Rabu, Juli 09, 2008

Anggrek Hitam Dari Timur


Pedalaman Kalimantan ternyata menyimpan kekayaan alam yang tak ternilai harganya. Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa tidak ada pulau besar lain di Indonesia yang memiliki semacam kesatuan budaya seperti Kalimantan. Warisan budaya nenek moyang senantiasa lestari dengan keberadaan masyarakat Dayak, yang merupakan salah satu penduduk asli Pulau Kalimantan sejak ratusan tahun silam. Mereka mewarisi budaya dan adat istiadat yang kuat dan asli, sehingga tetap dihormati dan dibanggakan sampai sekarang.


Keberadaan Suku Dayak yang menempati pulau bagian timur hingga barat Pulau Kalimantan, bahkan sampai ke negara tetangga, seperti Malaysia dan Brunai Darusalam, telah memberikan wawasan tentang budaya yang indah di tengah hutan luas. Keindahan gerakan dari tarian Dayak yang menvisualisasikan keindahan, bentuk pakaiannya yang penuh warna, serta ukiran tato di bagian tubuhnya, menandakan suatu rentetan karya budaya yang menarik dan harus dilestarikan.


Bentuk kesenian Dayak ibarat anggrek hitam yang sangat langka dan begitu mahal harganya. Atraksi seni dan budayanya seperti membawa kita pada sebuah fantasi tentang hutan yang indah, sungai yang jernih dan mengalir bebas, serta suara alam yang menghentak dan menyejukkan jiwa. Masyarakat Dayak sangat menghormati dan menjadikan adat mereka sebagai pandangan hidup dan menjelma melalui kebaikan hati yang tulus.


Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, masyarakat Dayak memiki semangat juang untuk maju dan mempertahankan hidup. Mereka memegang prinsip dari para orang tua, yaitu, kata “bawa” yang artinya komitmen dan semangat yang tinggi untuk meraih sukses. Kata “bawa” juga bermakna pantang menyerah, tidak mau kalah ditindak atau dianggap remeh. Mereka bisa tampil dengan mempertahankan harga diri sampai titik darah penghabisan.


Di Kalimantan Timur, kebudayaan Dayak begitu menonjol dan menjadi simbol atau kode yang dipakai dalam sistem sosial maupun pemerintahan sampai sekarang. Hal ini menjadikan keluarga besar masyarakat adat Dayak semakin luas. Seni dan budaya Dayak menjadi sendi dalam kehidupan bermasyarakat serta telah memperkaya seni budaya nasional.


Keagungan Budaya Dayak

Jika sedang berkunjung ke Kalimantan Timur, kurang lengkap rasanya jika tidak menyaksikan tradisi masyarakat Dayak yang khas, unik, dan penuh keagungan. Tidak hanya kaya dengan seni dan budaya, mereka memiliki tradisi kehidupan sehari-hari yang dipertahankan sampai sekarang, seperti berburu, mencari madu, dan tinggal di rumah panjang atau lamin. Dalam tradisi berkesenian, mereka juga pandai memahat, menggambar, bermain musik, menganyam, sampai memintal kain.


Di Samarinda, tepatnya sekitar 20 kilometer dari pusat kota, terdapat Desa Budaya Pampang. Desa ini bukan desa buatan untuk wisatawan, tetapi merupakan permukiman masyarakat masyarakat Dayak asli, khususnya masyarakat Dayak Kenyah. Desa seluas 600 hektar ini didiami sekitar 300 keluarga yang masih memegang teguh adat istiadat yang berlangsung secara turun-temurun selama ratusan tahun.


Di sini, kita dapat menyaksikan rumah panggung dan rumah panjang (lamin) yang menjadi ciri khas masyarakat Dayak. Di rumah panjang inilah setiap pekan digelar berbagai atraksi budaya, seperti tarian Nilamasakai khas Dayak, yang dimaksudkan sebagai penyambutan dan kegembiraan masyarakat Dayak saat menerima kehadiran tamu-tamu terhormat.


Masyarakat setempat masih memegang teguh tradisi telinga panjang atau merajah tubuh dengan tato, baik di kalangan laki-laki maupun perempuan. Meski pakaian yang dikenakan tak jauh berbeda dengan masyarakat pada umumnya, tetap ada kekhasan, baik dalam topi, gelang, kalung, maupun aksesori lain. Keramahan, senyuman tulus, serta sapaan penuh kekeluargaan senantiasa terlihat saat mereka berpapasan dengan para pendatang.


Rumah-rumah panggung khas Dayak yang kokoh juga terkesan familiar terhadap tamu. Aksesori khas Dayak, mulai dari topi berwarna-warni, tombak dan sumpit, hingga anjat atau keranjang rotan untuk ke ladang dan berburu menjadi pemandangan yang mudah dijumpai. Demikian pula dengan tradisi memahat dengan detail ukiran yang unik. Pahatan itu tidak hanya dalam bentuk patung, tetapi juga pada tiang, dinding, dan bahkan fondasi rumah yang umumnya terbuat dari kayu ulin atau kayu besi. Selain halus, ukiran itu sangat detail, coraknya beragam, dan menggambarkan kedekatan dengan alam.


Makna Rotan Bagi Suku Dayak

Di kalangan masyarakat tradisional Dayak, rotan menempati posisi yang sangat penting baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam upacara ritual/adat. Pada umumnya rotan digunakan untuk alat ikat mengikat, baik saat membangun rumah, memasang jerat binatang buruan, untuk membuat Mihing (semacam alat menangkap ikan yang khas) dan mangikat peralatan tranportasi air.


Hasil serutannya sangat melekat dengan kehidupan sehari-hari, seperti anyaman pada Keba (sejenis tas punggung) dan tali pengikat pada Mandau (senjata tajam yang telah menjadi benda pusaka) dan Beliung (kapak). Tidak kalah dengan bambu, umbut (rebung) rotan muda sangat digemari untuk dikonsumsi menjadi Juhu (semacam gulai) maupun direbus begitu saja sebagai sayur, meskipun agak pahit rasanya.

Dalam berbagai upacara ritual pada tradisi Dayak, rotan sering digunakan sebagai salah satu syarat yang harus ada, bahkan bisa menjadi syarat utama. Sebagai contoh adalah tradisi Sumpah Setia melalui upacara Potong Rotan. Dalam beberapa riwayat diungkapkan, sumpah setia yang dilakukan oleh suku Dayak kepada pemimpin mereka biasanya diadakan dengan saling menukar darah yang biasa disebut “Hakinan daha hasapan belum”. Selanjutnya, pada pergelangan tangan diikatkan dengan lamiang atau lilis dan dilanjutkan dengan memotong rotan, menaburkan beras kuning, abu, dan garam. Setelah itu ibu jari tangan kanan dilukai sedikit hingga mengeluarkan darah, sebagi lambang bakti setinggi-tingginya. Upacara ini dilaksanakan sebelum matahari tepat di atas kepala (pukul 12.00 siang hari).

Sebelum acara potong rotan, yang bersumpah setia harus berani mengatakan: apabila ia tidak setia kepada sumpahnya, maka ia berani menanggung risiko bagai rotan yang terpotong, yang berarti nyawanya pun akan terpotong atau terpisah dari raga kapan saja. Namun, apabila ia setia, rajin, dan jujur untuk selamanya, maka ia akan mendapat untung panjang, hidup senang, umur panjang, dapat berkah dan banyak rejeki. Sumpah setia semacam ini pernah dilaksanakan oleh Suku Dayak Pedalaman Kalimantan kepada Pemerintah Republik Indonesia di Gedung Agung Yogyakarta, pada masa penmerintahan Presiden Soekarno tanggal 17 Desember 1946.

Di bidang budaya, rotan melalui tradisi anyaman telah menjadi salah satu ciri pokok kebudayaan Dayak selain rumah panjang, mandau atau sumpit, tembikar, sistem perladangan, kedudukan wanita, dan seni tari. Kerajinan rumah tangga yang berupa anyaman (khususnya dari rotan) terdapat dari semua suku Dayak. Yang unik dari anyaman ini nampak dalam dua bentuk, yaitu tikar tidur dan tikar upacara serta keranjang angkut yang bertali bahu. Tikar tidur dan tikar upacara pada umumnya dianyam dengan rotan halus dengan motif-motif yang diambil dari mitologi suku. Tiap-tiap motif mempunyai nama dan makna sendiri.

Sedangkan keranjang rotan, khususnya keranjang angkut yang diberi bertali untuk bahu, biasa juga disebut anjat, merupakan seni pembuatan keranjang unik yang dimiliki oleh suku Dayak. Keranjang angkut ini fungsi dan kegunaannya bermacam-macam, seperti untuk mengangkut pakaian, padi, kayu bakar, dan sebagainya. Kegunaannya itu nampak dalam bentuk halus-kasarnya pembuatannya, demikian pula besa-kecilnya keranjang tersebut.


Ragam Kerajinan Rotan
Perabotan yang terbuat dari rotan masih menjadi primadona bagi para perajin di Indonesia sampai sekarang. Selain bahan bakunya mudah ditemukan, tekstur rotan tergolong fleksibel untuk dijadikan aneka kerajinan. Ada yang bisa diolah menjadi furnitur murni, produk interior, perlengkapan kerja, keranjang, dan bahkan mainan anak-anak.

Sebatang rotan memang multifungsi dan dapat dijadikan kerajinan apa saja sesuai kebutuhan. Dari ujung sampai pangkal, baik kulit maupun isinya, dapat diolah menjadi bahan dasar kerajinan yang bermutu tinggi. Buktinya, produk yang dibuat para perajin biasanya menggunakan berbagai bagian dari tanaman rotan, seperti hati dan kulitnya. Ada juga yang merupakan kombinasi dari bagian-bagian tersebut.

Di samping itu, paduan antara rotan dengan bahan-bahan lain juga sering digunakan para pengrajin. Kombinasi tersebut melahirkan kerajian yang praktis, sederhana, dan tetap bernilai tinggi. Sebagai contoh, kombinasi rotan dengan bahan lain menghasilkan alat-alat perlengkapan kerja, seperti menangkap ikan, membersihkan beras, menggendong padi serta kebutuhan sehari-hari, alas menjemur padi, perhiasan untuk adat, serta barang-barang kerajinan lainnya, seperti keranjang, tas, gelang, atau tikar.


Kerajinan anyaman rotan di Kalimantan Timur, beberapa tahun terakhir mengalami metamorfosis dari produk perlengkapan rumah tangga yang berharga relatif murah, menjadi produk aksesori yang bernilai jual tinggi. Wujudnya pun terus berkembang, mulai dari tikar, keranjang, produk dekoratif dan aksesori, dan barang fungsional lainnya. Bahan baku rotan umumnya berasal dari Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Pemasaran lokal dan regional khusus untuk produk tas tangan wanita, telah dipasarkan hingga ke manca negara.

Pengolahan Rotan
Proses pembuatan kerajinan rotan ini menggunakan bermacam-macam ukuran dan jenis rotan. Untuk rotan berukuran kecil biasanya diolah bersama kulitnya. Sedangkan rotan yang berukuran besar, sebagian dipotong dengan mesin sesuai kebutuhan. Sesudah dibelah-belah dengan mesin, diputihkan (bleaching), diawetkan dengan obat, lalu dikeringkan.

Sebelum dianyam, rotan dibasahi dulu dengan air karena teksturnya mudah patah (getas). Sesudah dianyam, lalu dibersihkan bulu-bulunya dengan cara diamplas. Hal ini dimaksudkan agar saat produk digunakan tidak berbahaya bagi pemakainya. Bila saat proses pembuatan rotan terkena lumpur, maka rotan harus diputihkan kembali.

Langkah pertama, yaitu dibentuk dengan cara dianyam, lalu dibersihkan bulunya, diputihkan lagi, kemudian diamplas dan dikuas untuk menghilangkan debunya, selanjutnya di-sending untuk menutup pori-pori, diamplas lagi dan baru dilapisi dengan cairan melamin.

Terkadang proses finishing dengan melamin bisa dilakukan dua sampai tiga kali pelapisan. Jadi, untuk membuat anyaman rotan yang sempurna, bisa dilakukan beberapa tahapan. Proses pewarnaan dilakukan sesudah berbentuk barang. Hasil karya tidak perlu diputihkan, tapi dicelupkan pada pewarna sesuai keinginan.

Bahan pewarna tersebut biasanya luntur. Namun, agar warna lebih awet dan tetap bertahan, maka perlu ditambahkan zat lain, seperti cuka atau pinang. Sesudah dicelup atau direbus dengan bahan pewarna yang telah dicampur penguat warna, barang kemudian dicuci bersih dan setelahnya dijemur. Tahapan selanjutnya adalah di-sending dan bila perlu dipernis agar tak mudah luntur.

Produk-produk Anyaman

Keranjang atau tas tangan wanita dengan bahan dasar rotan memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan. Saat ini tas tangan anyaman rotan produksi Kalimantan Timur, khususnya Kota Samarinda, telah dibawa hingga Amerika Serikat, Eropa, dan Australia. Namun, kerajinan tersebut kebanyakan hanya sebagai buah tangan dan bukan komoditi dagang dalam jumlah besar.


Sebagai produk aksesori yang berharga tinggi, standar mutu menjadi prioritas. Di samping itu, dibutuhkan perhatian dalam pengembangan desain, karena tas tangan wanita adalah produk yang selalu bergerak mengikuti tren mode. Penggunaan bahan dasar lain sebagai aksesori tambahan, seperti kulit, rajutan manik, dan lain-lain senantiasa dibutuhkan untuk membuat kerajinan menjadi lebih bernilai tinggi.


Hasilnya, kerajinan anyaman rotan yang dihasilkan Suku Dayak menjelma menjadi berbagai produk keranjang atau tas yang menarik dan berkualitas tinggi. Salah satunya berbentuk anjat, tas anyaman rotan yang berbentuk bulat dan biasanya dipakai sebagai tas punggung. Pada mulanya, anjat hanya dibuat dari bahan rotan. Tapi, belakangan ini terus mengalami inovasi dan modifikasi sedemikian rupa. Aneka motif Dayak serta warna-warni yang menarik membuat anjat begitu mempesona.


Anyaman rotan juga dapat berupa tas tangan yang cantik. Penggunaan aksesori lain seperti kayu, kain, bunga, lumba-lumba, hingga rajutan manik membuat kerajinan tersebut begitu elegan dan khas. Beberapa anyaman bermotif tikar dengan aksesori kain puring yang dijahit juga dapat kita jumpai.

Ada pula tas tangan yang lebih mungil dengan rancangan yang tak kalah menariknya. Tas kecil yang praktis ini dapat dipakai untuk menaruh handphone, dan digantung di bahu atau pinggang. Rajutan manik motif khas Dayak membuatnya unik dan tetap trendi.





Tidak ada komentar: