Kenyamanan, gengsi, plus penyaluran hobi menjadi alasan para penggemarnya untuk tetap bersepeda gunung. Apalagi, kegiatan bersepeda ini memiliki aneka ragam variasi. Jangan heran bila penikmatnya makin bejibun.
Puluhan sepeda gunung berhamburan menuruni area perbukitan Gunung Mas, kawasan Puncak, Jawa Barat, di sebuah pagi yang dingin. Mereka terlihat berhati-hati melewati jalan setapak nan curam. Kendati demikian, wajah ceria, tawa lepas, dan senyum para penunggang kereta angin itu acapkali terlihat sepanjang perjalanan.
Untuk menjaga kehati-hatian, mereka saling berteriak memberi aba-aba dan peringatan. Lengah sedikit, celaka akibatnya. Lihat saja, beberapa peserta terpeleset dan nyaris menubruk pohon. Bukannya sedih, mereka justru terlihat riang. Walhasil, suasana pagi pegunungan pada hari libur itu menjadi milik mereka, yang kebanyakan datang dari Jakarta, Bogor, dan Bandung.
Dari pakaian khusus dan beragam mountain bike (MTB) yang mereka pakai, bisa ditebak kalau mereka bukan sembarang penggemar sepeda gunung. Memang betul, komunitas penggemar MTB saat ini tak hanya didominasi oleh mereka yang menekuninya secara profesional saja. Hobi yang diciptakan sekitar 1976 oleh para clunker atau cruiser di kawasan Marin County, California, ini, juga telah menjangkiti kalangan menengah perkotaan.
Tren ini tentu saja terendus para produsen sepeda, dalam dan luar negeri. Sehingga tak perlu heran jika dalam waktu singkat muncul sepeda-sepeda baru dengan teknologi mutakhir. Beberapa produsen otomotif seperti Audi maupun DaimlerChrysler, pun turut berlomba memasarkan sepeda gunung. Kebanyakan sepeda-sepeda gunung itu dibuat untuk kategori downhill, cross country, dan free ride.
Harganya bervariasi, dari ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah. Luar biasanya harga kereta angin tersebut, memang bukan soal bagi para penggemarnya. Buktinya, pihak Audi maupun DaimlerChrysler mengklaim produknya banyak diminati orang.
Memang, faktor kenyamanan, gengsi, plus penyaluran hobi, adalah perpaduan alasan dari mereka yang merasa perlu memiliki sepeda gunung ini. Apalagi, kegiatan bersepeda ini memiliki aneka ragam variasi. Mulai dari cross country yang lebih bersifat lintas alam, downhill atau bersepeda menuruni bukit, dan free ride yang sangat rileks.
Mayoritas penyuka MTB di Indonesia memilih yang pertama dan kedua. Cross country dirasa asyik bagi mereka yang menyukai lintas alam. Sementara downhill diminati karena mampu memacu adrenalin dalam suasana yang spesifik. Sepeda yang meluncur hingga 80 km perjam di turunan yang curam di lereng pegunungan yang berhawa segar, tentu memunculkan sensasi tersendiri bagi para penggemarnya
“Kalau kita bisa melewatinya dengan mulus, wah asyik banget mas,” tutur Meggy, yang kerap menghabiskan waktu liburnya dengan MTB downhill di kawasan Sentul, atau Gunung Mas, Puncak, Jawa Barat. Karena itu, MTB untuk downhill dirancang khusus, antara lain dengan full supension di bagian depan dan belakang. Kedua, peredam kejut berfungsi menjaga kontrol, kekuatan menahan beban, dan traksinya. Daya travel peredam kejut ini bisa mencapai 7 inci.
Dengan risiko medan yang dijelajahi, sepeda downhill pun dilengkapi dengan piranti rem cakram. Dengan satu chainwheel atau piringan bergerigi yang berada pada chainset (komponen crank), sepeda jenis ini tak bisa dipakai menanjak. Untuk membawanya ke atas bukit harus diangkut dengan mobil. “Kalau di luar negeri, ada fasilitas cable car untuk membawa mobil ke atas,” tambah Meggy.
Jika sepedanya saja sudah khusus, tentu peralatan maupun pelengkap penunggangnya pun tak bisa sembarangan. Mengingat risiko yang lebih ekstrem. Helm full face dan body protector tak boleh ketinggalan. Tertantang untuk mencoba?
BOKS
Mengayuh Sampai Jauh
Menyalurkan hobi, refreshing, sambil membangun relasi. Itulah istilah yang tepat untuk menggambarkan kegiatan pengacara muda Nasrun Kalianda dengan MTB-nya saban akhir pekan. Menjelang Jumat malam, ia sudah mulai mengurangi kesibukan rutinnya. Pria kelahiran Lampung, 25 November 1960, ini, justru sibuk menelpon rekan-rekannya sesama penggemar MTB, untuk mengatur strategi touring bersepeda esok. “Biasanya, sih sekitar Bogor,” ungkapnya.
Kalau sudah bertemu komunitas MTB-nya, Nasrun pun lupa waktu. Bisa seharian ia asyik bersepeda. Mungkin itu pertimbangannya sampai mengajak istri dan kedua anaknya ikut serta. Sambil melepas rasa suntuk, ia bisa bertemu dengan kolega atau klien saat bersepeda. Itulah saat-saat baginya untuk membina relasi. “Meski hanya sekadar tukar pendapat dan membagi pengalaman, atau melakukan kegiatan sosial bersama,” imbuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar