Kamis, Juli 17, 2008

Satu Nusa, Satu Nomor Identitas

Betapa repotnya menjadi warga republik ini. Sebagai warga negara, kita harus hidup dengan setumpuk nomor identitas yang begitu beragam. Mulai dari Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), paspor, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Kartu Keluarga (KK), hingga Nomor Akta Kelahiran. Di luar itu masih banyak nomor identitas lainnya dengan kekhasan dan karakteristik tersendiri yang tentu saja mustahil kita bisa menghafal semuanya.

Setelah dihitung, setidaknya terdapat 28 jenis nomor identitas unik yang berbeda. Instansi maupun lembaga berwenang yang mengelola dan mengeluarkan nomor identitas itu itu pun tidak kalah banyak, mulai dari instansi pemerintah atau perusahaan, baik di pusat maupun di daerah. Karenanya, wajar masyarakat mengeluh lantaran dibuat pusing dan repot oleh nomor yang beragam. Sudah begitu, mengurusnya pun tidak hanya membuat pusing kepala karena lamanya pelayanan, tapi juga rawan terjadinya penyelewengan maupun tindak korupsi, sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

Kini, kita tidak perlu dipusingkan lagi dengan beragam jenis nomor identitas ini. Departemen Dalam Negeri (Depdagri) saat ini tengah menerapkan sistem pengenal tunggal atau nomor induk tunggal dan terpadu bagi seluruh penduduk. Single Identity Number (SIN) atau disebut Nomor Induk Kependudukan (NIK) ini, diberikan kepada semua penduduk termasuk yang baru lahir dan berlaku sampai meninggal, serta tidak tergantikan oleh orang lain. Nomor yang sama juga akan digunakan sebagai pengenal pasport, SIM, NPWP, serta kartu pengenal lainnya. Jika diberlakukan secara nasional, sistem ini akan mendukung terjadinya tertib administasi di Indonesia.

Sistem yang dinamai Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) ini, pengerjaannya dilakukan di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) Administrasi Kependudukan (Adminduk). Sistem ini memungkinkan pengolahan dan updating data dilakukan secara online. Jika seluruh kecamatan di Indonesia memiliki infrastruktur telekomunikasi yang memadai, sistem ini akan siap melayani updating data secara online di seluruh Indonesia.

Sistem ini ditujukan antara lain untuk mencegah penyalahgunaan dokumen kependudukan. Kejadian seperti penduduk memiliki KTP ganda, serta perlakuan yang salah kepada penduduk yang disebabkan karena kondisi terakhirnya tidak tercatat, diharapkan dapat dihindari. “Dengan demikian, kita akan memiliki data statistik kependudukan yang lebih akurat,” kata Direktur Jenderal Adminduk, Abdul Rasyid Saleh.

Kebijakan ini memiliki landasan hukum yang kuat dengan disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dan diperkuat dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37/2007 tentang Pelaksanaan UU Administrasi Kependudukan. Tidak hanya memuat regulasi di bidang administrasi kependudukan, UU ini juga berisi sanksi admi­nistratif dan pidana. Dengan UU ini diharapkan administrasi kependudukan Indone­sia tertata dengan rapi dengan membangun database kependudukan yang baik dan kuat.

Menurut Rasyid, UU ini lahir sebagai bentuk keprihatinan tidak adanya landasan hukum yang kuat sehingga tidak bisa dibangunnya sebuah sistem administrasi kepen­dudukan, dengan database yang baik dan akurat. “Selama 60 tahun lebih Indonesia merdeka, administrasi kependudukan dibangun hanya berdasarkan keputusan presi­den warisan kolonial Belanda,” ujar Rasyid.

Sistem yang diharapkan dapat direalisasikan secara nasional pada tahun 2008 atau 2009 ini bisa dimanfaatkan untuk pendataan penduduk yang dipakai untuk Pemilihan Umum, Pemilihan Presiden, serta Pemilihan Kepala Daerah. Sebanyak 60 per­sen pemilih pada Pemilu 2009 di­harapkan tidak lagi menggunakan kartu pemilu saat mencoblos. Se­bagai gantinya, mereka cukup menggunakan KTP. “Langkah ini jauh lebih efisien. Tidak hanya kita memiliki database kependudukan yang lebih akurat, anggaran untuk pengadaan kartu pemilih seperti pada Pemilu 2004 lalu juga bisa ditekan,” kata Rasyid menambahkan.

Ditjen Adminduk menyadari proses penyiapan database ini bukan pekerjaan yang ri­ngan, tapi juga tidak mustahil. Untuk memperlancar kegiatan pemerintah di bidang pemutakhiran database kependudukan, lanjut Rasyid, masyarakat harus proaktif mengisi formulir biodata penduduk. "Jangan khawatir dan ragu-ragu untuk mengisinya," ucapnya. Kalau tidak sekarang, bangsa ini mau menunggu kapan lagi?

Tidak ada komentar: