Buyung Soeseno Boenarso
Putra Mahkota Bisnis Percetakan
Kesibukan terlihat di percetakan Subur cabang Wolter Monginsidi, Jakarta Selatan. Saat itu, jaringan cetak terpadu ini dipenuhi para pengunjung yang membutuhkan layanan percetakan dengan kualitas tinggi. Buyung Soeseno Boenarso, Managing Director PT Suburmitra Grafistama, yang mengelola percetakan ini, pun tak kalah sibuknya. Ia hilir mudik di antara mesin percetakan dan foto copy sambil mengontrol kinerja karyawannya.
Buyung, panggilan akrabnya, adalah satu dari sejumlah pengusaha yang tengah meretas usaha warisan keluarga. Keterlibatannya dalam dunia usaha bermula pada 1992 lalu saat ia ditugaskan untuk meneruskan kiprah sang bapak, Soesono Boenarso. Sejak saat itu, ia mengendalikan sepenuhnya perjalanan usaha hari demi hari. “Bapak tetap terlibat sebagai komisaris,” kata wiraswastawan yang sempat menekuni sekolah perhotelan ini.
Menjadi penerus kedua dalam perusahaan terkadang memang membanggakan dan membuat orang terlena. Tapi, pria berusia 35 tahun ini tak mau terlena dengan kemapanan dan bergantung pada nama besar sang bapak. Namanya usaha, lanjut Buyung, tak ada istilah enak. Tetap ada resiko dan tanggung jawab yang besar. “Ayah saya saja belum menikmati, apalagi saya,” ujar anak sulung dari empat bersaudara ini sambil tersenyum.
Memang sudah ada pondasi yang sudah dibangun oleh sang bapak. Merek Subur sebagai penyedia jasa foto copy dan percetakan berkualitas juga sudah kuat di hati publik. “Tapi, menjaga dan meneruskan usaha ini juga penting,” kata penggemar olahraga tenis ini, sambil menambahkan, “Peran saya lebih kepada maintenance dan mempertahankan brand.”
Dalam perkembangan, Buyung mulai menyadari perannya tak cukup hanya dengan melestarikan apa yang sudah diwariskan sang bapak. Ia pun merasa terpanggil untuk mengembangkan usaha keluarganya agar lebih baik lagi di masa mendatang. Satu hal yang ditakutkan bapak dua anak ini, “Kalau hanya mempertahankan kualitas brand, tapi tak punya pikiran atau terobosan maju, usaha ini bisa disalip para pesaing.” Karena itu, ia ditantang untuk berpikir lebih jauh agar bisa mengembangkan bisnis ini.
Semenjak diberi amanah untuk mengelola usaha, Buyung mendedikasikan seluruh tenaga dan pikiran demi keberlangsungan usaha yang dirintis sejak 1987 ini. Berbagai pengembangan dan terobosan bisnis telah berhasil ia lakukan. Jaringan percetakan ini juga telah memiliki tujuh cabang di Jakarta. “Awalnya 10 cabang. Karena krisis, kami lakukan restrukturisasi dan efisiensi dengan menutup beberapa cabang,” ujar Buyung.
Di samping memperluas jaringan, ia juga terus melakukan pengembangan di bidang sumber daya manusia maupun penerapan teknologi terkini. “Kami terus memaksimalkan produktivitas dengan mencari mesin percetakan yang menerapkan teknologi mutakhir,” ujar Buyung yang kini dibantu adik-adiknya dalam mengelola Subur. Seperti halnya perusahaan jasa, Buyung senantiasa mengutamakan kepuasan konsumen sebagai visi usahanya.
Riza Suarga
Pewaris Usaha Perkayuan
Dunia perhutanan dan perkayuan sekarang bukanlah hal yang asing bagi Riza Suarga. Bahkan, sektor inilah yang membesarkan reputasinya sebagai pengusaha. “Basis usaha saya adalah perkayuan,” kata Komisaris PT Ranggakesuma, yang mengelola hutan seluas 120 ribu hektar di daerah Kalimantan Timur.
Kiprah Riza dalam usaha ini bermula sejak ia meraih gelar Sarjana Ekonomi dan Insinyur Teknik Mesin dari Ohio University, Athens, Ohio, Amerika Serikat, pada 1988. Atas amanah orang tua, ia pun melanjutkan usaha perkayuan milik keluarga. “Tadinya saya masih ingin meneruskan kuliah. Karena orang tua menyuruh saya mengelola usaha ini, saya pulang,” tutur pria berusia 39 tahun ini.
Semenjak mewarisi usaha perkayuan miliki keluarga, Riza seringkali dihadapkan pada situasi yang tak mudah. Krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1997 lalu, membuat utang perusahaannya membengkak. Produktivitasnya pun menurun. Sementara di sisi lain ia bertanggung jawab untuk mempertahankan keberadaan usaha ini sehingga bisa memperoleh keuntungan maksimal.
Berbagai tantangan itulah justru membuat naluri bisnisnya makin terasah. “Krisis telah mengubah cara pandang saya, khususnya dalam berbisnis,” kata pengusaha yang telah menerbitkan sejumlah buku di bidang perhutanan dan hukum ini. Bapak dua anak ini pun merasa makin jeli dalam menangkap dan menciptakan peluang baru.
Keuletan dan kerja kerasnya pun menuai hasil. Riza sukses melakukan restrukturisasi utang dan menyelamatkan perusahaan dari terpaan krisis. Lebih dari itu, ia mampu melakukan ekspansi bisnis dengan gemilang. Di tangan Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) ini pula, usaha keluarganya ini berkembang menjadi tujuh perusahaan. Ia pun sukses melebarkan sayap usaha ke bidang agrobisnis dan peternakan.
Dalam berbisnis, pengusaha yang masih tercatat sebagai mahasiswa program doktoral pada Jurusan Sumber Daya Alam, Fakultas Antropologi, Universitas Indonesia, Jakarta, ini berprinsip tidak mau berambisi dalam mengejar sebuah target. “Saya selalu mensyukuri apa yang saya dapatkan sekecil apapun dan saya manfaatkan sebaik mungkin,” kata Executive Chairman Masyarakat Perhutanan Indonesia (MPI).
Sekarang, ekspansi bisnisnya merambah ke bidang restoran atau kafe. Kafenya, Port City Java, sebuah kafe asal Amerika Serikat, telah berdiri di daerah Kemang, Jakarta Selatan. Dalam waktu dekat ini, peraih penghargaan Best Gross Overall, Jakarta Amateur Golf Open pada 1999 ini berencana membuka gerai kafe berlabel sama di Jakarta dan di luar negeri. Bagi penggemar golf, motor besar, dan travelling ini, tiada hari tanpa mencari dan menciptakan peluang baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar