Kamis, Juli 17, 2008

VISI 75-100 Untuk Kehidupan yang Lebih Baik

PT PLN (Persero) senantiasa bertekad untuk “melistriki nusantara” dengan pencapaian rasio elektrifikasi 100 persen. Untuk mengejar rasio elektrifikasi mencapai 100% itulah, BUMN yang mengelola ketenagalistrikan ini mencanangkan Visi 75-100. “Inilah suatu keyakinan dan tekad seluruh jajaran PT PLN untuk mewujudkan terpenuhinya listrik bagi seluruh warga atau rasio elektrifikasi mencapai 100% sebelum kemerdekaan RI ke 75 tahun 2020 mendatang," ujar Direktur Utama PT PLN, Eddie Widiono.

Mewujudkan visi 75-100 memang bukan pekerjaan mudah. Bayangkan saja, PLN harus membangun pembangkit rata-rata 3500-4000 MW per tahun, transmisi 2.700 kms, dan penambahan pelanggan sebanyak– 3,5 juta per tahun. “Ini belum pernah terjadi. Jadi kami mentargetkan sesuatu yang nyaris tidak tercapai. Ini hanya bisa dicapai kalau kita bekerja keras dan kita tidak bekerja sendiri. Bekerja sama dengan seluruh rakyat,” kata Eddie Widiono.

Begitu juga dari sisi dana yang membutuhkan anggaran yang sangat besar. Berdasarkan hitungan, hingga tahun 2016 nanti, PLN membutuhkan dana sekitar Rp 333 triliun atau sekitar Rp 37 triliun setiap tahunnya. Anggaran ini pun hanya untuk pembangkit dan transmisi, belum termasuk biaya operasional.

Meskipun demikian, PLN optimis mampu mewujudkan rasio elektrifikasi ini. Dari sisi pendanaan, misalnya, pintu pendanaan luar negeri sudah mulai terbuka lebar dengan keberhasilan global bond. Dengan demikian, investor asing sudah mulai percaya bahwa PLN memiliki keuangan yang sehat dan ditunjang oleh pemerintah berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003 tentang bUMN yang di dalamnya mengatur tentang Public Service Obligation (PSO).

Selain itu, minat perusahaan swasta untuk membangun pembangkit listrik saat ini cukup tinggi. Dari proposal yang masuk, setidaknya terdapat sekitar 20.000 MW yang pembangunannya ditargetkan selesai pada tahun 2010-2011. selain itu, 10 ribu MW milik PLN diharapkan rampung pada tahun 2009-2010. jika listrik swasta maupun cash program PLN terlaksana, maka aka nada pasokan listrik 20 ribu MW.

Jumlah tersebut merupakan lompatan besar. Sebab, saat ini Indonesia hanya memiliki kapasitas pembangkit sebesar 28 ribu MW yang 80 persen di antaranya terletak di PUlau Jawa. Sampai tahun 2007 ini, baru sekitar 52 persen dari 220 juta penduduk Indonesia yang dapat menikmati aliran listrik. Oleh karena itu, sangat wajar jika PLN memasang target yang begitu besar ini.

Untuk mencapai tekad tersebut, selama 13 tahun ke depan PLN sebagai Pelaksana dan Pemegang Kuasa Usaha Kelistrikan di Indonesia, ingin menggugah dan mengajak seluruh elemen masyarakat tanpa terkecuali. Selain itu, jajaran direksi merasa perlu untuk menyatukan derap langkah seluruh komponen bangsa untuk mewujudkan rencana besar tersebut. “Visi 75-100 bukan hanya milik PLN, tapi juga menjadi milik seluruh komponen bangsa Indonesia,” kata Eddie Widiono.

Dukungan pemerintah dalam melakukan program percepatan pembangunan pembangkit non BBM berkekuatan 10 ribu MW pun begitu dibutuhkan. "Selain studi ketenagalistrikan yang melibatkan dan bermanfaat bagi berbagai pihak, yang paling beruntung dengan pelaksanaan program ini adalah PT PLN sendiri. Inilah bentuk dukungan pemerintah yang jelas dan nyata," ujar Eddie Widiono, menambahkan.

Selama ini, karena peran PLN sebagai BUMN yang harus menjalankan program PSO, terpaksa menjual listriknya di bawah harga pokok penyediaan. Akibatnya, perusahaan negara ini selalu mengalami kerugian. Kendati demikian, kinerja PLN dalam tiga tahun terakhir menunjukkan tren perbaikan, sehingga dapat mengurangi kerugiannya. “Kami bertekad untuk tidak terus menjadi perusahaan yang merugi. Sebagai perusahaan, kami juga harus berani mematok keuntungan,” tegas Eddie Widiono.

Pembangunan pembangkit listrik yang baru merupakan upaya untuk melakukan diversifikasi energi, sehingga dapat mengurangi ketergantungan PLN terhadap BBM. Saat ini, untuk menghasilkan 1 kWh dibutuhkan 0,25 liter BBM atau setara dengan Rp 1.300. bandingkan dengan sumber energi lain, seperti gas. PLN hanya mengeluarkan Rp 350 per kWh. Sementara batubara, yang dalam cras program 10 ribu MW menjadi tumpuan utama, harganya juga terhitung murah. Setiap tonnya yang seharga Rp 360 dapat menghasilkan 2.100 kwh. Dengan demikian, untuk setiap 1 kWh hanya membutuhkan biaya RP 180.

Oleh karena itu, pembangunan PLTU 10 ribu MW yang telah dimulai, lanjutnya, memiliki multiflier effect yang luas. Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar dari berbagai wilayah di Indonesia sekaligus juga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan lokasi tambang batubara tersebut. Langkah ini pun diyakini akan meningkatkan mutu penyediaan sistem pelayanan kelistrikan nasional.

Program ini memiliki dampak positif dalam mengatasi krisis listrik akibat pertumbuhan permintaan yang terus meningkat. “Bagi PLN, program ini diharapkan juga bisa menekan HPP (Harga Pokok Produksi) sehingga harga listrik terjangkau oleh masyarakat dan industri," kata Eddie Widiono. Dengan demikian, PLN bisa meraih keuntungan, perekonomian nasional pun turut berkembang.

***********

Boks

Eddie Widiono: “Kami Tetap Mengupayakan yang Terbaik”

Bagaimana Anda melihat kinerja PLN selama satu semester ini?
Tahun 2007 ini, terus terang banyak masalah yang tak kita duga. Kita memulainya dengan tidak terlalu cerah, terutama karena banyaknya kejadian yang memaksa kita membakar lebih banyak minyak. Pasokan gas kita berkurang banyak, seperti di Cilegon. Ada yang kena lumpur Porong, pabrik pupuk yang dianggap diprioritaskan. Di Medan, Tanjung Batu, serta Tarakan pasokan berkurang. Ini mempengaruhi kinerja. Kalau gas berkurang, maka konsekuensinya kita membakar minyak lebih banyak. Tapi, kita optimis 2007 ini, karena masih ada 6 bulan, angka susut bisa kita tekan.

Lalu, apa solusi PLN agar pemerataan listrik terus berlangsung?
Pemerintah menjadi makin sadar bahwa kebijakan subsidi itu adalah tugas amanat UU. Kalau suibsidi listrik tidak dibayar penuh, PLN bisa rugi. Kalau rugi, PLN memang tidak lansung bangkrut. Yang terpukul adalah kemampuan PLN dalam membangun. Baru belakangan ini, kita berhasil meyakinkan pemerintah untuk membiarkan PLN untung.

Apa benar PLN selalu direncanakan merugi oleh pemerintah?
Kalau PLN itu rugi bukan karena tidak efisien, tapi karena memang direncanakan rugi oleh pemerintah. Enam tahun saya jadi dirut, tidak pernah PLN direncanakan untung. Beda dengan perusahaan BUMN yang lain, karena keputusan menaikkan tariff listrik itu punya implikasi politik yang luar biasa besar. Terakhir PLN menaikkan tarif pada Juli 2003. Jadi, PLN direncanakan merugi, karena pemerintah tidak mampu menanggung secara politis menanggung dampak kenaikan tarif. Selain itu, APBN pemerintah tidak cukup untuk menutupinya. Inilah yag seringkali masyarakat tidak tahu. Kalaupun muncul kerugian PLN, jarang-jarang pemerintah mengaku.

Bagaimana dengan pasokan listrik untuk industri di daerah?
Ada gambaran yang perlu disampaikan bahwa hanya 80% aset kelistrikan ada di Jawa. Jadi, dari 26 ribu MW kapasitas listrik yang kita miliki, 80% ada di Jawa. Jawa ini konsumen industrinya terbesar. Sementara di daerah lain, Sumatra 10%, Kalimantan 3%, dan Sulawesi 3%.

Bagaimana Kalimantan sebagai daerah kaya batu bara dab gas, kok cuma dapat 3%? Ok kita bangun. Tapi, kalau kita bangun nanti industrinya tidak ikut bangun, maka yang terjadi, kapasitasnya 100 hanya nyala pada malam hari. Akhirnya ongkos produksi mahal juga. Itu sebabnya, kita perlu bekerja sama dengan Pemda setempat, supaya kalau kita membangun satu pembangkit di daerahnya. Kita minta pemda menghadirkan industri di sana.

Apa langkah konkret untuk menambah pasokan listrik ini?
Kita membuka lebar untuk listrik swasta. Tapi, kita sadar betul bahwa minat swasta untuk berinvestasi baru terjadi pada 2006 lalu. Karena itu, swasta yang kita beri kontrak saat ini butuh waktu setahun untuk cari pendanaan. Pusat listrik milik swasta ini diharapkan selesai pada 2011.

2009 kita mulai dengan pembangkit 10 ribu MW. Sebelumnya, kita bisa melakukan penyewaan diesel. Itu pun tak mudah. Menyewa diesel sekarang ini hampir mencapai 350 MW total di seluruh Indonesia, untuk menutup krisis sampai 2008. Ini yang susah. Kita adakan tender, batal lagi, batal lagi.

Bagaimana dengan kemungkinan adanya pemadaman lagi di masa mendatang?
Jelas Jawa kami optimis, tidak akan sampai terjadi pemadaman. Meskipun 10 ribu MW selesai tahun 2009, kita tidak akan terjadi krisis listrik. Sumatra Selatan kami optimis. Sumatra Utara, dengan kerja keras 2008 akhir bisa kita atasi. Kalimantan Selatan, tak ada masalah. Kalimantan Timur, kami berusaha membangun, kejar-kejaran, karena ada PON pada 2008 nanti. Kita berusaha melistriki serta menghindar timbulnya kasus baru.

Untuk Kalimantan Tengah, rasio elektrifikasinya rendah, 24%. Terus terang, kita masih prihatin di sana. Kecuali Palangkaraya yang terhubung dengan jaringan, yang lain masih bediri sendiri. Gorontalo dan Sulawesi Tengah, akhir 2008 paling tidak sudah membaik. Semetnara Sulawesi Utara, kita berkejaran dengan waktu. Namun, secara umum, kami optimis. Dengan segala keterbatasan ini, kami berjanji akan tetap mengupayakan yang terbaik untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Tidak ada komentar: