di sadel motor masing-masing. Dyan Dilato, salah satu peserta, tampak memainkan gas Yamaha R 600-nya. Kini, saatnya memasuki gelanggang sirkuit. Mereka pun menggeber gas sembari memacu kuda besinya. Laiknya sebuah kejuaraan resmi, aaungan knalpot mereka bersahutan. Mengusik pagi yang tenang.
Tak ada kompetisi maupun nomor-nomor yang diperlombakan. Ya, para penggemar motorsport ini balapan sekadar untuk kepuasan diri sendiri. Kegiatan ini menjadi agenda rutin mereka saban akhir pekan. Baik dilakukan perorangan maupun kelompok. Mereka datang dari pelbagai profesi, mulai ari kalangan pengusaha, pengacara, perkebunan, hingga periklanan.
Apakah mereka ingin jadi pembalap profesional? Tidak juga. Selain hobi, banyak manfaat, yang menurut mereka, bisa didulang dari kegiatan menarik sekaligus berbahaya ini. Menarik, karena mereka melakukannya dengan suka cita. Berbahaya, karena membetot gas motor dengan kecepatan 270 km per jam tak hanya seru, tapi juga sama halnya mereka berkencan dengan maut.
Nyatanya, di situlah letak daya tarik sekaligus tantangan motorsport ini. Para penggemar balap ini meyakini ajang ini bisa menggelontorkan rasa suntuk setelah lima hari dikurung di kantor. Bila dibandingkan dengan kegiatan yang mendatangkan keriaan, motorsport bisa menjadi pilihan hiburan alternatif. “Running cost-nya enggak mahal,” kata Dyan, sapaan akrabnya. Harganya pun tergolong variatif, mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 100 juta.
Pengaruh pada kesehatan pun dapat dirasakan, bahkan lebih terasa melebihi olah fisik di gym atau fitness center. Lebih-lebih pada denyut adrenaline yang dipacu kencang. “Bagus buat melatih refleks,” kata lelaki berpenampilan rapi yang juga pengusaha bidang ekspedisi ini.
Sebagai pengusaha, kebut-kebutan juga diyakininya dapat mengasah instink maupun naluri bisnis. Lihat saja. Dari atas sadel motorsport, seorang pengendara tidak hanya dituntut untuk konsentrasi, tapi juga mesti berpandangan jauh ke depan. Layak pebisnis yang mesti bergerak dan mengambil keputusan cepat, begitu pula halnya dengan menunggangi motor balap ini. Jika tidak, nyawa taruhannya.
Di samping merangsang naluri bisnis, para peminat adu balap ini mengaku jaringan bisnis makin luas sejak menekuni hobi ini. Relationship-nya pun makin terbangun. Maklum saja, penggemar dari pelbagai profesi datang dan berkumpul di sana. Nah, bila sudah kumpul, tak ada lagi atribut sebagai direktur utama, jenderal, maupun pengacara kondang yang ditonjolkan. Kebersamaan, hubungan yang cair, dan kesatuan hobi melumerkan segala “topeng-topeng” tersebut.
Tak mudah memang mengendalikan motor ber-cc tinggi, apalagi dengan kecepatan yang juga tinggi. Si pengendara mesti lihai mengendalikan kekuatan mesin dan bobot motor yang besar itu. Jika ia tak mampu menjinakkannya, siap-siaplah orang itu akan dikendalikan mesin berkekuatan puluhan ribu kuda tersebut.
Kemampuan untuk mengendalikan motor tidaklah cukup. Si penunggang mesti bernyali. Sekali lagi, hobi ini kerap menyerempet bahaya. Dyan telah merasakan bagaimana ia digadang-gadang kematian. Makanya, hal utama yang perlu disiapkan adalah pengamanan yang lengkap untuk diri sendiri selain stamina fisik yang trengginas.
Belakangan, untuk memperkuat kebersamaan, penggemar motorsport atau superbike ini membentuk komunitas tersendiri dengan bendera R15. Maklum, kian lama penikmatnya makin bertambah. “Apalagi, kran kebebasan impor motor yang makin terbuka, memudahkan orang untuk mendapatkan motorsport secara resmi,” tutur Dyan, salah satu penggerak R15. Kini, klub ini mampu merekrut hingga sekitar 40 peminat.
Di samping itu, daya tarik motorsport pun mulai dirasakan para penggemar motor gede. Malahan, ada di antara mereka yang rela mengandangkan Harley Davidson-nya dan beralih ke balap motor. “Ngapain ikut touring kalau enggak bisa ngerasain kecepatan tinggi,” begitu alasan yang lazim terdengar.
Kini, mereka memilih untuk memacu motorsport di sirkuit. Kendati demikian, penikmat balapan motor di sirkuit tak hanya didominasi pemilik motorsport. Ada juga kaum profesional yang tetap memakai motor gede-nya untuk balapan di sana. Betul juga. Di jalur bebas hambatan itu mereka bisa merasakan kecepatan melebihi apa yang mereka rasakan dari touring-touring biasa.
Agar hobi ini tidak monoton, dibuatlah permainan bernuansa kompetisi. Mereka membagi arena dan nomor perlombaan dalam beberapa kelompok, berdasarkan jenis dan mesin motor. Dari situ, muncullah beberapa kategori, seperti kelas 250 – 400 cc, 600 cc, dan 750 – 1000 cc. Maka, disulaplah arena Sirkuit Sentul menjadi ajang “trek-trekan” ala eksekutif. Motor-motor senilai puluhan juta rupiah itu berhamburan ke lintasan. Saling pacu. Saling memburu.
Boks
Percikan Rasa Pede
Ingin berat badan Anda turun tanpa ke gym atau diet sekalipun? Cobalah aktivitas yang digemari Dyan Dilato ini. Pengendara Honda CBC 600 cc ini menjelaskan, kegiatan motorsport yang rutin dilakukannya tak hanya memulihkan stamina fisik, tapi juga dapat mengikis lemak di badan. “Kalau mau menurunkan berat badan, coba deh,” tantang pria berusia 41 tahun ini sembari tersenyum.
Hawa panas udara, aspal, dan gelora hasrat untuk membetot gas sekencang mungkin menjadi pelipur baginya untuk tetap setia dengan hobi berbahaya ini. Berulang kali ia merasakan jiwanya terbang saat ia menginjak rem secara mendadak di tengah laju motor secepat kilat. “G force-nya itu lo yang bikin kita merasakan hidup baru,” tutur penggemar motorsport sejak tujuh tahun silam ini.
Baginya, mengendarai motor balap tak hanya mendatangkan kesehatan fisik, tapi juga kepercayaan diri yang tinggi. Lelaki berpostur 167 cm/ 64 kg ini mengaku terlatih untuk berpikir dan menghasilkan keputusan yang cepat. Networking-nya di dunia bisnis pun kian luas. Lebih dari itu, ia juga mengaku mampu menjalin kedekatan pada Tuhan karena seringnya ia mengingat kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar