Kegemaran mengoleksi dan memainkan replika kereta api makin mewabah di masyarakat perkotaan. Konon, kegiatan ini bisa menghilangkan stres, rasa jenuh, serta menambah relasi baru. Karenanya, penggemar hobi ini rela memburu koleksinya hingga ke mancanegara.
Kegandrungan mengumpulkan sekaligus memainkan replika kKaum urban perkotaan kini mempunyai kegemaran baru, yaitu permainan replika kereta api. Salah satu penghobinya, Muchlis Ahmady, pebisnis yang bergerak di bidang golf. Kegemarannya pada permainan ini membuat laki-laki kelahiran Pekanbaru, Riau 23 Agustus 1949, ini seringkali lupa waktu. “Tahu-tahu sudah pagi,” tutur pria yang akrab dipanggil Pak Haji ini sambil tertawa.
Bermain replika kereta api ternyata gampang-gampang susah. Di situlah letak tantangan sekaligus kepuasannya. Gampangnya karena semua peralatan dioperasikan secara digital. Mulai dari remote control, seperangkat komputer dengan program khusus yang dilengkapi adaptor, hingga control unit, booster, interpiece dan memory. Semua peralatan ini dijalankan dengan menggunakan aliran listrik
Yang susah dan memakan waktu lama, adalah saat membuat kontur dan mendesain lay out dengan segala perniknya. Seperti membuat gunung, mengukur luas dan panjang rel, bikin terowongan dan jembatan, dan mengatur sinyal serta jumlah aliran listrik. “Itu yang memakan waktu lama. Bisa tiga sampai empat bulan,” tutur Muchlis.
Hal senada dirasakan Ryan Scorpie, penghobi replika yang lain. Buat pria berusia 29 tahun, ini memasang rel adalah pekerjaan yang paling susah. “Saya harus mengukur berapa derajat dan berapa milimeter pengaturan rel itu,” kata manager di sebuah perusahaan ritel ini. Sebab, kata dia, satu mili saja rel tidak nyambung, lokomotif bisa terbalik.
Untuk hobinya ini, keduanya mengaku sudah mengeluarkan dana hingga ratusan juta rupiah. Maklum, harga kereta cilik ini cukup tinggi. Replika berukuran Z (terkecil dengan skala 1:220) saja dibandrol dengan harga sekitar Rp700 ribu per unitnya. Sedangkan untuk ukuran HO (reguler berskala 1:87) bisa mencapai Rp1,5 juta. Untuk lokomotifnya sendiri berkisar Rp800 ribu sampai Rp5 juta. Belum termasuk rel dan aksesori lainnya.
Untuk lokomotif ukuran terbesar (G,1 Series dengan skala 1:32) dipatok dengan harga Rp7 juta dan Rp9 juta per unitnya, sedangkan gerbongnya dipasarkan dengan harga Rp800 ribu hingga Rp3 juta setiap unitnya. Itu pun berlaku sebelum seluruh harga-harga kebutuhan pokok menanjak berbarengan dengan melonjaknya harga bahan bakar minyak (BBM).
Yang namanya hobi, harga tampaknya tidak menjadi masalah. Buktinya, para penghobi kereta mini ini makin tergila-gila saja. Konon kabarnya, permainan ini bisa meredam stres dan mengusir rasa suntuk. Selain itu, hobi ini tak membosankan. “Kalau ngomong masalah hobi, pasti hubungannya ke stres” kata Yopie berdiplomasi. Bila ada waktu, sepulang kerja pun ia pasti mengutak-atik replikanya.
Bila ada waktu, Muchlis juga kerapkali memainkannya selepas kerja. “Bahkan sampai jam tiga pagi,” tuturnya, sumringah. Tak cukup memainkan replika ini di rumah, ia bahkan menaruh dua set peralatannya di meja kerja. Replika berikut landscape yang masing-masing seukuran meja kerja itu ia mainkan di kala jam kerja maupun waktu istirahat. “Kalau lagi iseng saja,” tutur pria berkacamata ini. Ia pun tergelak. Lepas.
BOKS
Kepuasan Si “Masinis”
Di samping menjadi kegiatan di kala senggang, bermain replika dan menjalankannya di rel buatan juga mendatangkan kepuasan tersendiri bagi para peminatnya. Muchlis Ahmady juga merasakan hal ini. Keberhasilan menjalankan tujuh rangkaian gerbong dan melintasi persimpangan dengan mulus menjadi hiburan yang mengasyikkan.
Sekadar Anda tahu, permainan ini memerlukan keterampilan, kejelian, kesabaran, dan strategi khusus. Bila sudah demikian, mereka layaknya seorang masinis di alam nyata yang mampu mengatur sebuah perjalanan, ketepatan waktu, serta mengontrol laju kereta dengan baik. “Kalau diberi kesempatan, kami juga mampu mengoperasikan kereta api yang sesungguhnya,” tutur lelaki yang telah mengoleksi ratusan replika ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar