Kamis, Juli 17, 2008

Membangun Administrasi Kependudukan Berbasis Satu Nomor Induk

Populasi penduduk yang besar di Indonesia ternyata memiliki persoalan tersendiri. Selain soal pertumbuhan yang tinggi serta penyebarannya yang tidak merata, selama 62 tahun Indonesia merdeka, soal-soal administrasi kependudukan dan birokrasi pun tidak tertata secara rapi dan serius. Persoalan ini berakibat pada sulitnya birokrasi pemerintahan dalam memberikan pelayanan yang memuaskan bagi setiap warga negaranya.

Berangkat dari niat membenahi masalah-masalah administrasi kependudukan, Departemen Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan (Ditjen Adminduk) merintis sebuah sistem untuk membentuk Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Single Identity Number (SIN) dan terpadu bagi seluruh penduduk, termasuk yang baru lahir dan berlaku sampai meninggal, serta tidak tergantikan oleh orang lain.

Regulasi ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dan diperkuat dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37/2007 tentang Pelaksanaan UU Administrasi Kependudukan. Dengan UU ini diharapkan administrasi kependudukan Indone­sia tertata dengan rapi dengan membangun database kependudukan yang baik dan kuat.

“Regulasi ini bertujuan agar setiap warga negara memiliki NIK yang bersifat unik, tunggal, dan melekat pada seseorang sepanjang masa,” kata Direktur Jenderal Adminduk, Abdul Rasyid Saleh. Selain itu, lanjutnya, NIK merupakan alat pengendalian dan pengamanan data penduduk untuk menghindari dokumen ganda. Karena itu, NIK menjadi bagian dari database administrasi yang dapat digunakan sebagai "kunci akses" pelayanan publik.

Dengan diberlakukannya UU ini, masyarakat diharapkan sadar akan pentingnya memiliki identitas kependudukan, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kartu Keluarga (KK), hingga akta-akta yang berkaitan dnegan peristiwa kependudukan berbasis NIK. Kelak, dengan bermodalkan data konvensional yang sudah tersedia di banyak instansi, seluruh instansi terkait diharapkan bersepakat menetapkan NIK sebagai rujukan utama dalam menerbitkan kartu identitas lainnya.

Sebagai contoh, satu seri nomor identitas KTP yang dimiliki seseorang akan digunakan sebagai nomor petunjuk yang sama bagi kantor imigrasi saat menerbitkan paspor. Begitu pula halnya ketika kepolisian akan mengeluarkan Surat Ijin Mengemudi (SIM), atau kantor pajak yang hendak memberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Singkat kata, KTP, paspor, SIM, NPWP, sertifikat hak atas tanah, serta tanda pengenal lainnya yang dimiliki seorang warga nanti akan bernomor tunggal yang seragam alias sama, dan tidak bermacam-macam seperti sekarang ini.

Apa yang dibangun oleh Ditjen Adminduk adalah sebuah gudang data nasional yang terpadu. Sistem yang dinamai Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) ini, memungkinkan pengolahan dan updating data dilakukan secara online. Jika seluruh kecamatan di Indonesia memiliki infrastruktur telekomunikasi yang memadai, sistem ini akan siap melayani updating data secara online di seluruh Indonesia.


Dengan data nasional yang terpadu ini, kelak setiap instansi juga dapat dengan mudah melacak seluruh informasi tentang seseorang melalui NIK yang dimiliki, mulai dari status kependudukannya, rekening telepon, rekening air (PAM), catatan criminal, sampai kewajiban pajaknya. Sistem ini akan langsung melacak, kemudian mengoreksinya jika ternyata terdapat informasi yang tidak cocok dari subyek yang sama yang berasal dari instansi berbeda. “Dengan regulasi ini, tindak pemalsuan dan penggandaan identitas kependudukan akan bisa dicegah lebih efektif. Negara pun akan bisa berhemat,” kata Rasyid, menambahkan.

Banyak kalangan yang pesimistis dengan program ini. Namun, lanjut Rasyid, pihaknya tidak memiliki pilihan untuk tidak melaksanakan Adminduk ini dalam rangka penertiban dan penerbitan dokumen kependudukan bagi penduduk “Memang masih banyak sorotan, yang mengatakan saya bermimpi dengan program ini. Namun, kita kan mau maju. Mestinya kita dukung program ini dengan meningkatkan kesadaran masyarakat luas,” kata Rasyid, dengan penuh optimistis. Ia melanjutkan, regulasi ini membawa perubahan yang sangat mendasar, yang menggantikan regulasi produk kolonial Belanda, khususnya di bidang administrasi kependudukan.

Sebagai informasi, sejumlah kabupaten kota di pelosok Tanah Air, seperti Kabupaten Pati, Kabupaten Cilacap (Jawa Tengah), Kabupaten Gunung Emas (Kalimantan Tengah),
Kabupaten Dumai (Riau), serta beberapa kabupaten lainnya di Sulawesi Selatan, telah memiliki database kependudukan berbasis NIK. “Kami sedang mulai menerapkannya secara bertahap. Hingga saat ini, daerah-daerah yang telah menerapkannya sekitar 30%,” kata Rasyid, menambahkan. Ia berharap, pada tahun 2009 nanti, daerah yang sudah memiliki database ini sudah mencapai 80%-90%.

Sistem ini menampung data penduduk yang diperoleh dari data Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B). Data yang ada masih akan melewati proses pemutakhiran data yang dilakukan dengan enumerasi per daerah, serta pemutakhiran berkelanjutan dengan layanan registrasi Minduk/Dafduk dan Calon Pemilih. “Dengan sistem ini, database kependudukan akan selalu dimutakhirkan dan dijamin tingkat validitasnya,” tutur Rasyid, melanjutkan.

Sistem ini bisa dimanfaatkan untuk pendataan penduduk yang dipakai untuk Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden, serta Pemilihan Kepala Daerah. Bahkan, pada Pemilu 2009 nanti, diharapkan masyarakat tidak lagi menggunakan kartu pemilu saat mencoblos. Se­bagai gantinya, pemilih cukup menggunakan KTP. “Ini usaha yang memerlukan kerja keras dan jangka panjang. Untuk mempermudah program ini, mari kita proaktif dalam mendukung program ini,” ujarnya

Boks

Abdul Rasyid Saleh:

“NIK Membuat Hidup Lebih Praktis”

Apa program yang menjadi prioritas Anda terkait dengan database kependudukan berbasis NIK?

Kami sedang melaksanakan pelatihan yang sangat intensif, pengenalan pada perangkat kerja, konseling, siapa saja, sampai pada konsultasi penyusunan peraturan daerah. Semua hal ini dilanjutkan dengan Peraturan Daerah (Perda). Sekarang kami sedang giat-giatnya melakukan penyesuaian terhadap Perda sebagai tindak lanjut dari regulasi yang ada.

Kedua, kami sedang melakukan pemutakhiran data. Bahkan ada wacana, bisa tidak KTP menggantikan kartu pemilih pada Pemilu 2009. Ini jauh lebih efisien daripada membuat kartu pemilih setiap lima tahun. Bahkan, program inilah yang mestinya dibiayai, daripada setiap lima tahun mendata orang. Sebab, KTP berbasis NIK ini jauh lebih dipercaya dan dipertanggungjawabkan.

Kapan UU Nomor Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan ini bisa berjalan efektif?

Tergantung kita semua. Sebab UU ini milik kita semua. Saya dibantu 457 Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di jajaran Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia. Sekarang, kami sedang mensosialisasikannya ke seluruh provinsi dan kabupaten/ kota. Yang paling penting adalah melaksanakan UU berikut PP-nya.

Bagaimana dengan persiapan aparatur pemerintahan?

Kita sudah berikan stimulan berupa sarana dan prasarana untuk kota dan kecamatan. Kita berikan berupa server, komputer, software, serta perangkat kerja lainnya. Selama dua tahun berturut-turut kami berikan ke provinsi, kabupatan, hingga tingkat kecamatan dalam rangka percepatan pembangunan SIAK, sekaligus memberikan arah percepatan keseragaman. Ini hal baru yang betul-betul memerlukan tingkat kesadaran dan sosialisasi ynag menyeluruh. Ini harus diketahui masyarakat.

Apa keuntungan NIK bagi masyarakat luas?

Dengan NIK, semua akan lebih mudah dan praktis. Begitu dicari NIK, akan ketahuan semua yang kita inginkan. NIK akan mempermudah setiap warga Negara dalam mengurus urusan administrasi, seperti pembayaran berbagai macam tagihan, seperti rekening listrik, telepon, air, SIM, STNK, BPKP, sertifikat tanah, dan lain-lain.

Efek sampingnya dengan kepemilikan NIK?

Kita tidak lagi bisa menyembunyikan harta kekayaan atas nama kita pribadi. NIK ini sudah ada di akta tanah, bangunan, mobil, NPWP, dan sebagainya.

Kapan NIK ini dapat dimiliki setiap penduduk?

Jangan ditanya sekarang. Semua ada prosesnya. Ini usaha yang memerlukan kerja keras dan jangka panjang. Jadi, ini perlu sosialisasi. Dinas Kependudukan yang ada di kabupaten/ kota maupun provinsi wajib mensosialisasikan hal ini. Kenapa perlu disosialisasikan? Karena ini menyangkut sanksi, denda uang, maupun pidana.

Apa kira-kira kendalanya?

Letak geografis, penduduk antar gunung, banyak lokasi ekstrem, penduduk bertebaran di mana-mana. Di Banten saja banyak penduduk yang tinggal di pelosok maupun pedalaman. Namun, regulasi maupun kebijakan ini tidak bisa ditunda. Sudah ada jangka waktu efektivitas pelaksanaannya.

Tidak ada komentar: